17. Dipandang sebelah mata

394 30 0
                                    

Pagi ini inti Egryros berangkat terlambat, Pak Botak yang sudah menunggu kedatangan mereka kini sudah darah tinggi. Dia menghampiri ke tujuh anak terlambat tersebut.

"Kenapa terlambat?"

"Karena ga tepat waktu," balas Devan santai.

"Devan, berani jawab kamu? Keluar dari geng ga berguna ini, kamu pintar, dan berprestasi. Kenapa bergaul sama mereka?"

Devan menatap Pak Botak, "Tau apa bapak soal geng ini? Papa saya ga melarang adanya geng ini, kenapa bapak melarang? Mereka juga berprestasi seperti saya. Bahkan mereka pernah ikut olimpiade akademik dan membawa nama sekolah kita hingga terkenal. Bapak yang tidak mengetahui mereka, yang bapak tau hanya kenakalan mereka. Jika bapak tidak ingin mengurus geng ini, terserah bapak. Kita juga bisa mengurus geng ini sendiri tanpa bantuan bapak. Tanpa kehadiran bapak sekalipun, geng ini dapat berkembang baik. Lebih baik bapak diam jika tidak mengetahui sifat baik kami. Ini bukan sembarang geng pak, geng yang kita pertahankan ini, berpengaruh besar buat masyarakat. Setiap tahun, kita membagi uang buat rakyat kurang mampu. Apa bapak melakukan hal itu?" Devan mengangkat satu alisnya, sedangkan Pak botak sudah diam dengan perkataan muridnya itu.

"Bahkan harta geng kita lebih banyak dari harta bapak," ujar Lio dengan wajah seriusnya.

"Kita nakal bukan berarti ga punya hati, kita masih ada perasaan buat membantu masyarakat kurang mampu. Bapak pernah melakukan hal itu?" Vandro menatap pak botak.

"Mandang jangan cuma pakai sebelah mata pak," ujar Alex.

"Adanya geng kalian ini membuat musuh kalian menyerang sekolah, dan merusak fasilitas sekolah," Pak Botak sudah tersulut emosi.

"Apa pernah kita ga bertanggung jawab soal hal itu? Bapak boleh marah, kalau kita lari tanggung jawab. Kita selalu tanggung jawab dengan hal itu. Dan fasilitas yang rusak selalu kami ganti menggunakan uang kas dari geng. Kita bukan anak manja yang minta duit ke orang tua, kita selalu ikut event game kalau ada event itu. Dan event lain kita ikutin, buat nambah uang kas kita. Meskipun kita berasal dari keluarga kaya, bukan berarti kita ga bisa mandiri. Pantesan bu Indah ga pernah suka sama bapak, pemikiran bapak aja masih kayak anak kecil," ujar Marcel.

"Umur doang tua, pikiran masih kayak bocah," Terri menunjukkan smirknya.

"Berani kalian sama saya!?"

"Kita bisa sopan kalau lawan bicara kita juga sopan," ujar Gio.

Gio menyuruh anggotanya untuk meninggalkan pak botak, mood mereka hari ini sudah hancur karena ulah pak Botak. Devan berjalan ke pak botak, dan membisikkan sesuatu, "Semoga bapak masih bisa bertahan di sekolah ini," Dia kembali berjalan menuju temannya. Mendengar ucapan Devan, Pak botak hanya diam saja.

"Cih, dasar botak sukanya makan gaji buta! Kerjaan dia cuma ngecek murid doang," ujar Alex.

"Kita biarin dulu pak Botak, kalau sampai dia berulah lebih lagi, baru gue bakal lapor bokap gue," ujar Devan.

Mereka melangkah menuju kelas, hari ini mereka tidak membolos. Duduk dengan pasangan masing-masing, seperti biasa.

Kring
Kring
Kring

Bel istirahat sudah berbunyi, keadaan kelas sudah kosong. Hanya tertinggal bu Indah, dan anak inti Egryros.

"Bu, saya sarankan jangan sama pak Botak," ujar Marcel.

"Lho, emang kenapa?" tanya Bu Indah bingung.

"Pemikiran dia kayak bocah. Tadi pagi dia nyuruh Devan buat keluar dari Egryros, padahal dia ga tau pengaruh besar Egryros disekolah ini dan sekolah lain yang ada di Bandung," ujar Gio.

"Pak Botak emang gitu, dari dulu dia emang ga suka sama kalian. Dia coba sabar ngadepin kalian biar dia masih bisa kerja disini. Soal perihal donatur terbesar sekolah selain dari keluarga Gio, dia ga tau. Semua guru ga ada yang tau kecuali saya. Karena saya yang menerima uang donatur itu. Ketika semua guru bertanya, saya jawab dari orangtua murid. Belum ada yang tau kalau kalian juga termasuk donatur terbesar disemua sekolah," jelas bu Indah.

Egryos memang sempat menjadi donatur terbesar disemua sekolah yang ada di kota Bandung, tidak ada yang tau soal hal ini kecuali guru penerima donatur. Mereka sengaja menutup hal ini, karena ingin melihat siapakah yang melihat mereka semua dengan sebelah mata. Prestasi yang didapat juga mereka sembunyikan, untuk alasannya, masih sama.

Vandro mendekat ke meja guru, "Kenapa ga bilang sama mereka aja bu?" tanyanya.

"Ibu mau lihat dulu seberapa besar mereka bisa bertahan sama sikap kalian, suatu saat mereka semua juga akan tau soal hal ini. Pak Luis, selaku kepala sekolah juga menutup perihal ini. Dia ingin ngetes guru yang ada disini"

"Kita permisi dulu bu, makasih buat penjelasannya," Gio dan yang lain meninggalkan bu Indah yang masih sibuk membereskan bukunya dimeja.

☠️☠️☠️☠️☠️

"Kenapa kita selalu dipandang sebelah mata?" pertanyaan itu terlontar dari mulut Terri.

"Kalo kita memperlihatkan semua kebaikan dan prestasi kita ke publik, mereka akan manfaatin kita. Mungkin ada yang pura-pura minta bantuan, padahal dia mampu," balas Gio.

"Ga semua harus kita publik, termasuk kebaikan kita," ujar Alex.

"Masih ada orang yang melihat kebaikan kecil kita, dan akhirnya dia membela kita," ujar Marcel.

"Banyak yang bela kita, entah dari kebaikan, prestasi, atau bahkan keberanian. Apapun yang kita punya, jangan pernah dipamerkan di publik. Karena jaman sekarang, apapun yang kita posting, ga sesuai sama pemikiran mereka yang lihat postingan itu," ujar Lio.

"Ada yang beneran tulus bela kita, ada juga yang bela kita karena mau numpang nama atau bahkan sekedar pembelaan palsu, supaya kita mau berinteraksi sama dia," ujar Vandro.

"Terus kapan kita mulai publik prestasi dan kebaikan kita," tanya Terri.

"Ga perlu di publik, mereka akan tau dengan sendirinya," balas Devan.

"Semua yang kita punya ini cuma titipan, suatu saat juga bakal diambil lagi sama Tuhan. Kecuali kalo kita benar-benar menjaganya dengan baik, dan melakukannya dengan hal yang positif," imbuh Devan.

"Gue bangga punya anggota kayak kalian, selain baik, ternyata pemikiran kalian juga dewasa. Kalian juga berprestasi dan hebat. Gue berterimakasih sama kalian, karena udah mau bertahan di geng ini. Makasih juga udah mau mengembangkan geng ini. Gue yakin geng kita ini bakal jadi geng yang berguna buat masyarakat," Gio menatap satu persatu teman angkatannya.

"Udah, jangan jadi melow. Ga kayak biasanya kita bahas kayak gini," ujar Terri.

Ketika asik bercanda tawa, Pak botak menghampiri mereka. Entah apa tujuannya kali ini.

"Maaf soal perkataan bapak tadi pagi"

"Ga perlu pak, kita udah biasa dipandang sebelah mata kok," ujar Vandro.

"Bapak ga ada maksud kayak gitu"

"Kita tau maksud bapak, jangan harap bisa bohongin kita pak. Kita bukan anak kecil yang lagi yang pinter dibohongi," ujar Lio.

"Kalo emang bapak ga bermaksud, kenapa bilang kayak gitu?" tanya Vandro.

"Tadi cuma keceplosan aja," elak pak Botak.

"Jangan ngelak pak, kita tau kok," Gio menyunggingkan senyum miringnya.

"Bapak ga suka kita dari lama kan, dan bertahan cuma karena gaji. Kalo bapak keluar dari sekolah nanti ga bisa beli makan," imbuh Gio.

Pak botak hanya diam saja tidak berniat membalas perkataan muridnya. Yang dikatakan mereka, semua itu benar. Dia bertahan demi mendapat gaji.

EGRYROSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang