sale 46. Sarapan kamu saja, boleh enggak?

115K 12.3K 351
                                    

"Jangan nonton itu." Kueratkan pelukan di pinggangnya. Memang nyaman banget, terus, dulu pasti Airin suka peluk gini.

Ish, kenapa harus ingat soal itu, sih, Ayna. Biarlah Airin hidup dengan dirinya dan kamu hidup dengan Bara Budiman. Betul-betul menyebalkan harus ingat Airin di saat romantis seperti ini.

"Nonton apa? Upin Ipin?"

Aku berpikir keras, film apa yang cocok ditonton berdua pagi hari dan masih di atas kasur? Sayangnya aku bukan penggemar film romansa. Pak Bara pun, aku yakin bukan penggemar genre itu. Belum selesai berpikir, tayangan animasi itu sudah berputar.

"Jangan yang itu."

"Ya terus apa?"

"Yang episode lain."

Bukannya menuruti apa mauku, dia malah menyerahkan ponselnya.

"Cari sendiri," katanya. Aku menggeleng keras, malas pegang apa pun, sudah nyaman peluk begini. "Nggak usah nonton kalau gitu."

"Terus mau ngapain?"

"Ya udah, bangun."

Masih pagi banget, dia juga baru pulang dari masjid. Nanti, bekal dan sarapan aku masak yang simpel saja, jadi tidak memakan banyak waktu. Lagian enak banget begini pagi-pagi, bisa membawa energi positif.

Namun keinginanku harus kandas saat ponselnya dia letakkan dan tanganku yang membelit pinggangnya dipaksa untuk lepas. Bibirku maju, belum ada sepuluh menit.

"Ketemu dosen enggak?"

"Enggak."

"Kok enggak?"

"Ya belum selesai."

Dia sudah turun dari kasur. Sepagi ini hanya memakai kaus hitam dan celana pendek, ugh ... gantengnya tiada ampun. Apalagi kalau sudah ambil wudhu, aku suka hilaf buat pegang wajahnya. Namun mana mungkin, bisa-bisa dia ngamuk.

"Jadi di rumah aja?"

Aku menggeleng pasti. "Mau ketemu Ken."

Mataku mengedip cepat mendapati tatapan tajamnya.

"Tadi malam kan, sudah sepakat."

"Jam berapa?"

"Ketemu Ken? Jam sembilan kayanya."

"Habis itu?"

Habis itu ... aku mengulum senyum jumawa. "Mau ke mal," beli lingerie.

"Saya ikut."

"Ikut ke mal?" Jangan-jangan dia mau memilih sendiri lingerie mana yang harus kubeli?

"Ketemu Ken."

O-oh, astaga, Ayna, otakmu sama sekali tidak benar.

"Kan, ngajar."

"Enggak."

Eh? "Nggak berangkat hari ini? Libur?"

"Enggak juga."

Keningku berkerut sebal, dia malah beranjak dari tempat tidur ke lemari, mengambil salah satu setelan kemeja yang kugantung rapi.

"Beneran, lho, Pak. Nggak boleh gitu. Kalau tanggung jawab buat ngajar ya ngajar aja. Aku janji nggak bakal aneh-aneh. Kaya orang daftar kerja gitu, terus langsung pulang."

"Ya iya, kalau aneh-aneh saya yang seret pulang sebelum selesai."

Maksudnya tidak begitu dong, astaga!

"Bapak nggak mau ngajar?"

"Memang nggak ngajar."

"Seriuuus. Bapak, nih, lama-lama aku gigit juga."

Pengantin Flash Sale [END-PART LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang