Sale 20. Bapak mau anak berapa?

186K 15.4K 571
                                    

Selimut kutarik sampai dada, menahan sekuat mungkin ketika Pak Bara berusaha melepasnya. Pukul tiga, tepat. Sesuatu yang gila telah dia lakukan di hubungan pertama kami. Dan pastilah, kami tidak akan tidur hari ini.

Mandi butuh waktu paling cepat lima belas menit, lalu harus pakai baju dan menyisir rambut, lalu kami membeli makanan, dan makan. Mungkin makan pun harus diburu-buru sebab waktunya mepet subuh.

Saat tangannya menarik selimut lagi, mataku segera melotot sebal.

"Apa, sih! Udah jam tiga!"

"Mandi," balasnya dengan senyuman geli.

Meski rasanya hangat dan mungkin wajahku bersemu, kepalaku tetap menggeleng tegas.

"Kamu nggak mau mandi?"

"Mandi. Bapak pergi dulu kenapa, sih! Aku mandi sendiri."

"Bareng, saya tadi bilang bareng, kan?"

Dasar mesum. Dia pikir aku percaya kalau mandi bareng akan menghemat waktu. Iya kalau otaknya waras, betul-betul mandi dengan cepat. Kalau sebaliknya? Malah meneruskan remas-meremas?

Ugh!

"Udah-udah sana, aku bisa mandi sendiri."

Senyumnya masih tersungging geli, meski kemudian turun dari ranjang, masih tanpa pakaian. Hidungku semakin mengerut dengan hawa panas nyata saat melihatnya begitu santai ke kamar mandi.

Oh my God! Harus banget begitu?! Paling tidak pakai celana, menutupi rudalnya yang terangguk-angguk bagai burung itu! Dasar manusia tidak budiman! Setelah melihatnya masuk kamar mandi, kusambar pakaian di lantai dan memakainya dengan cepat, baru turun dari kasur.

***

Masih pukul sepuluh pagi saat mataku terasa sangat berat. Televisi terlihat berkunang-kunang. Aku mulai merasakan pusing dan butuh tidur. Bayangkan saja, tidak tidur dan digempur.

Pak Bara memang tidak tahu diri. Mentang-mentang jatahnya diambil telat, setelah kami menikah hampir satu bulan, lantas dia balas dendam dengan menghabiskan kurang lebih dua jam. Barangkali kalau kami tidak puasa, dia akan memakanku sampai subuh, sampai aku betul-betul tidak bisa berjalan. Lalu paginya dia minta lagi, siang, sore, sampai malam. Sampai kami harus mandi setiap akan salat.

Mataku terlalu berat untuk sinis melihatnya keluar ruang kerja, sehingga kini kepalaku sudah jatuh di matras dengan kaki tertekuk. Suara TV semakin samar saat derap langkah seseorang terdengar mendekat, lalu sebelahku terisi dengan tubuh lain yang hangat dan besar.

Mataku langsung terbuka lebar. Dia sudah berbaring di sebelahku, meletakkan remote yang baru saja dipakai mematikan televisi.

"Pintu depan kamu tutup enggak, Ay?"

Aku mengangguk lemah. Dia memandangku sesaat, sebelum berdiri dan menuju kamar. Mungkin mau tidur juga di sana, sementara aku sudah tidak mampu untuk berjalan. Namun baru akan terpejam lagi, Pak Bara kembali sampai di sebelahku. Membawa bantal dan selimut.

Kuposisikan tubuh untuk tidur dengan benar. Kami bersisian, kali ini tanpa penghalang apa pun. Mengganti jam tidur malam yang sudah kami gunakan untuk malam pertama.

Ah, ya ampun, masih sempat-sempatnya aku malu mengingat itu.

***

Aroma maskulin memasuki penciumanku, membuatku mengernyit dan langsung membuka mata. Pemandangan pertama yang kutangkap adalah kaus abu-abu yang bidang. Dengkuran halus juga terdengar tenang.

Aku mundur kecil, mengerjap-ngerjap kaget. Sesaat kemudian baru sadar sudah tidur di depan TV bersama Pak Bara. Tidur siang bersama kami, untuk pertama kali. Bibirku terkulum, memandangi wajahnya yang tenang pada jarak begitu dekat.

Pengantin Flash Sale [END-PART LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang