Sale 4. Ayna Larasati

187K 18.8K 599
                                    

Bara POV


"P-pak."

Saya menoleh ke Ayna. Wajahnya selalu gugup di depan saya. Kadang takut sampai teriak histeris. Sungguh, saya tidak menyangka sudah menikahi gadis seperti ini.

"Kan... di rumah ini banyak kamar kosong."

Benar. Ada empat kalau tidak salah.

"Ke-kenapa aku nggak tidur di kamar lain saja?"

Oh-ha-ha. Tentu saja tidak bisa. Bagaimana saya bisa melakukan pendekatan fisik kalau kami akan tidur terpisah. Saat siang saya akan sibuk mengajar dan Ayna akan sibuk kuliah.

"Oh ya, Ay." Saya ingat sesuatu. Mengabaikan pertanyaan tak masuk akalnya itu. "Berhenti kerja."

"Hem?" Matanya mengerjap lucu. "Tapi kan aku--maksudnya, kenapa harus berhenti kerja?"

"Uang kamu kan sudah banyak." Bukan itu. Jawaban sebenarnya, saya mau dia cepat selesaikan skripsi.

"Tapi kan kerja bukan cuma buat dapat uang."

"Skripsi kamu butuh dikerjakan."

Wajahnya langsung sebal. Namun saya serius. Kuliah di fakultas pendidikan dan dia sudah semester delapan, tetapi skripsi saja belum digarap. Di semester itu, seharusnya Ayna sudah bisa lulus dengan predikat membanggakan.

"Saya masih menikmati masa jadi mahasiswa."

Sontak saya menatapnya tajam. Apa menariknya jadi mahasiswa? "Selesaikan skripsi dan jadi mahasiswa S2 kalau begitu."

"Lagian kenapa Pak Bara tau saya belum skripsian," gerutunya.

Gampang sekali. Dia hanya tidak tahu salah satu sahabatnya adalah kenalan baik saya. Saya jentikkan jari, lalu berdiri. "Kerjakan skripsi kamu suka rela atau saya paksa setiap hari."

"Bapak memang pemaksa!"

Orang bilang, pemaksa sedikit banyak adalah sifat dasar saya.

"Kenapa juga saya harus nurut sama Bapak."

Oh, itu ya.... Saya kembali menatap Ayna yang masih menggerutu di sofa dengan wajah manyun. Dasar otaknya lambat, dungu, bodoh, atau dia memang sepolos perkiraan saya. Paras manisnya membuat saya ingin melakukan beberapa hal. Namun bertahan sebab Ayna akan teriak-teriak nantinya.

"Seharusnya ada kontrak pernikahan."

Langsung saja dahi saya mengerut. Kontrak pernikahan? Namun Ayna menutup mulutnya, balas menatap saya dengan mata menyipit takut.

"Selesaikan cepat-cepat," kata saya.

Saya melanjutkan langkah keluar kamar. Banyak hal yang belum saya bicarakan dengan Ayna. Menunggu waktu yang tepat dan longgar. Paling tidak, kalau Ayna mendebat, saya punya cukup waktu untuk membalasnya. Dia agak keras kepala, kelihatannya seperti itu.

Lagipula, meski menikahi Ayna atas dasar pengganti Airin yang kabur, saya tidak berniat bermain-main dengan janji pada Tuhan.

***

"Pak...."

Mata saya terbuka lagi.

"Hidupkan lampu."

Lampu? "Nggak bisa tidur gelap?"

"Aku mau ke kamar mandi."

Oh. Saya arahkan tangan ke saklar lampu dan seketika ruangan berubah terang benderang. Ayna menyingkap selimutnya dan turun lalu ke kamar mandi. Kemarin saya rela tidur di sofa, tetapi malam ini tentu saya tidak mau lagi. Namun agaknya Ayna sangat tidak nyaman.

Pengantin Flash Sale [END-PART LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang