#21

1.1K 161 2
                                    


Maaf buat update yang benar-benar lambat :)

*

Benar saja. Aku mendapatkan hukuman. Juga surat peringatan pertama. Surat peringatan itu katanya akan dikirimkan ke email Ayah dan Ibu. Jadi aku tidak bisa berbohong dan mengada-ada. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana nasibku nanti setelah tiba di rumah. Mungkin Ibu akan mengomeliku dan aku kembali dihukum tidak boleh kemana-mana. Ayah? Mungkin hanya diam saja. Namun aku tahu beliau pasti sangat kecewa padaku.

Aku memasukkan pel ke dalam ember berisi cairan berbusa. Hukuman yang kuterima adalah membersihkan toilet setelah pulang sekolah. Sepertinya membersihkan toilet adalah hukuman biasa di Paraduta. Buktinya hukumanku dulu karena bertengkar dengan Indah juga membersihkan toilet. Bedanya saat itu aku tidak dapat surat peringatan. Mungkin Ayah dan Ibu juga tidak tahu kalau aku bertengkar dengan Indah.

Aku dapat jatah membersihkan toilet laki-laki kelas 2. Sedangkan aku dengar-dengar kalau Aninda membersihkan toilet laki-laki kelas 3. Kenapa harus toilet laki-laki? Aku juga tidak tahu. Namun yang kuyakini adalah toilet laki-laki sangatlah kotor.

Sedikit bersyukur karena aku membersihkan toilet sepulang sekolah. Coba kalau saat jam istirahat atau jam pelajaran, pasti banyak yang akan menggunakan toilet. Ini toilet laki-laki. Kalau aku dapat jatah toilet perempuan sih tidak masalah. Kuharap tidak ada yang akan menggunakan toilet. Aku mulai mengepel bagian di dekat bilik-bilik. Bau sekali. Aku heran kenapa semua toilet laki-laki bau pesing begini.

"Siapa tuh?"

Kepalaku langsung berputar untuk mencaritahu siapa yang berbicara. Dua cowok berjalan masuk ke dalam toilet. Aku terdiam sejenak menatap mereka. Mataku memandang badge name mereka. Jullian Warsalingga. Kenzo Adiwijaya. Oke. Aku sudah tahu langsung siapa mereka. Baiklah. Bagaimana kalau aku mencoba untuk tak menghiraukan mereka?

Aku memasukkan kembali pel ke dalam ember dan mengepel lantai di dekat wastafel. Jullian berdiri di dekat wastafel dengan tangan terlipat di depan dada. Sedangkan Kenzo berdiri di ambang pintu sambil memainkan ponselnya. Aku sibuk mengepel di bawah wastafel. Jullian maju selangkah dan kakinya kini menginjak lantai yang baru saja aku bersihkan.

"Ups, sori," ucapnya tersenyum.

Aku menghela napas dan kembali mengepel. Berusaha keras untuk tidak menghiraukan mereka.

"Nadia? Nadini? Nadina?" Jullian bersuara. Mencoba menebak-nebak namaku. Entah memang tidak tahu, entah pura-pura tidak tahu, aku tidak peduli.

Aku tegak untuk mengganti posisi dan lanjut mengepel lagi.

"Oh, Nadine. Hai. Gue Jullian."

Aku tak meliriknya. Aku berusaha sibuk sendiri. Dalam hati berharap agar mereka berdua pergi sehingga aku bisa menjalani hukumanku dengan baik dan aku bisa pulang dengan cepat walau pun nantinya pasti aku akan kena ceramah panjang lebar di rumah.

Tubuhku dipaksa untuk berbalik. Aku melotot dan menepis tangan Jullian yang mengenggam lenganku secara paksa. Pel jatuh ke lantai. "Apa-apaan?"

"Gue ajak bicara, ya balas dong," sahutnya dengan senyum tipis.

Aku menatapnya berani. "Gue lagi ada kerjaan, ya. Kalau bisa silahkan keluar dan jangan ganggu gue. Oke?" Aku membungkuk dan mengambil tongkat pel.

"Jadi, apa benar, lo pacarnya Regi?"

"Enggak," jawabku cepat sambil memeras pel dengan tanganku. Aku menatap Jullian. "Siapa yang bilang?"

"Gosip. Regi sendiri enggak membantah," kata Jullian mengedikkan bahunya. Dia tersenyum. "Kalau pun iya, juga enggak masalah, kan?"

The Secret KeeperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang