Sudah lima hari, tetapi masih sama saja. Dia datang beberapa saat, dan pulang saat itu juga. Aku pengin diajakin pulang ... dibujukin, dirayu, tetapi tidak dapat semuanya.
Hari ini dia datang lagi pun, sama saja. Cuma hari ini dia datang sebelum petang. Mandi di rumah, lalu ikut makan malam. Namun aku berharap apa? Dia tetap diam.
Nyebelin! Bara brengsek! Setan! Argh!
Dia tidak memikirkan anaknya yang kangen atau bagaimana, sih? Aku sudah geregetan ingin pulang, tetapi tidak diajak. Rasanya seolah aku ini tidak diharapkan pulang. Dia senang banget ya, pisah denganku?
Akan tetapi mana mungkin begitu. Aku yakin dia kangen juga, meski diam begitu. Sepertinya ada yang dia pikirkan sekarang ini. Ya paling tidak, bilang saja padaku. Gampang. Dasarnya dia nyebelin, tidak belajar dari masalah. Lama-lama aku cari lelaki lain, tahu rasa!
"Mual apa nggak enak, makannya, Ayna?"
Aku meremas sendok dan menatap Mama.
"Enak kok, Ma." Anak Mama yang tidak enak, nyebelin, pengin nyakar.
"Ya udah dihabisin. Mau makan yang lain?"
Aku menggeleng pelan. Harusnya yang tanya begitu padaku adalah lelaki di sebelahku ini. Sontak saja aku meliriknya sebal. Sudah bohong banyak, tidak ada satu permintaan maaf pun yang kudengar, tambah lagi nyebelin dengan cuma diam seolah tidak ada apa-apa.
Brengsek sekali Bara Budiman!
"Jangan lupa minum susu."
Aku mengangguk, merasa semakin miris. Harusnya yang membuatkan aku susu juga dia, bukannya Mama yang setiap hari mengingatkan aku untuk minum susu, makan teratur, tidur tepat waktu, bangun pagi dan berjemur di halaman.
Ini sih, bukannya aku mendengarkan murrotal setiap hari, baca buku setiap saat, malah ngomel dan mengumpatinya terus menerus. Tidak tahu diri! Sudah bohong, marah-marah, sekarang kami pisah dia juga diamkan aku.
Beberapa saat menghabiskan waktu di meja makan, aku pamit untuk ke kamar sebentar. Ponsel baruku ada di meja, tak berguna. Untuk apa punya ponsel kalau satu pesan pun tidak ada. Setiap hari, aku menunggu. Sebelum tidur aku cek berkali-kali beharap dia kirim pesan. Namun sampai pagi tetap kosong.
Bucin! Namun yang dibucinin seperti setan.
Please, bukan aku yang pertama kali bilang dia setan, tetapi Mama. Nyatanya pun, dia memang seperti setan. Datang dan pergi sesuka hati, membuat jantung deg-degan tak tahu diri. Argh! Biarlah Bara Budiman hidup dengan caranya! Kita lihat saja, sampai mana dia akan bertahan seperti ini. Kalau aku yang bertindak duluan, kupastikan akan—
"Susunya diminum."
Batal! Baru dengar suaranya saja aku langsung yakin untuk menarik semua kalimatku. Bayangkan kalau dia ajak aku pulang, bicara baik-baik, deep talk dan mengakui semua rahasia yang disimpan selama ini.
"Ayna."
Kangen caranya memanggil yang seperti itu. Lemah lemah lemah! Pasti anakku kangen banget sama bapaknya sampai dipanggil begitu saja terasa mau menangis.
Namun rasa haru itu tidak berlangsung lama, buyar saat melihatnya keluar kamar begitu saja. Sudah? Cuma begitu? Tidak tahu apakah ini pengaruh hormon hamil, sensitif, sedikit-sedikit ingin marah dan kesal, atau dia memang semenyebalkan itu. Besok aku akan pulang sendiri! Titik! Cowok sialan! Ngeselin! Nggak punya hati! Bara Budiman memang—
Oh, masuk lagi. Aku mengerjap dengan wajah yang terasa hangat. Jadi dia ambil susunya. Itu Bapak yang buat, kan? Atau Mama yang buatin? Ah, terserah! Pokoknya dia sudah ambilkan susu buatku, itu cukup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Flash Sale [END-PART LENGKAP]
Romance❝Dicari! Wanita yang bersedia menjadi pengantin pengganti untuk Bara Budiman, yang akan menikah pada 12 April 2021❞ Kisah ini dimulai saat Ayna Larasati membaca kalimat tersebut dan dengan kewarasan yang tersisa satu sendok, dia mendaftarkan diri me...