Sale 48. Coba pakai parfum dulu

103K 12.2K 288
                                    

Bara Budiman yang kadang budiman dan kadang tidak budiman itu pamit sore tadi. Tentu saja, tanpa membujukku sama sekali. Baiklah, aku juga tidak berharap dibujuk. Salahku sendiri yang sedikit-sedikit merasa kesal, tidak dewasa dan ya, cemburuan. Salahku juga bicara soal Airin, sudah dia peringatkan sejak awal.

Akan tetapi aku penasaran banget. Seharusnya kalau Airin merasa tidak tenang, dia bisa membuangnya saja supaya lupa soal itu. Nah, kalau Airin sampai berpikir memberikannya kepadaku, pasti penting banget. Iya, kan?

Namun di sisi lain aku juga takut Airin punya niat jahat. Bagaimana kalau dia hanya ingin merusak hubunganku dengan Pak Bara? Siapa tahu, namanya manusia. Bisa saja dia menyesal sudah membuang Pak Bara demi lelaki lain yang juntrungnya ke mana saja tidak tahu.

Ough, aku kesal dengan isi pikiran yang selalu buruk seperti ini. Satu-satunya cara untuk tahu niat Airin sesungguhnya adalah bicara dengannya secara langsung. Namun bagaimana? Bara Budiman itu tidak percaya aku bisa bersikap baik pada orang yang tidak aku suka. Kalau tidak bertemu, aku yakin akan terus mengungkit soal Airin dan barang yang ingin dia kembalikan.

Kuembuskan napas. Berat banget mikirin soal Airin. Lagipula mungkin ini jalan untuk menyelesaikan semua masalah dengan Airin. Siapa tahu setelah ini dia betul-betul tidak akan muncul lagi. Atau ... bagaimana kalau aku ajak Pak Bara saja sekalian? Oh! Dia bisa melihatku yang akan menghadapi Airin dengan cara anggun. Dia harus terkesima dan mulai percaya bahwa aku bisa mengontrol emosi sendiri.

Kujentikkan jari semringah. Baiklah, itu lebih baik, sebelum aku sadar bahwa aku juga tidak suka melihat Airin berinteraksi dengan Pak Bara. Ya ampun, pikiranku kenapa jadi ribet banget?

Ketemu saja, minta apa yang ingin dikembalikan Airin, lalu pulang.

Beres!

Kuketuk kening dengan perasaan kesal setengah mati. Jangan cari perkara, Ayna. Jangan ....

Aku mendongak saat merasakan ketukan yang lebih keras di kepala. Ternyata orangnya sudah ada di sana. Kumajukan bibir melihatnya.

"Mau malam malah berendam di kolam. Masuk."

Kutarik tangannya agar ikut duduk. "Belum malam."

Kakiku memang masuk ke air kolam, tetapi hanya sedikit. Bukannya seperti berendam di bath up.

"Aku capek deh, mikirin Airin." Dia diam saja sampai beberapa waktu kemudian. "Yuk, ketemu dia saja. Atau Bapak mau kasih tahu aku aja apa yang mau dibalikin Airin?"

Tatapannya langsung berubah datar. Aku mendesah, kok tidak bisa menahan diri, ya? Setelah merutuki kebodohan yang tidak terkira ini, aku mengangkat kaki dari kolam, sekaligus menarik lengannya agar ikut masuk.

Namun kalau begini terus, perasaanku yang tidak enak. Pikiran buruk, kenapa Pak Bara sampai tidak mau aku tahu soal  itu, jadi muncul.

"Saya beli test pack. Coba cek."

Kubuka bungkusan di meja. Dua buah test pack.

"Sekarang?"

"Tahun depan."

"Kalau tahun depan anaknya udah keluar."

Aku membaca petunjuk penggunaan test pack. "Belum pengin pipis masa suruh pipis?"

"Terserah kamu."

Sinisnya, pengin aku remas deh, terus dimakan.

"Besok pagi aja," balasku acuh, lantas memasukkan test pack itu ke plastik lagi. "Mau ke masjid enggak?"

Dia tidak menjawab, malah mendahuluiku naik tangga. Ya ampun, marahnya karena aku tidak mau cek sekarang atau karena Airin ya? Kugigit bibir, memandangi test pack itu. Hasilnya akan akurat jika ceknya di pagi hari. Mungkin dia betul-betul tidak sabar ingin melihat hasilnya.

Pengantin Flash Sale [END-PART LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang