Sale 51. Tapi, aku pengin ditidurin dulu

106K 12K 450
                                    

Ebooknya udah ada lho... Anak mereka lucu 😂

Sebetulnya banyak yang ingin aku tanyakan, tetapi dengan berbagai pertimbangan aku urung tanya. Aku tidak suka kami bertengkar seperti waktu lalu, diam-diaman juga.

Persoalan barang yang ingin dikembalikan Airin saja aku belum tahu, sekarang sudah ada kenyataan lain. Pesan yang kubaca tadi adalah pesan dua minggu lalu, itu masih ada pesan di atasnya. Mungkin satu bulan, atau lebih lama dari itu. Entah bantuan macam apa yang diberikan Pak Bara, tetapi pasti dia tidak bilang padaku.

Aku tidak ingin menghalanginya membantu orang lain, tetapi kalau kasusnya begini, aku bingung harus bagaimana. Mungkin dia betul-betul takut kalau aku tahu, maka aku akan marah, aku akan menghalanginya. Aku yakin tidak seburuk itu. Aku masih punya perasaan dan rasa kasihan.

Akan tetapi ... sudahlah. Dia juga tidak memberiku informasi lebih lagi. Mungkin memang lebih baik aku tidak tahu. Meski penasaran dan merasakan kecewa, tetapi aku harus tahu diri juga.

Bibirku melengkung ke bawah bersamaan dengan helaan napas berat. Mau bagaimanapun aku merasa perlu tahu. Kenapa aku tidak diberi tahu? Memangnya seburuk itu?

Kupejamkan mata sesaat. Tenang, Ayna, Bara kan, orang baik. Dia tidak akan melakukan hal yang berlebihan. Pasti ada alasan kenapa dia tidak mengatakan soal ini.

Tetap saja ... semua itu tidak bisa membuatku tenang.

Kulepaskan pisau dapur saat merasa semakin tidak tenang. Tidak ada tanda-tanda aneh apa pun darinya, tiba-tiba saja aku tahu dia berhubungan dengan Airin. Menyebalkan.

Bagaimana kalau kemungkinan terburuk itu terjadi? Napasku memberat dengan mata menyipit, jangan sampai ya Tuhan, tolong jangan buat takdirku seburuk itu. Terbiasa hidup dengannya membuatku bingung membayangkan bagaimana cara hidup tanpa dia. Mungkin aku tidak punya lagi kemampuan untuk hidup sendiri. Mungkin, hidupku akan berantakan sekali jika berpisah dengannya.

Ya Tuhan, takdirku tidak akan seburuk itu, kan? Please, katakan jangan. Aku ingin punya anak dan merawat bersamanya, bangun pagi dan menyiapkan sarapan untuknya, mencucikan bajunya, melihatnya tidur di sampingku. Aku-

Oh, kecupan di pipi membuatku tersadar dan mengerjapkan mata.

"Saya saja yang masak."

Badanku begitu patuh, mundur dan duduk di kursi.

"Mau susu?"

"Enggak."

"Kecapekan?"

Aku tersenyum tipis. Capek hati, capek pikiran.

"Istirahat dulu. Minum yang banyak."

Mau aku minum air satu samudra pun tidak akan membuat pikiran dan perasaanku tenang.

Aku menatapnya yang meninggalkan irisan bawang dan cabai, mendekat padaku. Dia tersenyum, tetapi entah kenapa aku yakin dia tahu apa yang membuat aku begini.

Wajahku ditangkup dengan dua tangan besarnya. Ya Tuhan, aku juga masih ingin merasakan sentuhan tangan itu untuk waktu yang sangat lama lagi.

Bibirnya mendekat dan menyentuh permukaan bibirku. Gerakannya lembut, melumat dan menghisap. Aku juga sudah terlanjur suka sama bibirnya, dan bagaimana aku harus hidup tanpa merasakan ini?

Bahkan, ketika dia menjauh pun rasanya tidak rela. Aku tidak suka membayangkan bibirnya juga melumat bibir wanita lain. Itu punyaku, mana bisa orang lain menikmati punyaku?

"Jangan banyak pikiran. Nggak akan ada apa-apa. Percaya saya. Jangan banyak pikiran."

Aku ... tidak bisa sebelum dia membuatku menemukan ketenangan yang pasti.

Pengantin Flash Sale [END-PART LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang