#02

3.2K 347 6
                                    

Warning : banyak narasi.

Aku membuka mataku perlahan. Tenggorokanku rasanya kering sekali dan perutku keroncongan. Aku baru ingat jika aku tak menyantap makan malam. Mataku menatap ponsel di nakas. Masih pukul 1 pagi.

Aku turun dari tempat tidur dan mengikat rambutku sembarangan. Lalu aku berjalan menuju dapur yang untungnya cukup dekat dari kamarku. Aku membuka kulkas untuk mengambil air dan meminumnya langsung melalui botol karena malas mengambil gelas.

Tak ada makanan ringan di kulkas. Yang ada hanyalah sayur atau daging, pokoknya sejenis makanan yang harus diolah atau dimasak terlebih dahulu. Karena malas memasak dan membuat kericuhan di dapur hingga membangunkan yang lain, aku memilih untuk menuju minimarket 24 jam yang hanya berbeda satu blok dari rumahku.

Setelah mengambil jaket, dompet dan ponsel serta recorder, aku berjalan ke luar rumah. Jalanan sangat sepi dan sunyi. Aku menutup rambutku dengan hoodie jaket. Aku sengaja berpenampilan tertutup--dengan jaket kebesaran, hoodie menutupi kepala dan sebagian wajah, masker penutup mulut dan topi--agar aman.

Terdengar suara. Seperti suara mesin mobil dan roda yang bergesekan dengan jalan. Aku menoleh ke belakang sekilas. Ada sebuah mobil yang melaju kencang tanpa adanya lampu sorot depan yang hidup satu pun. Sangat kencang saat melewatiku. Bahkan aku dapat merasakan anginnya karena saking kencangnya. Saat lewat, aku melihat platnya yang diterangi lampu batang berwarna biru. Dan mobil itu cukup mewah.

Apakah di daerah ini biasa terjadi hal seperti itu? Mobil mewah yang melaju kencang? Cukup mengherankan.

Aku memasukkan tangan ke saku jaket, menghidupkan recorder di saku jaketku agar dapat merekam suara jangkrik-jangkrik di malam hari. Well, aku punya kebiasaan aneh untuk mengoleksi suara apa pun. Suara mobil, klakson, kesunyian, orang berteriak, bayi menangis bahkan suara orang yang bernyanyi dengan nada sumbang.

Aku berjalan mengikuti kelokan jalan menuju minimarket yang ada di ujung jalan sana. Sudah hampir dekat. Dan langkahku berhenti ketika mendengar suara hantaman. Aku menurunkan hoodie dan melepaskan topi. Mobil yang tadi melewatiku sepertinya menabrak atau ditabrak mobil yang melintas lajur di samping. Lalu mobil mewah tadi itu menabrak pohon besar di pinggir jalan. Kap mobil itu langsung rusak parah.

Sedangkan mobil satunya yang menabrak itu langsung melaju kencang melewatiku. Aku menoleh untuk memperhatikan sekilas. Kaca gelap, cat mobil warna merah terang, dengan plat yang memiliki angka aneh.

Mobil yang menabrak pohon itu mengeluarkan asap di kapnya. Aku menoleh sekitar. Tak ada siapa pun. Langsung kakiku berlari mendekati mobil itu. Kerusakannya cukup parah. Aku melihat bensin mengalir turun ke jalanan. Dengan cepat, aku membuka pintu pengemudi.

Seorang laki-laki yang wajahnya hampir penuh darah dari pelipis. Untungnya dia menggunakan sabuk pengaman. Sepertinya terluka di pelipis, dagu dan tangannya. Aku berusaha membuka sabuk pengamannya. Mataku menangkap sesuatu di kursi penumpang sebelah. Terdapat sebuah plastik dengan isi bubuk putih. Tunggu... itu... sejenis narkoba, bukan?

Aku mulai mencium bau bensin. Langsung saja aku menarik tubuh lelaki itu keluar dari mobil sejauh mungkin. Pastinya dengan susah payah. Dan tepatnya, menyeret. Tapi aku berusaha keras. Aku tak mau berada di dekat mobil jika mobil itu akhirnya meledak.

Aku membaringkan laki-laki itu di jalanan. Mataku memperhatikan wajahnya. Sebentar. Aku sepertinya pernah melihat wajah laki-laki ini.

Tanganku merogoh saku celananya untuk mengambil dompet. Aku mulai mencari kartu identitas dan semacamnya. Regian Gadessa. Regi? Satu sekolah denganku, bukan? Anak populer itu? Aku menemukan kartu siswa Paraduta.

Mataku melirik mobil mewah Regi yang sudah terbakar di bagian bawah. Dan beberapa detik kemudian, booommm! Meledak!

Tanganku langsung merogoh saku laki-laki itu. Setelah menemukan ponselnya, aku menelepon bantuan.

"Ada kecelakaan mobil. Di dekat minimarket Merise. Ada korban luka parah. Dan mobil meledak."

Setelah itu aku mematikan ponselnya. Aku memperhatikan sekitar. Sudah ada beberapa warga yang muncul. Aku memasukkan ponsel dan dompet ke saku celananya.

Seorang wanita mendekatiku dan bertanya ada apa dengan Regi yang terbaring penuh dengan darah di sebagian wajah dan bajunya. Aku menunduk dan menemukan jika ada darah di bajuku juga karena tadi menarik Regi keluar. Aku memilih jongkok dan terdiam melihat mobil mewah itu habis.

Pikiranku entah ke mana saja. Bercabang-cabang. Dan aku mulai merasa panik.

Pertolongan datang sekitar lima menit kemudian. Orang-orang mengecekku, aku tak apa. Hanya jaket bagian depan penuh dengan darah. Aku menunjuk-nunjuk tubuh Regi di sebelahku. Tadinya aku sempat ingin mengecek apakah dia masih bernapas atau tidak. Tapi aku terlalu panik.

Seorang wanita dengan pakaian yang menandakan jika dia adalah anggota penolong, berbicara padaku. Aku hanya dengar samar-samar.

"...gak apa...."

"...selamat..."

"...harus diperiksa...."

Regi diangkut mereka masuk ke dalam ambulans. Aku juga disuruh masuk ke dalam ambulans. Mobil ambulans melaju kencang dengan sirine andalannya menuju rumah sakit terdekat. Seorang perawat memasang alat bernapas pada Regi.

Mataku hanya menatap Regi yang fak bergerak sedikit pun di dekatku. Tak sadar, aku mencengkeram besi ranjang yang Regi tempati.

Tak lama kemudian, ambulans tiba di sebuah rumah sakit. Pintu belakang di buka dan perawat-perawat sibuk menurunkan Regi. Aku ikut turun dan seorang perawat merangkulku mengikuti Regi. Perawat ambulans tadi berbicara pada perawat yang merangkulku. Aku tak dapaf mendengar lagi. Mataku menatap Regi yang mereka bawa ke UGD.

Aku disuruh duduk di kursi panjang. Seorang perawat memegang ponselku dan kemungkinan besar menghubungi orang tuaku. Mungkin sekitar lima menit, seorang lelaki dan wanita muncul di lorong. Ada seorang perawat yang berbicara pada mereka dan juga menunjuk-nunjukku.

Aku hanya bisa mengerjapkan mata. Kemudian aku melihat Ayah dan Bunda muncul. Mereka langsung memelukku. Bahkan Bunda mulai menangis. Aku tak mendengar mereka berbicara apa. Yang aku ingat, mereka membawaku ke mobil kami. Kemudian aku jatuh tertidur di pundak Bunda.

Saat terbangun, aku merasa kepalaku sakit. Aku memilih tetap berbaring dan mengecek ponsel. Pukul lima pagi. Mataku memperhatikan kamarku. Rasanya tadi aku bukan di kamar.

Mataku menangkap recorder di nakas meja. Aku memasang earphone. Ternyata recorder-nya masih hidup. Aku mulai mendengar apa yang terekam tadi sambil memejamkan mata.

Suara sunyi malam dan jangkrik terdengar untuk beberapa menit. Kemudian terdengar suara hantaman. Aku membuka mata. Aku ingat. Aku melihat mobil yang meledak. Tiap suara yang terdengar, sangat aku ingat.

Aku mendengar suara mobil yang menabrak itu lewat. Suara kakiku berlari. Suaraku yang kesusahan menyeret Regi. Regi? Bagaimana kabarnya? Pikiranku mulai bercabang sambil mendengar terus.

Terdengar bunyi boom yang kuat. Itu ledakan mobilnya.

"Ada kecelakaan mobil. Di dekat minimarket Merise. Ada korban luka parah. Dan mobil meledak." Itu suaraku.

"Ada apa? Hei, ada apa? Kamu gak apa? Itu kenapa temannya? Kalian kecelakaan? Kamu luka?"

Terdengar bunyi sirine yang memenuhi indera pendengaranku.

"Kamu gak apa? Kamu gak apa? Oke. Kamu cuma shock. Gak apa. Kamu baik-baik aja. Kalian selamat. Periksa yang cowok!"

"Kamu gak apa. Kita ke rumah sakit, ya. Teman kamu harus diperiksa."

Lalu terdengar suara sirine untuk beberapa lama. Aku berhenti mendengar. Aku memejamkan mata dan kembali mengingat semuanya. Aku ingat semuanya. Sangat ingat.

Bahkan aku masih ingat, bagaimana bentuk mobil yang menabrak mobil Regi beserta platnya yang aneh itu.

The Secret KeeperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang