"Masih belum mau berbaikan dengan saya?"
Aku menoleh dengan malas. Dia menatapku ketika masih berdiri di depan pintu, bersidekap.
"Nggak mau tanya kenapa saya marah?"
Oh ya, tentu saja aku penasaran. Dan menebak-nebak itu sangat menyebalkan karena semua tebakanku adalah hal buruk. Dia masih sangat mencintai Airin sampai tidak bisa mendengar namanya saja disebut, atau ada sesuatu dengan Airin sampai dia tidak rela Airin disebut.
Namun jangan berharap aku akan tanya kalau dia sendiri tidak menjelaskan.
"Ayna ... Ayna," gumamnya dengan kepala bergerak kanan kiri. Aku melengos lagi, menata baju yang baru disetrika ke lemari.
Dia seolah lupa kemarin sudah menampilkan wajah murung karena tidak dapat jatah. Apa kabar rudalnya? Apa masih baik-baik saja atau saat ini sedang menahan sesuatu?
Namun pikiran picikku hilang dalam sekejap saat merasakan tangannya melingkari paha dan dalam sekejap badanku sudah diangkat tinggi.
"Bapak!"
"Diam!"
Aku merengut sebal, tetapi diam sesuai perintahnya. Dia menurunkanku di kasur, memaksaku duduk dengan tenang di atas kasur dan dia duduk di sebelahku.
"Dibilang aku masih haid."
"Memang saya mau apa?" Dia balik bertanya menyebalkan. Aku mendengus pelan, menatapnya dengan berani.
"Terus mau apa?"
Dia malah turun dari kasur, membuka lemari dan mengambil sesuatu dari rak paling atas. Setahuku, di sana tidak ada apa pun selain pakaian yang jarang disentuh. Namun Pak Bara membawa kotak hitam yang diberi gembok kecil dan meletakkan di depanku.
"Kalau saya berjanji melupakan Airin, pasti saya lupakan," katanya dengan nada tegas, yang menurutku ini sebuah penekanan.
"Menurut kamu saya sangat mencintai Airin?"
Dia malah bertanya padaku dengan cara paling aneh. Namun aku tetap menjawabnya, ya.
"Kalau saya sangat mencintai Airin, setelah saya bersama dia puluhan tahun dan tiba-tiba dia pergi meninggalkan saya demi orang lain, saya nggak yakin masih sanggup hidup."
Keningku berkerut-kerut heran mendengarnya. Akan tetapi, puluhan tahun bersama, dan Pak Bara sama sekali tidak menjalin hubungan dengan perempuan lain, dia memang seharusnya jauh dari kata baik-baik saja saat ini. Akan tetapi dia masih baik-baik saja, jadi lelaki penggoda. Terdengar masuk akal.
"Saya memang mencintai Airin, Ayna. Saya mempunyai banyak cinta untuk dia, sebagai sahabat saya, sebagai adik saya, dan terakhir saya berharap bisa sebagai pasangan saya."
Aku memukul pahanya dan melotot. Alih-alih merasakan cemburu karena dia membahas cinta untuk wanita lain, aku lebih merasa kesal atas pikirannya itu. Dia tidak serius pada perempuan seperti Airin, dan kasihan sekali Airin yang hanya dicintai ala kadarnya.
"Nggak punya hati!" makiku dengan berani.
Dia membuang napas. "Bukan begitu juga."
"Aku perempuan, lho. Bapak pikir aku bakal terima ada laki-laki yang bicara begitu?"
"Dengarkan saya dulu, jangan menyimpulkan dari satu kalimat saja."
Dia menahanku bicara lagi dengan agak kesal. Kotak dibuka dengan mudah, dan dari sana, yang aku lihat adalah foto gadis-gadis manis berseragam SMA. Mataku kian melotot.
"Jangan bilang Bapak selingkuh ya!"
"Ayna," sebutnya panjang. "Dengar dulu. Apa perlu saya bungkam mulut kamu supaya saya bisa bicara dengan tenang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Flash Sale [END-PART LENGKAP]
Romantizm❝Dicari! Wanita yang bersedia menjadi pengantin pengganti untuk Bara Budiman, yang akan menikah pada 12 April 2021❞ Kisah ini dimulai saat Ayna Larasati membaca kalimat tersebut dan dengan kewarasan yang tersisa satu sendok, dia mendaftarkan diri me...