Kepulangannya kali ini kusambut dengan tatapan sinis yang siap membelahnya menjadi dua. Pak Bara melewatiku begitu saja. Sepatunya yang beradu dengan ubin terdengar menggema. Inginnya mengabaikan, tetapi mataku malah mengikuti arah langkah kakinya.
Ugh, astaga. Kini aku berdiri dan melangkah pelan dengan bibir moncong-moncong sebal. Adakah suami istri yang lebih absurd dari ini? Menikah dadakan, kenal dadakan, dan berakhir seperti ini?!
Ya ampun! Padahal doaku adalah dapat suami yang baik, pengertian dan perhatian. Namun dapatnya malah Pak Bara. Boleh aku tukar tambah dengan Zayn Malik saja?
Dia berhenti di depan pintu kamar, memandangi lantai yang sudah bersih. Bibirku mengerut gatal dan akhirnya berkata dengan nada sinis.
"Dibersihkan. Memangnya Bapak, sengaja bikin kotor nggak jelas."
Dia hanya menoleh sesaat. Kukutuk diri sendiri yang sulit dikendalikan. Aku ikut masuk, memandanginya yang sibuk melepas pakaian. Maksudnya, sepatu dan dasi, bukan yang lain. Apa pula pikiran ini, Ayna.
Sampai kemudian dia sampirkan dasi ke sofa dan tatapannya menghunusku dalam. Aku melengos, bayangan isi pesannya membayang. Nonton apa? Baca apa? Dia pikir aku mau? Jelas sekarang tidak mau, karena aku pernah nonton semua film itu dengan Naomi dan Gia.
Tidak ada film yang menarik ditonton dua kali.
Hanya karena aku gemetar dan deg-degan, bukan berarti aku tidak bisa. Aku pasti bisa, hanya butuh belajar sedikit dan terbiasa.
Setelah menatapku beberapa lama, dia berhenti, meneruskan melepas kancing atas kemeja. Sementara pikiranku kian sebal. Apakah kami akan bertahan diam begini? Sampai berapa lama? Tentu saja sangat lama. Aku tidak akan bicara selama Pak Bara tidak bicara lebih dulu. Lihat saja, seberapa mampu dia bertahan.
Setelah mendengus, aku pilih keluar kamar. Mencari udara yang bagus dan tenang sangat penting sekarang. Di belakang rumah, tanahnya ditanami rumput hijau sehingga suasananya adem. Kalau ditambah ada pohon mangga, pasti nyaman sekali duduk-duduk di bawahnya.
Yang menarik di belakang rumah ini juga kolam mini. Sangat mini, sampai aku tidak punya keinginan berenang. Dalamnya mungkin tak lebih dari setengah meter. Luasnya, sangat kecil. Namun ada kursi santai di sana. Sampingnya meja kecil, cocok untuk menaruh kopi dan camilan. Pernah suatu hari Pak Bara duduk di sana sambil membaca buku.
Menenangkan pikiran di tempat ini tentu pilihan bagus daripada harus di dalam saat ada Pak Bara.
Sore yang cerah sebaiknya dilalui dengan riang. Kutarik napas dalam sebelum duduk. Namun tiba-tiba ada yang mendorong badanku sampai hampir jatuh ke kolam.
"Bapak!"
Oh, Ya Tuhan. Lelaki ini cari perkara, ya!
"Saya mau duduk."
"Aku duluan!"
"Saya yang duduk duluan."
Dia langsung duduk, tak peduli wajahku yang sudah siap menghancurkan apa pun.
"Minggir. Saya nggak suka ada kamu di sana."
"Minggir sendiri." Tanganku bersidekap, sinis. Dia tak menanggapi lagi, justru nyaman memejamkan mata seperti di pantai.
"Bilang aja nggak suka aku diam. Dasar cowok! Gengsi selangit!"
Oh, matanya terbuka lebar, lalu menyipit menatapku.
"Nggak ingat usia sudah bapak-bapak, masih ngambek seperti bujangan SMA."
Kini dia duduk tegak. "Terus?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Flash Sale [END-PART LENGKAP]
Romance❝Dicari! Wanita yang bersedia menjadi pengantin pengganti untuk Bara Budiman, yang akan menikah pada 12 April 2021❞ Kisah ini dimulai saat Ayna Larasati membaca kalimat tersebut dan dengan kewarasan yang tersisa satu sendok, dia mendaftarkan diri me...