Setelah mengambil koper tadi, Zi langsung masuk dengan mulut yang terus berkomat-kamit. Daritadi ia terus mendumel karena Fatih yang memegang sapu tangannya sembarangan.
Jika saja Zi tahu yang menemukan sapu tangannya adalah Fatih, entah apa reaksinya. Masalahnya, semenjak sapu tangannya hilang, Zi sudah seperti cacing kepanasan. Apalagi ia terus mengoceh tidak jelas dan membuat kedua orangtuanya jengah untuk menatapnya.
Sapu tangan itu sangat berarti bagi Zi karena sapu tangan itu dibuat khusus oleh seseorang hanya untuk Zi. Orang itu membuat sapu tangan sampai begadang semalaman hanya untuk membuat sapu tangan yang Zi inginkan.
Rasanya Zi ingin menangis saja saat mengingat kenangan indah dulu. Sebelum seseorang yang sangat ia sayang pergi meninggalkannya untuk selamanya.
Zi merebahkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamar. Air matanya langsung turun tanpa seizinnya. Untung saja Eca dan Ica tidak ada didalam kamar.
"Chyra kangen. Andaikan dulu kamu gak melakukan hal itu dan mengorbankan nyawa kamu." Gumam Zi pelan.
Yang ada dipikirannya adalah, apakah ia bisa mengulangi waktu seperti dulu? Rasanya hidupnya hampa tanpa kehadiran seseorang itu. Sosok yang sangat amat berharga bagi Zi.
Yang bisa Zi lakukan adalah mendoakan dia. Setiap hari Zi mendoakan sosok yang ia anggap seperti pahlawan.
Mengingat itu, Zi jadi teringat dengan sepupu perempuannya yang ada di luar negeri. Semenjak sepupunya pindah, Zi kesepian tidak ada teman. Tidak ada teman untuk diajak menghafal bersama, tidak ada teman untuk diajak ke Panti. Rasanya ia benar-benar kesepian.
Cklek
Pintu dibuka membuat atensi Zi teralihkan.
"Assalamualaikum."
Zi langsung bangkit. "Waalaikumsalam."
"Kalian darimana aja? Gue nunggu daritadi juga?" Kesal Zi.
"Kita habis dari belakang. Memangnya kenapa?" Tanya Ica.
"Ini barang gue mau taruh di mana?"
Eca menunjuk satu lemari yang lumayan besar. "Baju kamu taruh disana." Ia berjalan menuju sebuah meja. "Ini meja kamu."
Zi mengangguk paham dan mulai menata barang-barangnya.
"Kamu dekat banget ya sama Ning Fatin?" Tanya Eca.
"Ning Fatin? Maksud Lo kak Fatin?"
"Iya. Tapi harusnya kamu manggilnya 'Ning'."
Zi memberhentikan kegiatannya. "Emangnya kenapa? Kan dia bukan orang Sunda?"
Eca dan Ica menepuk jidat mereka. Gini nih punya temen anak kota. "Ning, bukan Neng. Ning itu panggilan untuk putri Kyai." Jawab Eca.
"Kalau Gus itu panggilan untuk putra Kyai. Jadi kalau kamu bertemu dengan putra pemilik Pesantren ini, kamu manggilnya Gus." Tambahnya.
Zi memangut paham. Lalu ingatannya kembali saat ia memanggil Fatih dengan sebutan 'om'. Apakah ia sudah tidak sopan memanggil seperti itu. Tapikan dia tadi berbicara sopan, meskipun diakhir dia sempat menaikkan nada bicaranya.
Ia meringis pelan. Semoga saja ia tidak dipertemukan lagi dengan orang semacam Fatih.
Tamatlah riwayat mu Zi
.
.
.
Malam hari setelah Sholat Isya adalah waktu makan malam di Pesantren. Saat ini Zi dan kedua temannya berjalan menuju tempat biasa Santri makan. Semua orang langsung mengalihkan pandangannya pada Zi.
KAMU SEDANG MEMBACA
COLD & SENGKLEK GUS (END)
Teen FictionKomedi - romance (Saran aja, baca GUS & NING dulu biar tahu alurnya) Seorang gadis kota harus masuk Pesantren di keluarga Fatih karena perintah orangtuanya. Baru saja menginjakkan kakinya disana, gadis itu bertemu dengan Fatih. Fatih yang tak senga...