Assalamualaikum gengs...
Btw ini adalah part yang kalian tunggu tunggu!!
Ada yang bisa tebak?
Ayo baca!!
Happy Reading!!
.
.
.
Fatih mencium kening Zi. Tepat pukul dua belas malam tadi Zi merasakan perutnya mulas luar biasa. Menurut Aisy mungkin sudah saatnya Zi lahiran. Dan benar saja, Zi lahiran, namun harus dioperasi.
Alasan Zi operasi karena saat USG dulu posisi bayi melintang, tensi darah tinggi dan bayi terlilit tali pusar. Sangat tidak memungkinkan Zi melahirkan normal.
"Mas..."
Zi meneteskan air matanya. "Maaf kalau sikap aku selama ini bikin mas kesel. Maaf kalau aku belum bisa jadi istri yang baik. Maaf kalau aku--"
Fatih mencium bibir Zi, membuat Fahri dan Fatin berdecak. Apa-apaan mereka berdua itu, kan mereka jadi iri.
"Kamu jangan bilang gitu. Kamu udah jadi istri yang paling sempurna bagi mas. Harusnya mas yang minta maaf karena pernah bentak kamu dulu."
Tak lama dokter datang. Operasi Zi pun dimulai dengan Fatih yang selalu mendampingi sang istri.
Sedangkan diluar ruangan. Fathan sekeluarga terus berdoa agar operasi Zi lancar dan bayinya bisa keluar dengan sehat.
Fahri dan Fatin terlihat excited. Iyalah, kan mereka mau jadi uncle dan aunty. Nunggu ponakan official ini mah.
Fathan juga sudah mengabari besannya. Keluarga Zi langsung membeli tiket pesawat untuk datang kemari.
Bukan hanya Keluarga Zi, Aisy juga menghubungi Mas-nya, Abiel dan istrinya--Dinda. Masih ingat dengan Abiel kakak laki-laki Aisy dan Dinda sahabat Aisy?
Yah, keduanya menikah dan sekarang sudah dikaruniai empat anak. Dua anak laki-laki dan dua anak perempuan kembar. Aisy sendiri juga tidak menyangka jika sahabatnya menjadi kakak iparnya. Apalagi Fathan, Dinda dulu adalah muridnya dan sekarang menjadi kakak iparnya.
Serasa dirinya itu masih muda.
.
.
.
Setelah satu jam lamanya mereka menunggu, akhirnya terdengar suara tangisan bayi dari dalam. Mereka bersujud dan mengucapkan rasa syukur kepada Allah.
Setelah beberapa saat Fatih keluar dari ruangan. Pria yang baru saja menjabat sebagai ayah itu langsung memeluk Aisy, bergumam kata maaf dan terimakasih.
Selanjutnya ia menatap Fathan, pahlawannya. Fathan menepuk bahu sang putra yang berkaca-kaca. "Udah jadi ayah, jangan cengeng."
Fatih tertawa pelan. Disaat-saat seperti ini pun Fathan bisa membuatnya tertawa. Baginya Fathan adalah sumbernya tertawa. Tanpa Fathan mungkin hidupku terasa sangat hampa.
"Maaf kalau selama ini aku sering bantah Abi, sering bikin Abi depresot, sering nistain--"
"Syuut...jangan buka kartu."
Fathan memeluk sang anak. "Tanggung jawab kamu sekarang bukan hanya istrimu, tapi juga anakmu. Jaga mereka dan sayangi sepenuh hati. Jangan pernah kamu buat mereka kecewa."
"Insyaallah tidak akan."
"Udah dong acara pelukannya. Kita kepo nih keponakan kita akhi or ukhti?"
"Akhi."
"Alhamdulillah!" Fatin berseru senang, sedangkan Fahri memutar bola matanya.
Tadi mereka menebak apa jenis kelamin keponakan mereka. Jika salah tebakan maka yang kalah harus menjadi babu keponakan selama dua bulan.
"Kita boleh lihat, gak?"
"Jangan dulu. Nanti pagi juga kalian bisa jenguk."
.
.
.
Daiyan atau Iyan. Itulah nama yang Fatih berikan kepada bayi yang lahir pada ba'da Subuh. Entahlah, nama itu tiba-tiba langsung ada dipikirannya.
Pagi ini banyak orang yang menjenguk Zi. Sebenarnya mereka ingin menjenguk baby Iyan, namun jam besuk masih belum saatnya, masih tinggal beberapa menit lagi.
Mira memeluk sepupunya. "Selamat ya, lo udah jadi emak-emak. Jangan bar-bar lagi, kalem dikit."
Zi tak menjawab. Ia sedari tadi memperhatikan Mira dan Raka yang semakin menjaga jarak, tidak seperti saat acara tujuh bulanan dulu yang masih terlihat sedikit mesra.
Bahkan ia heran melihat Mira yang memakai make-up. Mata Mira pun terlihat sedikit bengkak.
Ia ingin bertanya, namun sepertinya ini bukan waktu yang tepat. Ia tak mau jika orang-orang yang tengah berbahagia langsung kepikiran karena pertanyaannya.
"Udah waktunya. Aku mau jenguk baby Iyan dulu!" seru Fatin. Gadis itu langsung berlari ke lantai tiga, tempat baby Iyan.
Para sepupu Zi dan Fatih juga tak mau kalah. Mereka saling berlari lebih cepat karena ingin menjadi orang pertama yang melihat baby Iyan.
Para orangtua hanya geleng-geleng kepala.
"Oh iya. Fatih, kamu punya foto baby Iyan?"tanya Bunda.
"Punya."
Fatih memberikan ponselnya kepada ibu mertuanya. Langsung saja para tetua melihat foto dari layar ponsel milik Fatih.
"Gemes banget."
"Wajahnya kecil banget."
"Hidungnya mancung, berarti turunan dari bapaknya bukan ibunya."
Zi menatap Bundanya tak terima. Padahal untuk ukuran perempuan hidungnya termasuk mancung lho.
Cup
"Jangan murung. Hidung kamu mancung, kok," hibur Fatih.
°°°
Saat ini Mira dan Raka mendapat giliran untuk menjenguk baby Iyan. Raka menatap takjub makhluk mungil yang ada di gendongan Mira.
"Tangannya sangat kecil."
"Namanya juga masih bayi. Kalau tangannya besar, itu tangan lo," sahut Mira.
"Maaf, kemarin saya khilaf."
Mira tersenyum miris. "Khilaf itu cuma sekali, bukan berkali-kali."
"Mau coba gendong?" ucap Mira mengalihkan pembicaraan.
Raka yang tahu maksud Mira tak menjawab. Ia mengambil baby Iyan dari gendongan Mira dengan hati-hati.
Tanpa sadar di benaknya ia berdoa dan menginginkan bayi di rumah tangganya. Rumah tangganya, bersama dengan Mira.
.
.
.
TBC
Akhirnya si baby udah brojol.
Aku juga update cerita LUKA. Baca ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
COLD & SENGKLEK GUS (END)
Teen FictionKomedi - romance (Saran aja, baca GUS & NING dulu biar tahu alurnya) Seorang gadis kota harus masuk Pesantren di keluarga Fatih karena perintah orangtuanya. Baru saja menginjakkan kakinya disana, gadis itu bertemu dengan Fatih. Fatih yang tak senga...