Hari ini Pesantren kembali melakukan kerja bakti yang dilakukan setiap bulan.
Suasana Pesantren terasa sangat tenang dan damai. Alasannya karena Vini sudah tidak ada disana lagi. Setelah kejadian kemarin, Raka langsung mengurus kasus Vini setelah berbicara dengan Fathan.
Tapi disisi lain, suasana tegang juga muncul membuat semua Santri merinding. Raka mengawasi Santri. Setiap melakukan kesalahan sedikit saja, langsung kena omongan pedas dari mulut Raka.
Bagi mereka, Raka adalah orang yang menakutkan. Suara dan tatapan tajamnya yang menusuk membuat siapa saja langsung mengalihkan pandangannya.
Raka itu suka mencari kesalahan orang, meski secuil. Melihat sebutir debu yang menempel, Raka mengoceh panjang lebar.
"Itu jendela masih banyak debu, mata anda rabun sampai tidak bisa melihatnya?"
"Potong yang benar!"
"Punya tangan, kan? Pegang sapu saja tidak bisa."
"Itu kenapa rumput masih panjang?"
Begitulah kira-kira. Raka terus mengomel panjang lebar jika ada yang menurutnya tidak sesuai. Satu debu yang menempel, rumput kepanjangan satu cm, dan masih banyak lagi.
Semua Santri mengeluh dalam hati. Mereka sudah lelah dan tak kuat mendengar kritikan pedas yang dilontarkan Raka.
Mengapa Raka harus datang kesini?
Eca yang biasanya tidak pernah membuat kesalahan, juga kena Omelan Raka. Raka bilang, lantai yang di pel oleh Eca masih kotor, padahal jelas-jelas lantainya kinclong bersih. Entahlah bagaimana definisi bersih menurut Raka.
Zi yang tengah berjalan untuk membuang kantong sampah terus menggerutu. Gadis itu masih mengingat jelas bagaimana Raka yang mengomeli semua Santri.
"Beneran gue kesel banget sama tuh orang. Bisa-bisanya se-Pesantren kena Omelan tuh orang." Gerutu Zi.
Jika dibandingkan dengan Fatih, sifat Raka yang paling bikin kezel. Sikap dingin dan kejam Raka melebihi Fatih. Tapi ketampanan masih tetap lebih unggul.
Eh? Kenapa jadi ke Fatih?
Zi menggeleng-gelengkan kepalanya menepis pikiran seperti itu.
"Gue udah gila kali ya, mikirin tuh orang tengil."
Setelah membuang sampahnya, Zi segera kembali. Namun saat di jalan, seseorang menghadang jalannya.
"Mau ngapain lagi sih?" Tanya Zi malas.
"Salam dulu." Peringat Fatih.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
"Ngapain kesini?" Ketus Zi.
Fatih diam tak menjawab membuat Zi semakin kesal. Tangannya mengepal kuat. Wajahnya datar dan memerah. Melihat itu Fatih mengira Zi blushing karena keberadaannya.
"Cie... wajahnya merah. Blushing, ya? Saya tau saya ganteng, makanya kamu malu sampe wajahnya merah."
Ya salam.
Kenapa dulu ayahnya memilih Pesantren ini? Jika saja ayahnya memilih Pesantren lain, pasti dia tidak akan di hadapkan dengan makhluk seperti Fatih.
"Gus, bisa gak sih, sehari aja jangan bikin saja kesel. Saya tuh ka--"
"Gak bisa." Potong Fatih.
Membuat Zi kesal adalah hal menyenangkan baginya. Sepertinya, sifat Fathan perlahan menurun kepadanya.
"Serah Lo aja deh." Ucap Zi kesal dan langsung pergi.
Fatih memandang punggung Zi yang semakin jauh. Ingin rasanya dia melamar Zi, tapi dia takut ditolak. Mentalnya masih belum siap.
Dia ingin seperti Raka yang langsung mengajak Mira menikah seperti tanpa beban. Raka terlihat yakin dengan ucapannya. Raka tidak takut akan penolakan dari Mira.
"Bang!"
"Hello Kitty kesayangan ku!" Latah Fatih.
Dia menghadap ke belakan lalu menghela nafas lega. Ternyata yang memanggilnya itu Raka. Untung saja, karena jika orang lain dia akan malu. Tahu saja kan tadi dia latahnya seperti apa.
Raka yang mendengar itu menatap Fatih datar. Ternyata pria yang lebih tua darinya itu masih suka dengan Hello Kitty.
"Laki apa bukan, sih? Kok suka Hello Kitty?"
Fatih bisa mendengar jika itu sebuah ejekan. Memang apa salahnya jika dirinya suka dengan Hello Kitty. Tidak ada peraturannya kan seorang Fatih dilarang suka dengan Hello Kitty. Sungguh jahat orang yang menghina Hello Kitty miliknya.
"Suka-suka lah, ngapain situ protes." Sinis Fatih.
Raka memutar bola matanya malas. Bagaimana bisa anak sahabat ibunya seperti itu. Sangar diluar Hello Kitty didalam.
"Tadi gebetan Lo kan, bang?" Tebak Raka.
"Sok tau." Jawab Fatih meskipun mengiyakan di hati.
"Gak usah ngeles deh. Gue tau dia tau gebetan Lo. Lo aja gak pernah tuh Deket sama cewek selain Tante Aisy sama Fatin."
"Kalo tau ngapain tanya Bambang?" Kesal Fatih.
"Nanya doang kali. Lagian dia itu saudaranya cewek yang gue ajak nikah kemarin bukan?"
"Hm. Kalo gak salah namanya Mira."
"Gebetan Lo?"
Fatih menoyor kepala Raka. "Cewek yang situ ajak nikah."
Raka membulatkan mulutnya.
"Terus gebetan Lo tadi namanya siapa?" Tanya Raka penasaran.
"Zi. Tapi gue pengen banget manggil dia Chyra."
"Chyra?" Fatih mengangguk.
"Dulu, sapu tangan dia jatuh, Abang yang nemuin. Sapu tangan itu ada tulisan nama Chyra." Jelas Fatih.
"Bisa jadi Chyra itu panggilan kesayangan cowo lain untuk Zi." Celetuk Raka.
Fatih yang mendengar itu mengeraskan rahangnya. "Maksudnya?"
"Selama ini, Lo gak tau kehidupan asli Zi. Bisa jadi, dia punya masa lalu. Maksudnya, cowok gitu. Dan sapu tangan itu dari si cowok."
Dapat Raka lihat, sorot mata Fatih menajam. Rahangnya mengeras. Tangannya mengepal kuat, bahkan ototnya sampai terlihat dengan jelas.
"Gue bukan maksud manas-manasin. Cepet lamar dia kalo gak mau keduluan. Masalah diterima atau ditolak, urusan belakangan. Yang penting Lo udah usaha. Gue pergi. Assalamualaikum."
Setelah Raka pergi, Fatih mengusap wajahnya kasar. Dia tidak pernah berpikir sejauh itu. Dia memang tidak tahu bagaimana kehidupan Zi dulu. Bisa jadi, Zi mempunyai masa lalu yang tidak ia ketahui.
Dia harus melamar Zi secepatnya. Tapi jika Fathan sudah pulang. Tadi pagi Fathan pergi ke luar kota karena ada urusan yang mengharuskannya pergi selama tiga hari.
"Tunggu saya, Zi."
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
COLD & SENGKLEK GUS (END)
Ficção AdolescenteKomedi - romance (Saran aja, baca GUS & NING dulu biar tahu alurnya) Seorang gadis kota harus masuk Pesantren di keluarga Fatih karena perintah orangtuanya. Baru saja menginjakkan kakinya disana, gadis itu bertemu dengan Fatih. Fatih yang tak senga...