Sale 47. Dapat berapa lingerie?

104K 12.3K 328
                                    

Kusenggol lengannya dengan jari. Dia yang masih melepas helm jadi menatapku.

"Apa?" tanyanya dan menarik helm dari kepalanya.

"Nggak bisa lepas."

Alisnya bergerak saling mendekat, tetapi tangannya tetap terulur melepaskan kaitan helm yang kupakai. Manis, kan? Ya manis, dong! Ck, aku tidak tahu kalau bakal semenyenangkan ini. Setelah merapikan sedikit rambut yang kena angin, kugandeng tangannya untuk masuk ke kafe tempat janjian dengan Ken. Seperti hari lalu saat aku bersama dengan Naomi dan Gia, lelaki itu sudah siap menyambutku.

"Maaf lama ya, Ken. Kenalin, suamiku."

"Ken, Pak. Teman Ayna."

Mereka bersalaman sebentar, lalu Ken menyuruh kami duduk di salah satu kursi.

"Ken, nggak usah siapin makan kaya kemarin, ya. Minum aja, tadi habis jalan sekalian makan."

"Serius?"

Aku mengangguk yakin. Ken harus menatap Pak Bara dulu, baru menuruti kata-kataku setelah Pak Bara juga mengangguk. Dia pergi selama beberapa saat dan kembali dengan tiga minuman di nampan.

Pembicaraan soal kontrak kerja itu tidak berlangsung lama. Justru Ken seolah lebih butuh pendapat Pak Bara, sementara aku yang notabene akan bekerja dengannya dimintai pendapat paling akhir. Mungkin dia nanti akan menjadi suami seperti Pak Bara.

"Sasaran kafenya orang dewasa atau anak muda?"

Kuseruput minuman yang tersisa setengah. Tidak ada yang bisa kulakukan selain bicara saat ditanya dan minum.

"Yang ini atau yang mana, Pak?"

"Oh, ada banyak kafe?"

"Daerah sini ada beberapa yang saya kelola. Kalau kafe ini untuk semua kalangan. Anak muda biasanya suka di ruangan indoor begini, yang instagram-able, kalau orang dewasa lebih mencari udara segar di ruangan outdoor."

"Tempat kerja Ayna nanti bagaimana?"

"Kalau itu nggak sebesar ini, Pak. Di sana saya lebih menargetkan anak muda dan pekerja kantoran. Ada tempat meeting mengusung nuansa alam."

"Akan banyak yang datang, ya?" tanyaku penasaran. Pak Bara menatapku penuh peringatan. "Kenapa?" tanyaku heran.

"Namanya kafe ya bakal banyak yang datang."

Ya kan, aku cuma memastikan.

"Lagipula yang datang mungkin sudah berpasangan."

Aku juga tidak akan peduli mereka berpasangan atau tidak. Kerjaku bukan mendata siapa-siapa yang datang dengan status single dan yang statusnya berpasangan.

"Itu yang lain sudah siap ya, Ken? Koki, waitres?"

"Gue udah siapin."

"Banyak?"

"Ya seukuran kafe kecil, nggak banyak."

"Ada cewek?"

Ken mengedip padaku, tetapi kedipannya terasa aneh. Apa? Dia seperti memberi kode, tetapi aku tidak paham hanya dengan kedipan seperti itu.

"Ya ada, masa nggak ada."

Bagus deh, jadi nanti aku bakal punya teman ngobrol juga.

"Lo pilih yang ramah-ramah, kan?"

"Ramah," sahutnya rendah. Aku manggut-manggut, baguslah kalau begitu.

"Sudah selesai ya," ucap Ken terdengar kikuk. Lalu dia pamit setelah berterima kasih tentunya. Aku bisa mulai belajar kerja dua hari lagi, sekaligus opening kafe nanti.

Pengantin Flash Sale [END-PART LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang