40. Satu Tahun

28.1K 3.1K 67
                                    

"Mas, tolong bikinin Iyan susu."

"Bentar, sayang."

"Gak ada bentar bentar, sekarang!"

Zi berkacak pinggang menatap garang suaminya. Ayolah, hari sudah siang. Cuci baju, masak, bersih-bersih rumah, masih belum ia lakukan. Kenapa Fatih tidak bisa membantunya sedikit saja?

"Mas, ini udah siang. Kamu ngertiin aku dong. Pekerjaan aku masih banyak, seenggaknya bantuin aku gitu lho."

Fatih diam tak menggubris. Pria itu masih sibuk dengan ponselnya membuat Zi ingin menangis rasanya.

Menjadi ibu di usia muda itu tidak mudah. Harus belajar menjadi dewasa pada saat remaja. Harus merelakan masa mudanya yang seharusnya bersenang-senang dengan teman.

"Terserah kamu, mas!"

Kini, Zi tak peduli bagaimana dengan Fatih. Bagaimana pria itu ingin makan atau keperluan lainnya. Biar dia sendiri yang cari. Dirinya ini sudah lelah.

.

.

.

Baby Iyan menatap ayahnya bingung. Sedari tadi Fatih senyum-senyum sendiri, lalu cekikikan seperti orang gila.

"Kenapa, nak?"

Fatih menggendong baby Iyan, membawa putranya keluar dan duduk di kursi teras. Ah, ia tidak sabar untuk malam ini.

BangGil 👻
Semuanya sudah siap juragan. Ada yang ingin diperintahkan lagi?

"Lihat, nak? Abuya lagi bikin BangGil depresot. Balas dendam sama beberapa tahun lalu," curhat Fatih.

Baby Iyan diam menatap Fatih dengan polos. Kemudian ia tersenyum lebar sambil menggoyangkan tangannya.

"Yuk, mandi. Udah mau adzan ashar."

Kemudian Fatih masuk ke dalam rumah dan segera memandikan putranya. Setelah memandikan baby Iyan, giliran Fatih yang mandi.

Fatih tak perlu khawatir karena putranya sangat anteng, seolah-olah mengerti apa yang ia ucapkan. Tak lama Fatih keluar dengan handuk yang melilit di pinggangnya.

Ia melirik jam dinding. Daritadi siang Zi tidak pulang sama sekali. Apakah istrinya itu marah karena tadi ia tidak merespon Zi?

"Palingan juga nanti gak marah lagi," gumam Fatih.

Sedangkan di tempat lain...

Zi merasa aneh dengan Fatih hari ini. Ia merasa Fatih banyak berubah dalam satu hari. Suaminya itu tampak cuek dan menghindarinya. Kali ini ia tak tahu apa kesalahannya.

Bahkan hari ini Fatih tidak berbicara satu katapun kepadanya. Pikiran negatif mulai muncul. Jangan sampai Fatih selingkuh seperti film yang lagi hits itu.

"Kamu kenapa, nak?"

Zi menggeleng sembari tersenyum. "Gak ada apa-apa, kok, umi."

"Kamu lagi berantem sama Fatih?"

Oke, kali ini Zi tidak bisa berbohong lagi. Naluri seorang ibu memang tidak di ragukan.

"Aku capek, Umi. Ngurus Iyan, nyuci, masak, bersih-bersih rumah. Semuanya aku kerjain sendiri. Minta tolong sama mas Fatih aja dianya gak ngerespon, malah sibuk main hp."

Aisy mengusap kepala sayang menantunya. "Umi pernah ngerasain apa yang kamu rasakan saat ini. Tenang aja, nanti umi marahin anak itu."

"Makasih Umi."

"Iya, kalau ada apa-apa cerita aja."

"Oh iya, nanti malam ada acara. Kamu ikut aja, ya?"

"Acara apa?"

"Gak tau, ngikutin Gilang aja," jawab Aisy.

Zi memangut paham. "Yaudah, aku ikut nanti malam."

"Jangan lupa, acaranya di Taman belakang."

.

.

.

Seperti apa yang dikatakan Aisy, Zi datang ke acara yang katanya diadakan oleh Gilang di taman belakang.

Ia datang sendirian karena baby Iyan bersama Aisy. Tadi selepas Isya, Aisy datang dan membawa putranya entah kemana.

"Ini katanya di taman belakang. Tapi, kok, sepi?"

"Permisi ada setan, setanku ada dua, ku dapat dari dukun, karena rajin belajar." Zi bernyanyi asal.

Fatih yang sedang bersembunyi hanya bisa tepuk jidat. Bisa-bisanya istrinya tidak panik walaupun dalam keadaan gelap. Ah, ia jadi ingat saat berpetualang mencari mbak Kunti dulu. Yang berani nyapa mbak Kunti itu kan Zi, sedangkan dirinya pingsan karena ketakutan.

"Umma mu memang beda dari yang lain," bisik Aisy kepada baby Iyan yang anteng di gendongannya.

"Udah, yuk, keluar." Gilang merengek.

"Bentakan lagi," balas Fatih.

Gilang menggoncang lengan Fatih, sampai membuat semak-semak tempat persembunyian mereka tergerak.

Zi yang melihat paham. Bukannya bermaksud GR, tapi ini pasti mereka mau kasih kejutan. Tapi sekarang ia akan memberikan kejutan.

Dengan langkah mengendap-endap, Zi berjalan menghampiri Fatih dan Gilang.

"Dor!"

Ey, Aqia cantik!

Pinky Pinkey!

Zi mengerjapkan matanya. Kemudian terdengar gelak tawa dari semua orang yang tengah bersembunyi. Ini adalah pertama kalinya Fatih latah, apalagi menyebutkan nama kedua boneka kesayangannya.

"Masih belum move on aja dari si mereka," gumam Zi lesu.

Tak lama kemudian Fathan datang dengan membawa tumpeng, membuat Zi keheranan. Apakah ini acaranya, tapi acara apa?

"Ini sebenarnya ada acara apa, sih?"

Fatih memeluk istrinya. "Kamu gak ingat, ini satu tahun pernikahan kita."

Mata Zi berkaca-kaca. Ia jelas ingat kalau hari ini adalah ulang tahun pernikahan mereka yang ke satu tahun. Namun mengingat bagaimana sikap Fatih hari ini membuatnya ragu apakah pria itu juga mengingatnya.

"Aku kira kamu lupa, mas. Dari pagi kamu cuek banget sama aku."

"Maaf kalau sikap mas hari ini keterlaluan." Fatih terus memeluk Zi dengan mengelus kepala istrinya itu.

"Udahlah, jangan romantisan Mulu. Bikin iri aja," celetuk Fahri.

Fatin memeluk kembarannya. "Tenang, ada Fatin yang jadi pengganti selagi kakak masih single."

"Udah dong. Cepetan ini tumpeng mau di apain. Udah pegel megangnya," ucap Fathan.

"Ya Allah, Abi. Taruh di meja saja kan bisa," balas Fatin.

"Lah, lupa kalau ada meja." Maklum karena faktor usia jadi pelupa.

"Sekarang kita berdoa."

Mereka memejamkan matanya dan berdoa untuk ulangtahun pernikahan Fatih dan Zi.

Ya Allah, jadikan keluarga kami menjadi sakinah, mawaddah, warrahmah. Jadikan pula kami pasangan yang dapat bertemu di akhirat kelak. Semoga Allah berkenan untuk selalu menambah rasa cinta kasih di antara kita dalam menjalani bahtera rumah tangga ini berdua denganmu. Satu tahun pernikahan telah kita lewati. Aamiin...

Fatih menatap istrinya penuh cinta. Ia merasa beruntung karena bisa memiliki wanita seperti Zi. Sampai sekarang atau nanti ia akan terus mencintai Zi.

.

.

.

TBC.

COLD & SENGKLEK GUS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang