#17

1.7K 248 13
                                    


                                                   ♤

Aku tidak suka sekolahku. Sepertinya Ayah salah memilihkan sekolah untukku.

Semua anak perempuan di kelasku suka bergosip. Membicarakan hal buruk mengenai seseorang yang sedang tak ada di dekat mereka. Bahkan membicarakan hal buruk seseorang yang kukenal sebagai orang yang baik.

Tasya berkata jika lebih baik aku diam saja. Dan lebih baik menutup telinga. Entah dengan mendengarkan lagu atau menutup telinga dengan tangan atau sumpalan kertas.

Tasya adalah teman yang dekat denganku semenjak aku masuk ke SMP khusus wanita itu. Dialah yang kira-kira dapat mengerti aku yang kadang dicap sebagai anak aneh di sekolah. Entah kenapa bisa aku dicap begitu. Tapi Tasya langsung membuatku berpikir positif. Mungkin mereka iri dengan sesuatu yang kumiliki. Itu katanya.

Aku dan Tasya selalu bersama. Kami duduk sebangku. Ke kantin bersama. Bermain bersama. Jalan-jalan bersama. Kadang kami menginap di rumahku atau rumahnya.

Di hari itu, Tasya tidak masuk sekolah karena ada acara keluarga. Jadilah aku sendirian. Saat ada jam kosong namun tidak boleh ada yang keluar, biasanya aku dan Tasya bercerita dan mencoret-coret belakang buku kami. Namun, dia tak masuk sekolah saat itu, aku memilih menelungkupkan kepala di atas meja dan berusaha tidur.

Tapi tidur di kelas dengan suasana gaduh ternyata susah juga. Aku hendak bangkit ketika mendengar nama Tasya disebut-sebut. Jadi kuurungkan niat dan pura-pura tidur.

"Tasya enggak masuk?"

"Kata Pak Ari sih izin."

"Izin? Eh, sadar enggak sih kalau Tasya tuh sebenarnya anak pungut?"

Apa-apaan ini? Kenapa mereka malah membicarakan Tasya begitu? Padahal mereka tidak pernah membicarakan Tasya.

"Serius kamu?"

"Iya. Serius. Lihat deh orangtua dia tuh kayak ada muka Arab-arab kan. Lah dianya malah muka orang Cina gitu. Masa kalian semua enggak sadar sih?"

Dulu aku juga merasa aneh akan hal itu. Kenapa Tasya berbeda sekali dengan keluarganya. Aku menanyakan hal itu ke Bunda dan Bunda hanya tersenyum namun tak menjawab. Beliau menyuruhku untuk tak bertanya mengenai hal itu pada Tasya dan menyuruhku untuk tetap berteman dengan Tasya apa pun yang terjadi.

"Bener juga. Baru sadar! Bisa jadi tuh emang anak pungut."

"Emang anak pungut kok. Itu faktanya."

"Biasanya anak pungut tuh dari panti asuhan, ya?"

"Kayaknya dia anak perempuan aneh deh."

"Perempuan aneh gimana?"

"Perempuan yang selalu pake baju seksi itu. Kata abangku namanya perempuan aneh."

"Terus kamu bisa tahu darimana dia anak perempuan aneh?"

"Kan perempuan aneh kadang hamil. Terus kalau melahirkan dia buang anaknya. Itu loh berita yang kemaren kita baca di tugas Bahasa Indonesia."

"Anak buangan dong?"

"Iya mungkin."

"Apaan? Kata mamaku sih itu namanya anak haram. Dia lahir dari perempuan yang enggak memiliki suami."

"Iya ya? Aku baru tahu loh."

"Lucu, ya. Tasya tuh awalnya anak haram, terus jadi anak buangan. Sekarang jadi anak pungut."

"Hahaha. Kok bener sih."

Tanganku mengepal geram. Aku ingin marah, namun aku pasti hanya akan ditertawai. Kenapa? Karena aku hanyalah anak yang dicap aneh. Aku dihormati sedikit karena aku pintar. Namun lebih dihormati lagi karena aku adalah teman Tasya. Tasya dikenal sebagai anak yang baik, cantik, pintar, pandai bergaul dan pandai memainkan piano.

The Secret KeeperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang