"Mama aja yang nyuci, Ay. Kamu istirahat sana."
"Aku aja, Ma. Aku aja."
Semua pakaian kotor dari pantai langsung aku masukkan ke dalam mesin. Namun agaknya, Mama juga ngotot ingin dia yang mencuci. Duh, tidak bisa begitu. Nanti kalau aku nurut-nurut saja disuruh istirahat sementara Mama mencuci baju, jadi omongan tetangga julid.
"Sana, udaaah. Kamu jarang ke sini malah di sini mau ngerjain semuanya."
"Mama pas aku di sini waktunya istirahat, lho."
"Nggak bisa. Harus banyak gerak biar sehat terus."
Ya tetap saja. Masak sudah Mama terus, aku cuma bantu sedikit. Bersih-bersih rumah juga kadang Mama mendahului aku, padahal aku sudah bangun sepagi mungkin. Entah harus bersyukur atau miris punya mertua sebaik ini.
"Buatin minum buat Papa aja, Ay. Jangan kemanisan. Bara siapa tau mau juga."
"Kan masih mandi, Ma. Nanti aku buatin setelah ini."
"Cuma masukin baju ini lho. Kamu nanti yang jemur. Sana."
Aku menyerah. Mama ya, kalau soal begini sama sekali tidak mau mengalah. Akhirnya aku ke dapur untuk membuatkan minuman hangat. Belum masak makan malam juga.
Jadi aku masih punya banyak kesempatan membantu Mama. Selesai membuatkan teh dan kopi, kuletakkan di meja makan, aku masuk kamar. Pak Bara sudah selesai mandi, kini memakai kaus dan celana kasual. Dia cuma menatapku sekilas sebelum menatap ponselnya lagi.
"Kopi," ucapku dengan nada acuh, "di dapur."
"Terus?"
Lihat seberapa dia sangat menyebalkan? Kukira setelah turun dari naik pulau tadi, dia akan kembali normal. Nyatanya tetap saja, ngeselin. Lama-lama aku yang tidak betah sendiri cuma diam-diaman.
Dasar lemah. Cuma mendiamkan Bara Budiman saja tidak bisa.
"Disiram ke kepala Bapak biar adem. Biar nggak sensi terus."
"Yang sensi siapa?"
"Bukan siapa-siapa," balasku dengan bibir menipis. Bodoh amat. Terserah dia mau apa. Mau jungkir balik, mau tidur, mau siram kopi ke kepala seperti saranku, atau mau apa juga terserah!
Hah! Kesal banget!
"Kopi panas. Mana ada disiram ke kepala jadi dingin."
Ya ampun! Please, kita tidak sedang membahas soal apakah kopi panas bisa mendinginkan kepala atau tidak!
"Kalau menenangkan mungkin bisa. Dia punya kandungan kafein."
Serius dia masih bahas soal itu? Oh my God!
"Tapi diminum, bukan disiram."
Kesal dengan pembicaraan tak penting ini, kulemparkan handuk yang baru kuambil. Dia menangkapnya dengan lihai, meletakkan handuk di sampingnya, lalu menatapku disertai senyum miring.
"Ngeselin banget, sih!" sentakku sembari merebut handuk. Dapat handuk, aku langsung masuk kamar mandi dan selesai beberapa menit kemudian.
Pak Bara sudah tidak ada di kamar. Buru-buru aku memakai baju dan kembali menuju dapur. Takut kalau Mama sudah mulai masak, rupanya belum. Beliau justru duduk di kursi sementara Pak Bara dan Papa sibuk dengan kompor.
"Ngapain, Ma?" tanyaku keheranan. Pak Bara menoleh sekilas sebelum kembali fokus ke panggangan ayam.
"Duduk sini. Hari bebasnya perempuan," kata Mama masih membuatku bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Flash Sale [END-PART LENGKAP]
Dragoste❝Dicari! Wanita yang bersedia menjadi pengantin pengganti untuk Bara Budiman, yang akan menikah pada 12 April 2021❞ Kisah ini dimulai saat Ayna Larasati membaca kalimat tersebut dan dengan kewarasan yang tersisa satu sendok, dia mendaftarkan diri me...