Setelah malam itu Romi datang dan menjelaskan semuanya yang selama ini kupertanyakan serta meminta maaf, esoknya dia muncul di sekolah. Saat berpas-pasan denganku, dia seperti berpura-pura tidak kenal. Aku sih tidak masalah dengan itu.
Bahkan dia kembali memimpin klub fotografi untuk aktif dalam acara yang akan datang. Dia menyuruh para anggota untuk datang ke ruang klub fotografi untuk rapat.
Saat itu aku tersadar. Ada dua macam Romi yang harus kuhadapi. Romi di sekolah yang ceria, pintar, supel dan bertingkah layaknya anak SMA normal. Dan Romi di luar sekolah yang ternyata bergabung dengan preman pinggir kota, anak broken home, bermasalah dan sedikit brengsek. Mungkin aku bisa menghadapi dua macam Romi yang sangat bertolak belakang itu. Semoga saja tidak muncul Romi ketiga.
Rapat terlaksana hampir satu setengah jam. Biasanya aku pulang telat begini karena mengikuti pelajaran tambahan. Tapi tidak masalah bagiku.
Aku menjadi orang terakhir yang keluar dari ruang klub. Oh, bersama seorang anak kelas 1 yang ternyata bertugas untuk mengunci pintu klub. Karena aku tak peduli dengannya dan dia tak peduli padaku juga, aku langsung berjalan menyusuri koridor sekolah di sisi barat yang lumayan jauh menuju gerbang depan. Biasanya jam segini di sisi timur, lantai sedang dipel dan bapak yang membersihkan sekolah sangat galak
bahkan aku pernah disuruh untuk lewat koridor lain agar tak mengotori lantai.Terdengar suara jangkrik. Karena keadaan sekolah sangat sepi, suara jangkrik terdengar jelas di telingaku. Tak mau membuang kesempatan, aku membuka aplikasi perekam di ponsel dan mulai merekam sambil menyusuri koridor.
Kalau aku tadi membawa mobil, pasti aku langsung berencana untuk mampir ke kedai es krim untuk memesan es krim kesukaanku yang pernah Ayah belikan. Apalagi sesuai dengan sore yang cuacanya masih terasa panas.
Langkahku terhenti. Aku menoleh sekeliling sambil menajamkan indera pendengaranku. Aku tadi sepertinya mendengar sesuatu. Seperti sesuatu yang keras terjatuh ke lantai.
Keadaan sekitarku tak ada apa-apa. Hanya angin yang tidak sepoi, daun berguguran dari pohon di taman sekolah yang kecil dan...
Tunggu.
Kenapa pintu ruangan itu terbuka? Itu bukannya ruang olahraga? Seingatku sepanjang berjalan menyusuri koridor tadi, semua pintu sudah tekunci dengan gembok.
Aku memperhatikan keadaan sekitar dulu. Memastikan tidak ada siapa-siapa. Kemudian aku mengendap mendekati ruang olahraga. Jadi di sekolahku ada ruang olahraga dengan ukuran kelas biasa. Digunakan untuk menampung alat-alat olahraga dan kadang digunakan sebagai basecamp klub sepakbola dan futsal.
Apa masih ada anak klub sepakbola atau futsal? Kakiku berjinjit sedikit untuk mengintip jendela. Tidak ada siapa-siapa.
Ya mungkin itu hanya perasaanku saja. Akhir-akhir ini aku kadang suka parno.
Saat baru menginjakkan kaki dua langkah, aku mendengar suara orang berbicara. Aku merapat ke pintu ruang olahraga yang sedikit terbuka dan mencoba mengintip lagi. Mataku menemukan seorang gadis dengan seragam sekolahku berdiri di dekat tembok di dekat papan tulis. Sepertinya kenal. Tapi siapa ya?
Sedang sibuk berpikir di mana aku pernah melihat gadis itu, aku kemudian melihat seseorang lain di dalam sana. Berpakaian kaos dan celana. Iya, lelaki. Mereka sedang apa?
"Jangan tinggalin aku," ucap sang gadis. Aku masih mengingat-ingat siapa gadis itu. Aku ingat sekali wajah dan rambutnya itu. Tapi aku benar-benar lupa siapa dia.
Kemudian gadis itu memeluk lelaki itu. Aku masih belum bisa melihat siapa lelaki itu karena dia memunggungiku.
Wah. Berpelukan di sekolah. Itu memang tidak boleh dilakukan dan ada sanksinya kalau tidak salah. Namun aku cukup sering melihat para siswa dengan pacar mereka berpelukan di sekolah jika tidak ada guru.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Keeper
Novela Juvenil[Paraduta Series #1] - COMPLETED Namaku Nadine. Aku anak baru di SMA Paraduta namun sudah mengetahui dan memegang rahasia beberapa orang yang cukup penting dan populer di sekolah baruku. Wanna know their secrets? Tapi jangan menyebarkan rahasia mere...