#11

2K 253 10
                                    

"Aufar, kamu minum susunya sampai habis dong," kata Bunda menggeleng melihat anak SMP itu yang kini sudah berlari menuju ruang depan untuk mengenakan sepatunya.

"Dibilangin Aufar enggak suka susu putih, Bun!" Terdengar balasan Aufar.

Bunda menghela napas. "Aufar, jangan lupa bekalnya!" Bunda kembali berteriak ketika melihat kotak bekal biru masih terletak di atas meja.

Aku bantu membersihkan bubur yang jatuh di kursi makan bayi akibat Zacky yang malah memainkan bubur ketimbang memakannya. Aufar kembali ke dapur sambil berjinjit agar lantai tak kotor. Dia meraih kotak bekalnya dan memasukkan ke dalam tas.

"Coba deh kamu enggak bikin Bunda teriak pagi-pagi," kata Ayah sembari duduk dan mulai menikmati kopi hangat buatannya tadi. "Mana belum pamit juga kan."

Terdengar suara bel rumah. Aku hendak bangkit namun Aufar menyuruhku duduk dengan gestur tubuhnya. "Aufar aja. Sekalian mau pergi nih." Anak lelaki itu menyalami tangan Ayah dan Bunda. Tak lupa cengengesan khas Aufar menghiasi wajahnya ketika dia meninggalkan dapur.

"Kamu enggak bawa bekal, Nad?" tanya Bunda meletakkan segelas air di dekat Ayah.

"Enggak usah, Bun. Gretta katanya mau traktir Nadine. Katanya dia baru dapat uang ariasan," jawabku cepat sambil mengunyah roti yang kuporomg kecil-kecil.

"Kak Nadine! Ada yang cari!" Teriakan Aufar terdengar lagi.

"Siapa? Gretta ya?" Bunda bangkit.

"Nadine aja yang lihat, Bun," kataku sambil berlari ke depan untuk melihat siapa yang datang. Seingatku Gretta tak berkata apapun padaku mengenai dia yang akan menjemputku.

Pintu depan masih terbuka. Aku melihat Aufar berdiri tegak di dekat ambang pintu dan sepertinya berbicara dengan tamu yang datang itu. Dia menoleh dan berujar, "tuh dia. Ya udah. Pergi sekolah dulu ya. Titip salam buat Bang Bayu." Kemudian Aufar berlari menuju pagar yang terbuka.

Di depan pagar terdapat mobil sedan hitam yang tak kukenali. Kutemukan sosok lelaki yang kemarin-kemarin malam dalam keadaan teler itu kini berdiri di teras rumahku. "Loh?" Aku mengerjapkan mata. Terkaget. Sepertinya aku salah lihat. "Salah alamat kali ya?"

Adam menaikkan alisnya mendengar pertanyaan yang kutujukan untuk diriku sendiri. "Apa?"

"Eh? Enggak. Ngapain di sini?" tanyaku mengamati penampilannya. Rapi. Bersih. Seragamnya dimasukkan. Rambut yang sudah tersisir tapi agak berantakan karena terkena angin pagi. Dan wajah yang segar. Sangat berbeda dengan penampilan malam itu. Aku seperti melihat orang yang sehabis mengikuti before-after.

"Ke sekolah bareng yuk," ajaknya dengan senyum manis yang tak pernah terbayang di benakku.

Aku mengerjap. Kayaknya laki-laki ini salah makan deh. Atau kesambet? Tiba-tiba saja mengajak pergi sekolah bareng. Padahal mungkin saja dia tak kenal aku.

"Siapa, Nad?" Suara Bunda terdengar. Aku langsung membuat gestur pada Adam untuk menyuruhnya menunggu. Aku berlari ke dalam untuk mengambil tas dan pamit. Dengan cepat kemudian aku memakai sepatu. Kudorong punggung Adam berjalan menuju mobilnya yang masih terparkir si depan rumah. Sebelum masuk ke dalam mobil, aku mengatur ponselku dalam mode recording.

"Lo emang kenal gue?" Aku memulai pembicaraan saat mobilnya melaju. Seingatku dia tidak sekelas denganku dan aku tak pernah berhadapan secara langsung dengannya. Aku hanya tahu jika Adam adalah anak donatur ternama di sekolah dan ketua OSIS. Itu pun tahunya dari anak-anak kelas.

"Kata Bayu nama lo Nadine," jawab Adam dengan kalem. Pandangannya lurus ke depan.

"Bayu siapa?"

The Secret KeeperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang