Sale 3. Bagaimana bisa tegang kalau kamu seperti ini?

220K 20K 1K
                                    

"Ay."

Serentak aku mundur, menyebabkan gelas yang kupegang berderak di meja. Astaga ... Bapak Bara yang sangat budiman, tidak bisa ya jangan buat aku kaget? Sudah tahu aku deg-degan kalau dekat sama dia, belum lagi semalam dia ... ergh, sialan banget.

"Biasa saja dong. Saya suami kamu. Kamu lihat saya seperti saya ini maling lho."

Maling statusku, batinku. Sebentar lagi pasti maling badanku juga. sekarang aku paham lubang apa yang dimaksud orang itu. Pagi tadi, aku membuka pesan dari Naomi yang berisi pernyataan betapa bodohnya aku. Naomi masih mendengarnya dengan baik semua pembicaraanku dengan Bara Budiman tadi malam.

Lubang itu, lubang buat skidipapap, Ay. Kagak bakal dimutilasi, percaya gue deh!

Begitu isi pesannya. Kemarin aku bodoh banget. Mau menikah, tapi aku sama sekali tidak memikirkan bahwa setelah menikah antara suami dan istri pasti skidipapap.

S e k i d i p a p a p.

Aku sampai mau menangis dan tadi malam aku memang sudah menangis seperti orang sinting. Rumahku berhasil kembali, tetapi sekarang nasibku tergadaikan di tangan Pak Bara yang sangat budiman ini.

"Pak—mau apa?" tanyaku terdesak.

"Menurut kamu mau apa?" Dia mengerikan dan licik. Kuraih benda apa pun di meja, tatapi tidak ada apa-apa selain gelas ini. "Pagi-pagi ada yang bangun selain saya lho, Ay."

"A-apa?" tanyaku bingung. Pak Bara senyum miring. Mengerikan sekali. "Ba-bapak mau saya buatkan sarapan? Atau ... jangan mendekat!" teriakku saat dia semakin dekat.

"Saya harus mendekat."

"Saya lempar gelas ke kepala Bapak ya!"

"Kamu mau KDRT di hari kedua jadi istri?"

Tentu saja, ya! Iya kalau dia berani menyentuh kulitku sedikit saja.

"Saya sudah bayar badan kamu ya, Ay."

Akan tetapi itu kan—argh! Badanku langsung lemas. Tidak baik, jangan, Ay. Jangan lakukan apa pun. Ayna ... sudah sah kalau mau skidipapap. Jangan takut. Sudah halal!

"Pak ..." rengekku tertahan. Aku meremas meja, badanku meluruh ke lantai. Ya ampun, tidak tahu apa yang membuat aku takut menyerahkan diri ke Pak Bara. Aku cuma merasa takut dan terancam.

"Jangan sentuh saya," kataku tercicit. Sialnya, lelaki itu malah tertawa di hadapanku. Semalam dia mengancam mau perkosa aku. Itu pasti bohong. Mana ada orang mau perkosa tetapi bilang dulu.

"Kamu menghilangkan nafsu saya," katanya setelah berhenti tertawa. "Padahal enak lho, Ay. Pasti belum pernah, ya?"

Oh, tentu saja.

"Ayo bangun. Jangan begitu," katanya mengulurkan tangan. Segera kusembunyikan tangan ke belakang tubuh. "Atau ...." Sialan. Sekali licik tetap licik! "Kamu mau saya serang di bawah meja?"

"Mesum!" sengitku keras. Pak Bara justru ikut menunduk dan berjongkok di hadapanku. Seketika aku gelagapan. Ough ... jangan main-main di bawah meja, Ayna! Itu mengurangi kebebasan gerakmu!

"Di meja makan juga sensasinya oke sih. Mumpung masih pagi, saya libur ngajar hari ini."

"Pak Bara ...." Aku tidak bisa lagi bergerak.

"Apa Ayna?"

Ya ampun! Seksi sih, suaranya masih berat dan memukau. Namun itu adalah jenis seksi yang mengerikan banget.

"Saya buka baju dulu—"

Kupejamkan mata erat-erat. Lelaki ini kurang ajar banget!

"Atau saya bukain punya kamu dulu?"

Pengantin Flash Sale [END-PART LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang