#34

440 91 9
                                    

Untuk menemani malam Minggu dan hari Minggu kalian xixixi

[*]

Tiga hari seusai ujian selesai, aku tidak masuk sekolah. Bunda memintaku untuk tetap berada di rumah, mengingat kejadian kemarin-kemarin itu di sekolah. Beliau takut jika ada sesuatu yang terjadi dan aku tidak didampingi oleh siapa pun. Ayah menyetujui permintaan Bunda dan menelepon wali kelasku untuk meminta izin agar aku tidak pergi ke sekolah selama tiga hari. Entah bagaimana wali kelasku mengizinkan. Mungkin beliau mengetahui apa yang terjadi di hari terakhir ujian, bahwa polisi datang mencariku.

Sebenarnya aku tak masalah jika aku tak ke sekolah. Ujian juga sudah selesai. Terdapat minggu perbaikan setelah ujian selesai. Biasanya diadakan selama seminggu. Namun aku yakin nilaiku baik-baik saja. Aku juga tidak perlu ke sekolah hanya untuk digosipkan lagi. Mungkin saja satu sekolah mengetahui jika polisi datang mencariku. Jika mereka tahu, aku yakin gosip-gosip aneh mulai menyebar. Aku sedikit khawatir karena itu. Hal-hal yang berkaitan dengan polisi biasanya adalah hal yang serius. Maka dari itu, aku kadang mengecek forum sekolah bagian siswa. Dan aku tak menemukan apapun mengenaiku di sana. Masih aman.

Hal yang membuatku benar-benar ingin pergi ke sekolah, hanyalah satu. Romi. Aku benar-benar ingin bertemu dan berbicara dengannya. Karena kejadian polisi yang mendatangiku itu, membuatku sedikit melupakan Romi. Aku hanya bisa bertemu dengan Romi di sekolah. Selama tiga hari itu, aku benar-benar harus berada di rumah. Tidak boleh keluar sedikit pun dari rumah. Bahkan hanya untuk membuang sampah saja, aku tidak diperbolehkan.

Romi masih saja tidak menjawab panggilanku. Namun aku rasa ponselnya sudah hidup. Sepertinya dia sengaja tak membaca pesan-pesanku. Aku bisa melihat jika pesan di aplikasi chatting telah terkirim dan belum dibaca olehnya.

Apa Romi memang benar-benar marah padaku? Semarah itu kah?

Seusai tiga hari mendekam di rumah, akhirnya Bunda mengizinkanku untuk berangkat ke sekolah walaupun beliau masih berat untuk mengizinkanku. Aufar yang anehnya tumben-tumben saja membantuku menenangkan Bunda jika aku akan baik-baik saja. Sepertinya Bunda benar-benar khawatir padaku karena sudah dua kali dicari oleh polisi walaupun memang untuk menanyakan beberapa pertanyaan.

Setibanya aku di sekolah, aku langsung menuju kelasnya Romi dan menemukan bahwa Romi belum datang. Apakah dia berniat untuk tidak datang di hari ini? Apa dia benar-benar akan menelantarkan ujian semester ini? Aku tahu dia benar-benar pintar, tapi... tidak begini juga harusnya. Ketika aku hendak menuju kelasku dengan lesu karena belum menemukan Romi juga, seseorang mencegatku hingga aku tak bisa lewat. Aku mendongak dan menghela napas.

Adam menatapku dengan tajam. Dia menempelkan telapak tangan kirinya ke dinding hingga membuatku terblokir sedikit. Ah. Sebenarnya kali ini aku tidak merasa kesal atau pun marah pada Adam. Malah aku merasa... bersalah padanya. Maksudku, aku memberitahu Romi bahwa Adam juga bersamaku di toko buku waktu itu. Dan juga, aku mengabaikan saran Adam untuk tidak memberitahukan Romi perihal ayahnya.

"Ya?" Aku memasang wajah biasa-biasa saja.

"Romi udah beberapa hari enggak masuk sekolah. Gue dengar dia dua hari yang lalu ke sekolah untuk ikut ujian susulan. Itu pun enggak ada yang tahu kecuali wali kelasnya, Bu Hesti. Dan mungkin juga beberapa guru lain. Itu aneh. Dia enggak bakalan lakukan hal yang begitu, kecuali karena ada yang terjadi sama dia. Gue asumsikan kalau dia sudah tahu soal ayahnya. Dan lagi... gue asumsikan kalau lo yang kasih tahu dia?" tanya Adam dengan panjang lebar.

Aku menghela napas. Aku benar-benar tertangkap basah. Apakah dia ini cenayang? Maksudku, kenapa dia tahu begitu? Aku benar-benar bingung. Adam dan Romi tidak tampak seperti teman dekat. Tapi... kenapa sepertinya Adam benar-benar mengenal Romi. Dan juga sebaliknya kelihatan begitu juga. "Oke. Adam, kita bicara di tempat yang lain aja. Gimana?"

The Secret KeeperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang