04. Hari Pertama

37.9K 4.7K 64
                                    

Hari ini adalah hari yang Zi tunggu-tunggu, yaitu menjadi Santriwati baru. Ia terlihat sangat semangat bahkan saat jam enam ia sudah. Seragam baru, tas baru yang pastinya dengan harga fantastis. Jangan lupakan dengan sepatu hitam yang sangat mengkilap.

Ia hanya perlu menunggu Eca dan Ica yang tengah bersiap-siap. Setelah dirasa siap mereka bertiga menuju kelas mereka. Kebetulan Zi sekelas dengan mereka berdua, jadi ia tidak kesepian. Mereka bertiga langsung masuk kelas.

"ASSALAMUALAIKUM SAUDARIKU! YUHU! ZI YANG CANTIK JELITA DATANG NIH!!"

Semua yang ada di kelas menoleh kearah pintu dan melihat Zi yang tengah menyengir lebar.

"Dijawab dong semua. Gak jawab dosa."

"Waalaikumsalam."

Zi mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan yang tampak sudah cukup ramai. Ia mencari-cari bangku yang kosong dan hanya tersisa tiga bangku. Lalu ia berjalan ke salah satu bangku.

"Ini bangkunya gak ada yang nempatin kan?" Tanyanya.

"Enggak ada kok."

"Berarti gue bolehlah duduk disini. Bolehlah. Bolehlah dong, masa enggak?"

Mereka semua tertawa dengan omongan Zi barusan. Zi duduk di bangku dan mengeluarkan novel dari tasnya. Rata-rata novel yang Zi miliki ber-genre islami, jadi tidak masalah untuk dibawa ke Pesantren.

Tak lama bel berbunyi dan bertepatan pula dengan seorang pria tampan yang baru masuk. Kelas yang awalnya sedikit ramai seketika menjadi hening saat mengetahui siapa yang masuk. Siapa lagi kalau bukan Putra sulung Fathan dan Aisy, Fatih.

Mata tajamnya menelisik setiap sudut kelas. Lalu tatapannya tertuju kepada gadis yang berhasil membuat dirinya tersenyum dan jatuh hati. Ia menyeringai samar.

Seperti biasanya. Mereka berdoa dengan dipimpin oleh ketua kelas. Lalu setelah itu mereka membaca Asmaul Husna yang dilakukan setiap ingin melakukan pembelajaran.

"Kamu silahkan maju ke depan! Perkenalkan nama kamu!" Perintah Fatih dengan tegas.

Perintah itu Fatih tujukan kepada Zi, sedangkan Zi masih belum ngeh dan dengan santainya masih duduk manis di bangkunya. Ia masih belum menyadari jika Fatih menatapnya dengan tajam.

Zi yang merasa diperhatikan oleh seluruh orang yang berada di kelas mengangkat satu alisnya sebelah. "Kenapa?" Tanyanya dengan polos.

"Kamu di suruh maju ke depan sama Gus Fatih." Bisik Santriwati yang di belakang Zi.

Sontak Zi melihat kearah Fatih yang kebetulan sedang menatapnya dengan tajam. Zi meringis pelan dan tersenyum canggung.

"Maju!" Perintah Fatih yang langsung dilakukan oleh Zi.

Zi menghadap ke semua teman kelasnya dan tersenyum lebar. "Assalamualaikum semuanya. Nama gue Balqis Chyra Zi Hanif. Panggilannya Zi. Salken semua." Ucapnya ceria.

"Ada yang ditanyakan?" Tanya Fatih setia dengan wajah datarnya.

Salah satu dari mereka mengangkat tangannya. "Umur kamu berapa?"

"Masih muda kok. 17 tahun otw 18."

"Kamu tinggal di daerah mana?"

"Di Jakarta Selatan. Kenapa? Mau main?" Tanya Zi.

"Enggak kok. Cuma nanya." Jawab Santriwati tersebut.

Sebelum Zi bicara, Fatih memotongnya lebih dulu.

"Tidak ada yang mau ditanyakan lagi. Silahkan kamu duduk!" Perintahnya.

"Iya. Permisi Gus." Jawab Zi dengan senyum paksa.

Deg

Jantung Fatih berdetak lebih kencang melihat senyuman Zi meskipun terkesan terpaksa, namun tak membuat kecantikan Zi berkurang. Fatih menggelengkan kepalanya sambil beristighfar dalam hati.

"Buka buku paket halaman 109." Ucap Fatih.

Pria itu mulai menjelaskan pelajaran dengan detail. Zi yang biasanya suka dengan pelajaran Matematika menjadi sedikit bosan. Itu karena Fatih mengajar dengan wajah datar yang setia ada di wajah tampannya.

Berbeda dengan kebanyakan Santriwati lain yang lebih bersemangat. Tapi mereka bukan fokus pada materi yang disampaikan, melainkan menikmati ciptaan Tuhan yang indah di depan mata.

"Ada yang perlu ditanyakan?"

Zi mengangkat tangannya.

"Gus bisa gak senyum dikit gitu? Kan jadi bosen daritadi gara-gara liat wajah datar Gus. Saya aja sampe gak bisa bedain mana wajah Gus Fatih sama tembok." Ucap Zi.

Seisi kelas mati-matian menahan tawanya agar tidak terkena amarah Fatih yang siap meledak. Terlihat dari wajah pria itu yang memerah.

Zi yang sadar dengan ucapannya langsung menepuk bibirnya berkali-kali.

'Bego banget Lo Zi' rutuknya dalam hati.

Zi menatap Fatih yang terlihat marah. "Maaf Gus." Ucapnya pelan dengan kepala menunduk.

Fatih menghembuskan nafasnya mencoba mengatur emosinya. "Kerjakan halaman 118-131 kumpulkan di meja Zi. Dan kamu Zi, bawa ke ruangan saya. Sendiri."

Setelah itu Fatih pergi tanpa sepatah katapun. Ia sudah terlanjur kesal dengan ucapan Zi tadi. Meskipun yang diucapkan memang benar.

Kakinya melangkah menuju ruang pribadinya. Ruangan yang didesain oleh Aisy sendiri untuk dirinya. Tidak luas. Tapi cukup nyaman untuk menenangkan pikiran. Terdapat foto keluarga di meja yang membuat hati Fatih tenang.

.

.

.

Seperti yang dikatakan Fatih tadi, Zi membawa semua tugas sekelas ke ruangan Fatih. Dengan susah payahnya Zi membawa semua buku itu sendiri. Dia terus mengumpat dan menyumpah serapahi Fatih tanpa mempedulikan siapapun yang mendengarnya.

Sesampainya di depan ruangan Fatih, Zi ragu untuk mengetuk pintu atau tidak. Sebenarnya ia masih takut dengan wajah datar Fatih yang terlihat sangat menyeramkan seperti preman dijalanan. Zi juga heran, mengapa seluruh Santriwati disini tergila-gila dengan ketampanan Fatih. Padahal menurutnya Fatih itu biasa saja. Masih kalah tampan dengan Habib dan Ustadz muda yang Zi sering lihat di YouTube.

"Rileks Zi. Lo harus buka nih pintu." Gumam Zi.

Saat ingin membuka pintu, tiba-tiba pintu dibuka oleh Fatih. Zi yang kaget langsung menjatuhkan semua buku yang ada ditangannya tadi dan menimpa kakinya.

Zi langsung mengambil semua buku itu, sedangkan Fatih menatap Zi datar tanpa berniat membantu sedikitpun. Lagipula Zi juga tidak mengharapkan untuk dibantu.

"Lain kali hati-hati." Ucap Fatih.

"Bukannya gitu. Saya kaget karena liat wajah Gus yang serem." Balas Zi.

Fatih melototkan matanya. Zi yang tersadar tersenyum canggung pada Fatih. Dalam hatinya ia sudah merutuki mulutnya yang terlalu jujur bicara.

"Maaf Gus." Ucap Zi.

Fatih membuka pintunya selebar mungkin.

"Masuk!"

Zi langsung masuk dan meletakkan buku di meja Fatih tanpa disuruh. Tangannya sudah pegal. Setelah itu ia buru-buru keluar dari ruangan Fatih. Padahal Fatih sudah memanggilnya berkali-kali. Tapi ia menulikan pendengarannya dan berlari menuju kelasnya.

"Bodo amat kalo tuh orang ngamuk." Gumam Zi.

.

.

.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Maaf ya kalau aku update kelamaan. Soalnya aku sibuk ada ujian. Ditambah lagi aku sempet sakit.

Jadi, jangan lupa tinggalkan jejak.

COLD & SENGKLEK GUS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang