Sale 43. Calon mama yang baik harus bisa mengendalikan emosi

128K 13.1K 283
                                    

"Hati-hati."

Kutinggalkan satu kecupan basah untuk pipinya, membuatnya terbelalak sesaat sebelum menggeleng pelan. Setelah berpamitan untuk ke sekian kali pagi ini, aku langsung berlari ke mobil Naomi yang sudah terparkir di depan.

"Sampai malam boleh, Ay?" Gia memandangku dengan kedipan lucu. Aku mengedik, dia harus tahu diri bahwa sahabatnya sekarang sudah punya suami. Suami tukang cemburu, posesif dan mesum.

"Yuk, berangkat langsung."

"Ke kafe Ken beneran?" Naomi melirikku tak yakin, yang kubalas dengan anggukan mantap. Ken sudah berjanji akan menunggu di salah satu kafenya. Aku sudah bilang akan datang bersama Naomi dan Gia sekaligus menerima kontrak yang dia janjikan hari lalu.

Tentu saja, ini tanpa sepengetahuan Pak Bara. Aku belum punya keberanian izin bertemu Ken meski bersama Naomi dan Gia. Entah kenapa, aku cuma merasa khawatir. Keinginan untuk bekerja dan mulai memperoleh penghasilan sendiri membuatku memutuskan bertemu Ken.

Jalanan yang padat membuat mobil Naomi bergerak merayap. Weekend begini pasti banyak yang ingin keluar. Untungnya Pak Bara tidak menaruh curiga padaku. Dan pula, ini tidak sepenuhnya berbohong. Kami bertiga memang berencana pergi seharian. Namun pertama aku akan bertemu Ken dulu.

"Ken gimana sekarang, Ay?"

"Gimana apanya?" Aku menatap Gia bingung.

"Ya gimana. Apa makin ganteng, atau gimana?"

"Ya biasa aja. Kaya dulu. Baru beberapa bulan nggak ketemu, ya nggak berubah banyak lah."

"Ih, Ay, dulu kenapa lo nggak jadian sama dia, sih?"

Aku mengedik, bersamaan dengan getaran ponsel di tas. Pesan dari Ken, menanyakan posisiku saat ini.

"Padahal dia ganteng, kaya pula."

"Ya nggak gitu itungannya dong, Gia," kubalas pesan Ken dengan beberapa kata, lalu fokus pada Gia lagi. "Kalau jadian ukurannya cuma dia ganteng dan kaya, ya banyak kali yang lebih-lebih dari Ken."

"Lha iya dulu kenapa sih, nggak jadian sama dia?"

Aku ingat, bahkan ingat sekali. Ken sudah mengajakku pacaran, tetapi suatu hari sebelum dia melakukan itu, kutemukan foto cewek di dompetnya. Sehingga saat dia ingin menjalin hubungan denganku, aku mencecarnya sampai dia berhasil jujur. Cowok gagal move on. Intinya begitu.

Beberapa menit kemudian Naomi menghentikan mobilnya di depan kafe lumayan besar dan cukup ramai milik Ken. Lelaki itu sudah siap dengan kedatangan kami, sehingga dia bisa begitu gesit menyuruh kami duduk di salah satu tempat yang spotnya menarik.

"Ken, itu siapa?"

Aku, Ken dan Naomi serentak menoleh ke arah yang ditunjuk Gia. Lelaki dengan pakaian ala chef, bibirku menipis.

"Ganjen banget."

"Namanya usaha cari calon imam, Ay. Lo mah, udah ada. Nggak ribut mikirin 'besok siapa yang mau nikah sama gue?'."

"Memang?" Ken menatapku dengan dahi berkerut. "Udah ada calon imam?"

Nah kan, dia belum tahu. Naomi yang menimpali agak sinis, "Ya elah. Makanya jangan cuma nyari duit, temen nikah sampai nggak tau lo."

"Ayna udah nikah?"

Dia menatapku tak percaya, kubalas dengan senyuman ringan. "Udah hamil malah."

"Serius?!"

Oh, aku salah jawab sampai Gia dan Naomi mengeluarkan suara sekeras itu. Bibirku meringis tak enak, lalu menggeleng.

"Cuma perkiraan. Gue gemukan, enggak?"

Pengantin Flash Sale [END-PART LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang