Sale 58. Aku pengin pulang

104K 14.2K 1.4K
                                    

Untuk ke sekian kalinya aku terbangun, meraba ranjang sebelah, mencari-cari seseorang yang biasa tidur di sebelahku. Entah ini bawaan bayi, atau ini memang perasaanku sendiri, aku kangen dia. Sudah dua malam aku tinggal di rumah Mama. Kemarin dia datang, hanya menengok, tak lebih dari lima menit di dalam rumah dan langsung pulang. Malam ini tidak.

Sudah pukul sebelas malam. Sekarang selain kangen, aku juga merasa lapar.

Dasar lemah. Baru dua hari tidak bertemu, aku sudah tidak tahan ingin melihatnya. Sudah begitu malam ini dia tidak datang. Ya kasihan juga, dari rumah ke sini itu lama. Kalau dia kerja, capek, terus harus ke sini? Semoga selalu baik-baik saja.

Aku turun dari kasur, memakai sandal dan keluar kamar. Makan apa ya? Pengin yang asam manis ... tapi tidak mungkin minta beli sekarang. Lagi pula mau minta sama siapa kalau begini.

Kuseret kaki ke dapur, mengambil buah dari dalam lemari. Bagus, ngidam yang begini-begini saja ya, Nak. Selama belum baikan sama Papa, jangan ngarep yang aneh-aneh. Kasihani Mama yang tidak berdaya ini.

Mendadak kurasakan hawa yang aneh. Merinding. Sial. Aku menatap sekitar. Lampu sudah mati, hanya beberapa tempat yang hidup. Ya ampun, kalau di rumah sama Pak Bara, pasti aku berani minta temani. Kugaruk tengkuk, lalu membawa apel ke kamar. Sudahlah. Biar saja makan di kamar, daripada di dapur tapi tidak tenang.

Sebentar ... ada suara mobil juga.

Oh, aku seperti kenal. Akan tetapi tak lama keadaan kembali hening. Kutajamkan telinga, sampai terdengar langkah kaki ke ruang tamu dan membuka pintu.

"Kenapa baru sampai?"

"Istirahat."

"Istirahat kan, bisa pas sampai sini, Bar."

Dia datang! Aduh, aku pengin lihat ....

"Kamu kecelakaan, ya?"

Apa?!

"Kok lecet?"

"Cuma lecet. Biarkan."

Kugigit potongan apel, penasaran ....

"Kecelakaan gimana? Ada korban?"

"Enggak ada. Tadi bawa motor, jatuh. Balik lagi ambil mobil."

Kenapa gaya pakai motor kalau begitu, harusnya tidak perlu ke sini kalau ngantuk.

"Udah makan?"

"Belum."

Mataku bergerak ke pintu. Kenapa pembicaraan mereka jelas banget dari sini. Aku jadi ingin keluar, masakin, lihat lukanya, terus peluk juga.

"Ma."

"Mau dibuatin apa?"

"Enggak usah. Ayna pengin sesuatu enggak, Ma?"

Aku mengerjap, mendengar langkah kaki mereka ke dapur. Kamar ini dekat dengan ruang keluarga. Artinya dekat juga dengan ruang tamu dan dapur. Saat malam, tentu saja frekuensi suara mereka lebih keras dari biasanya.

"Enggak minta. Nggak enak mungkin kalau sama Mama."

Iyalah. Mama sudah baik, aku tidak kuasa merepotkannya lagi.

"Kamu udah konsultasi belum?"

"Udah."

"Apa katanya?"

Aku menajamkan pendengaran lagi. Konsultasi apa? Mama agaknya menggoreng sesuatu, bunyinya mengganggu pendengaranku.

"Ya kaya dulu."

"Kamu juga kenapa marah-marah, Bar. Ayna kan, nggak tau soal itu. Kagetlah dia."

Marah waktu itu? Mungkin ada kaitannya dengan Mama yang tanya, apakah dia marah dan kasar itu. Kenapa ya, aku jadi gelisah lagi.

Pengantin Flash Sale [END-PART LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang