Sale 38. Nggak usah centil, sudah punya suami

113K 14.1K 759
                                    

"Saya saja lupa namanya."

Ya terus, urusanku begitu? Tentu saja bukan. Memang tidak ada kewajiban harus mengingat, dan aku tidak suka dia mengingat nama mahasiswi yang centil dan suka cari perhatian.

"Cemburu kamu jelek banget. Ada mahasiswi saya bimbingan dicemburui."

Ugh ... ini bukan persoalan cemburu ya. Ini ... soal dia yang membiarkan mahasiswi berpakaian seperti tadi. Memang tidak bisa menetapkan aturan setiap akan bimbingan harus memakai pakaian tertutup? Duh, itu mahasiswi juga kok tidak ada sopan-sopannya. Kalau di FKIP, sudah digemplang sama dosen.

"Pulang dulu sana."

Mataku yang semula menatap ke bawah, melihat kaki yang menendang-nendang mejanya sebagai bentuk kekesalan, seketika melotot.

"Biar bisa lanjutin bimbingan sama mahasiswi yang ngasih bonus?!"

Bukannya menjawab dengan benar, dia malah tertawa keras. Please ya, aku sedang sangat bernafsu membunuhnya.

"Bonus apa? Bonus tulisan yang lebih buruk daripada punya kamu tadi?" Dia menggeleng tak habis pikir. "Saya harus masuk kelas. Sana pergi dulu, saya sudah telat lima menit."

Aku mendengus, dengan berat hati, mengambil bendelan kertas sekaligus bekalnya.

"Lho kok dibawa?"

"Biar nggak usah makan. Minta makan sana sama mahasiswi bimbingan yang cantik seksi dan menggoda."

Dia tertawa lagi lebih keras sampai harus mendongak. Tanganku ditahan, dan dia berjalan memutari meja, menghadapku secara penuh.

"Saya kira kamu sedewasa orang seumuran saya sampai nggak pernah curiga saya sama perempuan lain, ternyata masih seusia kamu, ya."

Apa maksudnya? Aku mendengus lagi.

"Ayo, nggak boleh cemburu sampai nggak ngasih saya makan. Nanti saya sakit, Dek Ayna sedih."

Seketika perutku terasa bergejolak, tenggorokanku penuh dan rasanya benar-benar ingin muntah. Ough, apa katanya? Dek Ayna?!

"Ayo, Dek Ayna yang manis, di ruangan saya ada CCTV, nanti kalau saya minta dengan cara yang brutal, kamu marah lagi."

Tak mau pikir panjang, kuserahkan bekalnya dan mendorong tubuhnya. Aku merinding mendengarnya memanggil 'Dek Ayna' seperti om-om penggoda anak perawan. Lha aku saja sudah diperawani, tidak pantas dia menggoda seperti itu.

"Hati-hati," pesannya saat aku melewati tubuhnya. "Nggak mau ngasih semangat untuk Mas Bara-nya?"

Gigiku saling beradu kuat dengan mata terpejam. Aku ingin banget lho, nampol mukanya dengan sepatu. Namun tidak berani, dan aku sedang tidak mau bicara dengannya.

Malahan, kini badanku diputar. Wajahku pasti sudah merah padam apalagi saat dia menangkup dua pipiku.

"Ayo semangatin dulu Mas Bara-nya."

Tidak-tidak. Ini tidak bisa begitu. Dia curang. Aku sedang marah dan kesal karena dia bertemu mahasiswi tidak tahu diri, tetapi aku juga yang digoda habis-habisan. Mana bisa begituuu!

"Dek—"

Aku mengerang sebal, putus asa, dan akhirnya tubuhku meluruh ke lantai dengan tangan menutup wajah. Dia curang banget. Aku tidak suka diperlakukan seperti ini!

"Ay."

"Bapak kenapa, sih!"

"Jangan nangis, cuma gitu kok nangis. Sudah, sini. Jangan nangis gitu."

"Ya Bapak gitu terus!"

Dia berjongkok di depanku, memaksaku melepas tangan. Mataku terpejam dengan air mata yang sulit berhenti.

Pengantin Flash Sale [END-PART LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang