16. Zira (2)

408 34 0
                                    

Malam ini, Vania dan anak Egryros yang inti, mereka mengantarkan Zira untuk membeli pakaian. Mereka menggunkan mobil baru milik Gio yang baru dibelikan ayahnya seminggu yang lalu. Devan, Lio, Terri, Vandro berada dibagian belakang, Marcel,  Vania, Zira berada di bagian tengah, Alex berada di samping kursi kemudi.

"Gila mobilnya nyaman bangett," ujar Vandro dengan menutup matanya.

"Gimana ga nyaman, harganya aja tiga ratus jeti," sahut Terri.

"Lo dikasih mobil ini dalam rangka apa?" tanya Lio.

"Ga tau juga gue, tiba-tiba bokap kasih gue mobil ini," balas Gio yang masih sibuk menyetir.

"Bun," Zira menarik ujung baju Vania.

"Kenapa, ra?"

"Nanti kita mau beli apa bun?"

"Beli yang kamu mau, apapun itu," ujar Vania seraya tersenyum hangat ke arah Zira.

Mendengar hal itu, mata Zira berbinar. Dia bisa merasakan kehangatan keluarga lagi. Zira kembali fokus dengan lamunannya.

Air mata Zira menetes, hal itu membuat Vania khawatir, "Zira, kamu kenapa?" Bukannya menjawab pertanyaan Vania, Zira hanya diam dalam tangisnya.

Tangan Vania bergerak menghapus jejak air mata Zira, "Kamu kenapa nangis?"

"Aku kangen sama orangtuaku, bun. Aku juga kangen abang," lirihnya. Karena tidak ingin anaknya menangis, Vania mendekap erat tubuh mungil Zira, "Zira ga boleh sedih, kalo kamu sedih, nanti mereka ga bahagia disana. Kamu mau mereka sedih karena liat kamu nangis terus?" Zira menggelengkan kepalanya.

"Udah sampe, ayo turun," Gio membuka pintu, lalu mengangkat tubuh Zira. Mereka turun satu persatu.

"Kita ke atas dulu, mau cari baju buat Zira. Habis baju, kita cari alat tulis buat sekolahnya, terus lanjut makan," jelas Vania. Mereka mengangguk paham.

"Bang Gio!! sini deh bang!!" teriak Zira heboh. Dia berjalan ke arah Zira, "Kenapa? hm?"

"Bajunya cantik ga buat aku?"

"Cantik kok," bukan Gio yang menjawab, melainkan Terri.

Semua berjalan mendekat ke arah Zira, memilihkan baju untuknya. Setelah selesai memilih baju, mereka turun ke lantai dua untuk mencari peralatan sekolah.

"Bun, aku mau warna ungu semua boleh?"

"Jangan ungu, itu warna janda," sahut Lio.

"Bang Lio yang dipikirin janda terus," tawa mereka pecah.

Zira memilih barang yang dia suka. Ya, dia memang menyukai warna ungu. Di rumahnya dulu, didalam kamarnya semua berwarna ungu.

Mereka lanjut memilih alat tulis, berjalan kesana kemari untuk keperluan sekolah. Dari buku, pensil, sepatu, penggaris, dan lainnya, semua berwarna ungu.

Bibir Zira tertekuk ke bawah, menyadari hal itu, Gio mendekati adiknya itu, "Kamu laper?" Zira menunjukkan senyumnya hingga terlihat gigi rapinya.

Lamanya berkeliling mall membuat mereka lapar, akhirnya mereka memutuskan untuk makan disalah satu restoran yang ada di dalam mall.

"Kamu pesen apa, zir?" tanya Vandro. Zira mengetuk-ngetukan jarinya didagu, "Emm, daging sapi panggang aja deh bang," Vandro mengangguk lalu memanggil waitress.

Suara saat ini hanyalah dentingan sendok, dan pengunjung mall lain. Selesai makan, mereka kembali ke rumah. Anggota inti lain sudah keluar dari rumah Gio.

EGRYROSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang