#26

1.6K 167 28
                                    


Aku menuruni sepeda motor ojek online ketika tiba di parkiran minimarket itu. Mataku mencari-cari sosok cewek berambut panjang yang sedikit ikal. Helena. Namun aku tak menemukannya di luar minimarket. Aku berkali-kali mencoba untuk menghubungi ponsel Helena. Namun panggilanku tak terangkat satu pun. Ketika aku hendak melangkahkan kaki ke dalam minimarket, orang yang kucari muncul di balik pintu kaca minimarket itu.

Helena muncul dengan penampilan yang bisa dibilang berantakan. Aku tidak bisa menjelaskannya bagaimana penampilannya. Namun penampilannya sangat berbeda dengan penampilan biasanya di sekolah. Biasanya dia akan menata rambut panjangnya yang indah itu dan mungkin sedikit polesan make up di wajahnya yang cantik. Hari ini, semua itu tidak ada. Rambutnya berantakan seperti tidak disisir seminggu. Bawah matanya terlihat hitam akibat bekas maskara yang luntur dan tak dibersihkan. Kuduga dia tadinya menangis hingga membuat maskaranya luntur.

Pakaiannya sudah tidak teratur lagi. Maksudku, aku bisa melihat bekas make up di bawah baju yang dikenakannya. Bagian sepatu keds-nya diinjak oleh tumitnya. Helena menjinjing tas tangannya yang lumayan kecil. Tangan lainnya menjinjing plastik yang mungkin berisi belanjaannya seperti snack.

"Helena?" panggilku takut-takut.

Helena berhenti berjalan dan menoleh padaku. Dia menyipitkan matanya sejenak, seperti mencoba untuk mengingat-ingat wajahku. Detik kemudian, matanya melebar. "Ah! Nadine, ya? Yang nelpon gue tadi?"

Aku mengangguk sekali. Entah kenapa tiba-tiba ada perasaan yang aneh menjalar di tubuhku. Aku tidak suka perasaan ini. Ini membuat jantungku sedikit berdegup dari biasanya. Dan bulu kudukku meremang. Entah kenapa.

Helena menghela napas. Dia meletakkan plastik yang ditentengnya ke bawah, di dekat kakinya. Jarakku dan Helena mungkin ada sekitar 2 meter. "Kalau bukan lo yang nyebar berita itu, jadi siapa?"

"Gue nggak tahu. Demi apapun, itu bukan ulah gue," kataku cepat. Pikiranku kembali mengingat kasus Aninda. Yang mana pada kasus Aninda, yang menyebarkan rahasia Aninda adalah Regi. Apa mungkin Regi juga yang menyebarkan rahasia Helena? Memang aku tidak melihat jika Helena dan Regi mempunyai hubungan, namun sebelumnya kan aku juga tidak tahu Regi dan Aninda punya hubungan yang 'dekat' begitu. Aku tidak bisa menuduh Regi yang menyebarkan rahasia Helena ini. Anehnya aku merasa jika sekarang ini bukanlah ulah Regi.

Lagi, Helena menghela napas. Raut wajahnya tak bisa kuartikan. Dia kadang terlihat sedih, marah dan biasa saja. Kadang juga dia tersenyum aneh. Aku tak tahu arti senyumanya. Tersebarnya rahasianya ini sepertinya sangat mengganggunya.

"Uhm... Helena, lo ngapain di sini?" tanyaku pelan. Berusaha untuk menjaga agar nada bicaraku tetap tenang.

Helena mendongakkan kepalanya. Dia menatap langit biru. "Refreshing?"

"Ke minimarket?" tanyaku. Maksudku jika dia memang berencana untuk refreshing, kenapa dia tidak ke mal saja. Berbelanja? Atau menonton di bioskop? Kenapa malah ke minimarket kecil itu?

"Rumah lo di dekat sini, ya?" tanyaku masih berusaha dengan nada tenang.

Helena menatapku dengan tatapan yang... seperti jengkel. "Lo mendadak banyak tanya. Pusing gue."

"Maaf," sahutku cepat.

Helena berdiri tidak seimbang. Entah kenapa. Beberapa kali dia seperti akan terjatuh, namun tubuhnya refleks mencari keseimbangan. Matanya agak memerah. Sebentar. Apa dia mabuk?

Aku melangkah mendekatinya secara pelan-pelan. Berusaha untuk mengintip apa yang ada di balik plastik yang tadi dijinjingnya. Mataku menangkap banyak kaleng bir beralkohol yang kosong. Oke. Ini tidak bagus. Helena benar-benar mabuk. Tunggu. Kenapa dia bisa membeli bir kalengan di sore hari seperti sekarang? Bagaimana dia bisa mabuk? Memangnya orang-orang di minimarket mengizinkan dia untuk membeli bir kaleng? Banyak pertanyaan yang muncul di benakku dan membuatku bingung seketika.

The Secret KeeperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang