Sale 7. Mari berjalan bersama saya, Ayna

161K 18.1K 345
                                    

Aku meninggalkan kemoceng dan sapu di ruang tamu saat melihat mobil Naomi meluncur dari jalan ke halaman rumah Pak Bara. Kami tidak membuat janji. Sejak kemarin aku tidak datang ke kampus. Kerja juga sudah resign, jadi kami tidak bertemu.

"Aaay, boleh main nggak?" tanya Gia berteriak dari kaca mobil yang diturunkan.

Aku tertawa, melambaikan tangan agar mereka segera masuk. Tak lama mereka sudah menduduki salah satu sofa ruang tamu, menatapku dengan takjub.

"Jadi kaya mendadak ya," goda Naomi.

"Iya nih. Tapi lo jadi pembantu di sini, Ay? Belum beresan?"

Ya ampun, Gia menatap kemoceng dan sapu yang masih ada di ruang tamu. Aku mengambilnya segera, menyingkirkan ke dalam dan kembali bersama mereka.

"Jadi selain jadi istri juga jadi pembantu?" tanya Gia lagi, dengan wajah takjub yang di mataku terlihat sangat tolol.

"Kan istri yang baik. Suami kerja, ya dia bersih-bersih rumah. Nggak kaya lo, Gi, suami kerja lo tinggal tik-tok-an."

"Kan gue belum nikah, Mimi."

"Ya sekarang aja udah kelihatan bakal gimana."

"Emang iya, Ay?" Gia menatapku tak percaya. Dahinya mengerut tak suka. Aku tersenyum geli, mengedik.

"Mau apa, ya?" tanyaku bingung.

"Cerita aja, gimana Pak Bara Budiman?" Naomi agaknya memang berencana melakukan ini. Badannya agak condong ke depan menandakan dia begitu tertarik dengan topik itu.

"Dia baik, kan, Ay?" tanya Gia ikutan.

"Baik kok," kataku yakin. Kalau tidak baik, pasti aku sudah diperlakukan tidak baik juga, mengingat statusku hanya pengantin pengganti yang mengejar uangnya.

"Dia nggak kasar, kan?"

"Enggak."

"Nggak nyiksa lo lahir dan batin, kan?"

Aku menghela napas. "Enggak. Pak Bara baik. Gue dikasih hak atas rumah, dikasih kebebasan. Cuma-" Aku berhenti bicara, mengerutkan hidung.

"Cuma?" desak Gia.

"Cuma gue disuruh garap skripsi. Disuruh berhenti kerja itu, biar skripsi gue kepegang." Bibirku meringis. "Bantuin dong, gue nggak ada ide."

"Masya Allah akhirnya ada yang membuat Ayna tergugah hatinya."

Aku menatap Gia jijik, lebay banget, sih. Ya sekarang kan, aku sudah punya uang. Meski tidak bekerja, tetapi paling tidak kelangsungan hidupku ke depan masih terjamin dengan setengah miliyar yang diberikan Pak Bara.

"Gampang, Ay. Gampang. Pak Bara kan dosen juga, ya minta bantuan dia aja lah."

"Kan dia teknik," sambarku cepat. "Kaya beda jalur gitu."

"Ya iya, sih. Tapi ya nanti lah, garapnya kalau udah habis lebaran aja. Jangan sampai lebaran pertama dengan teman hidup lo malah ribut sama skripsi." Naomi mengerling padaku.

Aku juga berpikir begitu. Puasa, sedang adaptasi dengan Pak Bara, dan aku harus ribet sama skripsi. Namun kalau ingat dua malam ini Pak Bara ungkit skripsi terus setiap sebelum tidur, aku jadi kepikiran.

Aku seperti diberi tanggung jawab untuk segera selesaikan kuliah dan bebas sepenuhnya dari dunia itu. Kalau aku masih santai, jatuhnya justru kepikiran dan merasa bersalah.

"Lo tinggal gerak, kan, Ay?" tanya Naomi. Aku mengangguk saja.

"Ya udah nanti gue bantu."

"Gue bantu juga ya," kata Gia tertawa. "Bantu doa tapi, soalnya gue skripsi aja pakai joki."

Pengantin Flash Sale [END-PART LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang