"Astagfirullah!! Iyan, kamu kok bisa di dalam kulkas, le?"
Aisy berlari menghampiri cucunya yang ada di dalam kulkas. Entah bagaimana bayi berusia delapan bulan yang belajar merangkak itu menatap neneknya bingung.
Ia menggendong sang cucu yang sudah keadaan sangat kotor. Susu kotak yang bocor karena tertindih tubuh gembul bayi itu, lalu noda coklat di hampir seluruh wajahnya.
"Kamu kok bisa, sih, ada di dalam kulkas. Kamu aja baru belajar merangkak, masa iya kamu bisa kulkasnya," dumel Aisy.
"Ada apa, Umi?"
Aisy berbalik. "Nih, lihat cucu mas, udah ganteng malah jadi begini."
Fathan tertawa terbahak-bahak melihat wajah sang cucu. "Kok bisa, sih?"
"Gak tau. Lagian gak mungkin Iyan bisa buka kulkas," balas Aisy.
"Gima--"
Fahri mengerjapkan matanya melihat Abi dan Uminya. Lalu tatapannya tertuju pada keponakannya yang sudah cemong dan kotor.
Duh, kenapa bisa begini, sih? batin Fahri.
Yah, yang membawa baby Iyan ke kulkas adalah Fahri. Pria itu niatnya ingin memotret keponakannya dengan kamera barunya. Ia ingin memotret baby Iyan dengan pose bayi itu berada di dalam kulkas. Tapi di luar dugaan, bayi itu malah membuat kekacauan.
"Ngapain kamu? Jangan bilang kamu yang taruh Iyan di dalam kulkas," tuduh Aisy.
"Umi kalau ngomong." Fahri menjeda ucapannya. "Suka bener aja."
Aisy dan Fathan hanya bisa bersabar. Anaknya yang satu ini memang sangat suka membuat keributan. Seperti hal kesukaannya, Saya suka keributan.
"Kamu beresin semuanya. Umi gak mau tau, harus bersih kinclong. Kalau masih kotor, awas aja, uang jajan kamu dipotong," ancam Aisy.
Fahri hanya bisa pasrah. "Iya, Umi."
Fatin yang melihat Fahri mendapat siraman qolbu tertawa cekikikan. Senang rasanya jika melihat saudara di marahi, ada sensasi tersendiri baginya. Ada yang sama?
.
.
.
Setelah kejadian di mana Iyan membuat kekacauan, Aisy kembali memandikan anak Zi dan Fatih itu. Dalam hatinya ia terheran-heran. Cucunya ini belum satu tahun sudah sering membuat orang beristighfar.
Pernah dulu saat ada acara tetangga, Aisy dan Zi membantu tetangga tersebut. Aisy mengajak Iyan karena tidak ada yang mengurus. Fatih mengajar, Fathan ada urusan, sedangkan si kembar ada jadwal kuliah.
Mereka kira Iyan anteng seperti biasanya. Tapi ternyata salah, semenjak bayi itu belajar merangkak, bayi itu sangat aktif dan tidak bisa diam.
Kebetulan saat itu ada air kobokan di dekat Iyan. Iyan yang penasaran mendekati air kobokan itu dengan susah payahnya. Sampai saat sudah melihat, Iyan meminum air kobokan itu membuat Aisy yang melihat menjerit kaget.
Tak sampai disitu saja. Beberapa hari yang lalu Fathan dan Fahri mengajak Iyan bermain di taman belakang dekat dengan kolam ikan.
Di dekat kolam ada ember yang berisikan ikan-ikan kecil yang akan di ceburkan ke kolam ikan. Iyan yang penasaran mendekati ember tersebut. Tidak ada yang tahu karena Fathan fan Fahri sibuk bercerita sampai lupa jika ada Iyan di dekat mereka.
Iyan yang sudah di dekat ember langsung mendorong ember itu sampai ikan-ikan kecil meloncat-loncat. Iyan mengambil satu ikan itu dan memegangnya erat sampai ikan itu mati karena tak bisa bernafas.
"Kamu itu sebenarnya anak siapa, sih, nak?"
Baby Iyan menatap neneknya bingung. Memangnya anak siapa lagi kalau bukan anak Fatih dan Zi, bibit-bibit unggul Fatih.
"Sekarang kita keluar, yuk! Lihat orang-orang persiapan."
Aisy menggendong baby Iyan keluar. Hari ini Pesantren terlihat sangat sibuk karena nanti malam ada acara wisuda kelulusan dan wisuda Tahfiz Qur'an.
Zi dan Fatih juga ikut andil dalam acara malam ini. Aisy tidak ikut karena, ekhem, faktor umur. Itu sebabnya baby Iyan bersama Aisy full day.
Baby Iyan menunjuk Zi. Bayi itu memberontak dan ingin digendong ibunya.
"Jangan dulu, ya? Umma lagi sibuk, nanti habis Maghrib Iyan bisa sama Umma lagi," bujuk Aisy.
Seolah mengerti, baby Iyan kembali anteng. Tapi bayi itu menunjuk keluar gerbang yang terdapat banyak orang berjualan mainan. Aisy yang memang kebetulan membawa uang pun menuruti kemauan sang cucu.
"Iyan mau mainan yang ini, iya?"
Aisy mengambil mainan yang tadi di tunjuk cucunya. "Pinten niki, Bu?"
"Selangkung ewu, Bu."
"Niki nggeh, Bu, yetra ne."
"Matur nuwun, Bu."
"Sami-sami."
Baby Iyan bertepuk tangan senang ketika neneknya membeli mainan yang ia inginkan.
"Sekarang kita keliling lagi, ya. Lihat-lihat persiapan, sekalian sama jalan-jalan."
Oeh
"Apa nak? Iya, itu Umma Iyan, ya? Umma lagi sibuk sama Abuya, jadi nanti aja Iyan ikut."
Baby Iyan kembali memainkan mainannya. Aisy duduk di sofa yang baru saja di tata rapi. Tenang, tak akan ada yang berani menegurnya.
"Assalamualaikum, Umi."
"Waalaikumsalam."
Zi duduk di samping putranya yang tengah bermain dengan mainan barunya. Wanita itu terlihat sangat lelah karena dari pagi jalan kesana-kemari.
"Capek, nak?"
"Lumayan, Umi. Tapi liat Iyan udah gak capek lagi."
Zi menoel pipi gembul putranya, membuat bayi itu menoleh. "Asik banget, nih, bang. Main apa, sih?"
Baby Iyan mengangkat mainannya dan mengoceh tidak jelas.
"Mbah Uti beliin Iyan mainan, iya? Jangan minta mainan lagi, nak. Mainan kamu di rumah udah menggunung."
"Gak apa, Zi. Umi juga pengen beliin Iyan mainan, biar bukan Fatih aja," ucap Aisy menjelaskan.
Ia terkadang kesal dengan anak sulungnya. Anaknya yang satu itu selalu melarang siapapun untuk membelikan mainan untuk Iyan, katanya biar mainannya gak numpuk. Tapi malah hampir seminggu sekali Fatih membelikan mainan untuk Iyan. Alhasil sekarang mainan Iyan menumpuk, bahkan Zi sendiri bingung membereskan mainan Iyan dimana.
"Aku mah boleh aja, Umi. Tapi jangan sering-sering beliin Iyan mainan, mainan dia di rumah aja udah numpuk. Sampai bingung aku beresin semuanya dimana."
"Iya, gak janji tapi."
.
.
.
TBC.
Dah segini dulu, aing mau nonton bola.
Bhabhay... assalamualaikum
KAMU SEDANG MEMBACA
COLD & SENGKLEK GUS (END)
Ficção AdolescenteKomedi - romance (Saran aja, baca GUS & NING dulu biar tahu alurnya) Seorang gadis kota harus masuk Pesantren di keluarga Fatih karena perintah orangtuanya. Baru saja menginjakkan kakinya disana, gadis itu bertemu dengan Fatih. Fatih yang tak senga...