Tak terasa kini baby Iyan sudah berusia tujuh bulan. Bayi itu sudah bisa berguling-guling, telungkup, dan sudah bisa berbicara meskipun hanya berbicara mah, dan ya.
Awalnya Zi dan Fatih terkejut. Saat mereka berdebat kecil, justru baby Iyan mengucapkan satu kata yang membuat mereka terharu.
M-ma
Kata itu, kata yang pertama kali baby Iyan ucapkan, membuat hati keduanya menghangat. Lalu kemudian setelah beberapa saat, baby Iyan kembali mengucapkan satu kata.
Y-yah
Walaupun pengucapan masih terbata, mereka berdua bisa memakluminya. Hari ke hari baby Iyan sudah lancar jika mengucapkan mah dan ya.
Baby Iyan juga sudah boleh makan makanan selain ASI. Zi memberikan putranya makan buah dan sayur yang dihaluskan. Terkadang Zi juga memberikan anaknya daging yang sudah benar-benar halus.
Seperti saat ini. Ibu dan anak itu tengah berada di ruang makan dengan sang anak yang duduk di kursi khusus bayi. Siang-siang begini biasanya Zi memberikan putranya buah atau sayuran yang sudah dihaluskan.
"Aaa..."
Baby Iyan membuka mulutnya lebar-lebar. Bayi itu bertepuk tangan ketika suapan pertama masuk ke mulutnya.
"Lahap banget anak Umma. Pesawat masuk lagi...Aaa..."
Baby Iyan kembali membuka mulutnya lebar-lebar dan menerima suapan itu. Bersamaan dengan itu sesuatu berbunyi dari badannya.
Zi tertawa melihat putranya yang terkejut dengan suara aneh itu. Padahal dia yang kentut, tapi dia sendiri yang juga kaget.
"Apa, nak? Iyan buang angin, ya?"
Baby Iyan menatap ibunya polos, kemudian bayi itu kembali bertepuk tangan senang.
Zi menggendong putranya dan mencium pipi gembul itu. Baby Iyan tertawa senang. Jika saja orang lain melihat baby Iyan tertawa, pasti mereka akan mimisan.
Memang baby Iyan tidak pernah tersenyum kepada orang selain kepada orangtuanya. Bahkan dengan kakek nenek dan aunty uncle pun baby Iyan jarang tertawa.
Zi sampai heran sendiri dengan putranya. Mungkin sifat baby Iyan menurun dari Fatih.
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam..."
Zi menghampiri dan mencium tangan suaminya, begitu juga dengan Fatih yang mencium kening istrinya. Fatih beralih menggendong putranya.
"Tumben udah pulang jam segini?"
Fatih melirik jam dinding yang menunjukkan pukul setengah dua belas siang. "Mas emang gak ada jadwal ngajar lagi, makanya mending pulang."
Zi mengangguk paham. Kemudian ia teringat dengan kondisi seseorang.
"Mas, dia gimana kondisinya?"
"Masih sama," jawab Fatih.
Pria itu menghela nafas lesu. Semenjak kejadian di mana Mira kecelakaan dan dinyatakan meninggal, kondisi Raka terbilang cukup parah. Andy bilang fisik Raka sehat, tapi mentalnya yang tak sehat.
Raka sering berbicara entah dengan siapa. Tapi pria itu sering menyebut nama Mira. Kadang tertawa, menangis, lalu marah. Seperti itulah gambaran kondisi Raka sekarang.
"Antara kasian sama puas, sih. Kasian sama kondisinya, tapi puas karena Raka udah dapat balasan yang setimpal," ucap Zi.
"Gak boleh ngomong gitu," tegur Fatih.
Zi menyengir dan mencium pipi Fatih. "Maaf, lagian kesel sama Raka kiwil. Gak cukup apa sama Mira? Malah nungguin mantannya."
"Mas aja gak tau kalau Raka pernah pacaran. Makanya waktu tau kejadian itu, kita kaget banget. Gak nyangka aja, apalagi Mama Amel."
"Sekarang kita berdoa, semoga kedepannya baik-baik saja."
"Aamiin..."
.
.
.
Hahaha hihihi hehehe dung dung dung
Hahaha hihihi hehehe dung dung dung
Huwa!!!
Zi yang tengah memasak untuk makan malam langsung mematikan kompornya. Wanita itu berlari tergesa-gesa ke ruang tengah.
"Ya Allah mas, Iyan kamu apain?"
Zi mengambil alih baby Iyan dari gendongan Fatih. Ia menyusui baby Iyan.
"Aku gak apa-apain, kok. Setelah dengerin ini, Iyan langsung nangis."
Kening Zi mengkerut. "Dengerin apa?"
Fatih kembali menyetel video yang ada di Instagram.
Hahaha hihihi hehehe dung dung dung dung dung dung
Baby Iyan kembali menangis, namun kali ini tangisannya lebih kencang. Bayi itu mencengkeram erat baju yang dipakai ibunya.
"Matiin videonya," ucap Zi panik. Wanita itu menepuk-nepuk punggung baby Iyan.
"Itu video apaan sih, kok bisa Iyan sampai nangis kejer cuma gara-gara dengerin itu," dumel Zi.
"Cewek lagi latihan nyanyi kali."
"Cuma latihan doang kok bisa Iyan nangis?"
Fatih mengedikkan bahunya tak tahu. "Mas aja baru tau videonya."
Pria itu melempar ponselnya ke sembarang arah. Ia beralih menggendong baby Iyan yang masih menyusu. Dalam hatinya ia mendumel, enak saja anaknya bisa menang banyak, sedangkan dirinya saja mau minta langsung di gebukin.
"Kita jalan-jalan aja, ya?"
Baby Iyan memberontak. Kesal karena tenaga Fatih yang terlalu kuat, bayi itu menampol wajah Abuya-nya.
Zi tertawa gemas dengan tingkah anaknya. "Gak boleh gitu, sayang. Masa Abuya di tampol."
"Tau. Main nampol wajah orang aja, di kira gak sakit apa?" ucap Fatih sinis.
"Kamu juga mas, gendong Iyan udah kayak mau nyekek anaknya sendiri."
Baby Iyan tertawa dan bertepuk tangan senang melihat Zi yang membelanya. Di sini memang Fatih kan yang salah, jadi sudah sepatutnya baby Iyan dibela.
"Iya, maaf," ucap Fatih pelan.
Zi mengambil alih gendongan baby Iyan. Wanita itu juga menggandeng tangan suaminya menuju meja makan.
"Yuk, makan."
.
.
.
TBC.
![](https://img.wattpad.com/cover/269741501-288-k51388.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
COLD & SENGKLEK GUS (END)
Ficção AdolescenteKomedi - romance (Saran aja, baca GUS & NING dulu biar tahu alurnya) Seorang gadis kota harus masuk Pesantren di keluarga Fatih karena perintah orangtuanya. Baru saja menginjakkan kakinya disana, gadis itu bertemu dengan Fatih. Fatih yang tak senga...