#07

2.3K 339 7
                                    

"Nadine, kenapa lo bisa nyelamatin gue? Seingat gue, gue bawa mobil sekitar tengah malam. Maksud gue, kenapa lo ada di sana?"

Aku membaca surat-surat dari teman-teman Regi. "Gue lagi mau ke minimarket. Gue lihat mobil lo lewat kencang banget. Awalnya gue enggak peduli. Tapi gue lihat gimana mobil lo...." Ucapanku terhenti ketika aku mengingat jika mobil milik Galang menabrak mobilnya dan membuat Regi menabrakkan mobil ke pohon.

"Mobil gue kenapa?"

Aku memutar tubuh dan menatapnya yang tengah menatapku. Menanti lanjutan ceritaku. "Mobil lo nabrak pohon besar. Tanpa pikir panjang, gue langsung narik lo keluar dari mobil karena gue udah mencium bau bensin. Mobil lo meledak saat gue udah bawa lo jauh dari mobil."

Regi menghela napas. Dia memainkan arm sling-nya. "Kenapa rasanya gue melihat ada mobil yang lewat saat gue nabrak pohon, ya? Gue enggak terlalu ingat dengan jelas."

Aku menelan ludah. Kenapa aku menjadi panik begini? Aku membawa diriku duduk di kursi yang tadi kududuki. Berusaha bersikap tenang. "Ada mobil? Mobil apa?"

"Ada mobil. Entah gue nabrak mobil itu atau mobil itu yang nabrak gue. Tapi semuanya samar-samar. Mungkin itu cuma mimpi aneh yang terbayang sama gue," kata Regi tersenyum tipis.

Aku balas tersenyum. Bingung antara apakah aku harus memberitahu Regi yang sebenarnya atau tidak. "Regi, kenapa malam itu lo bawa mobil kencang banget?"

"Hah? Masa? Gue enggak ingat. Gue cuma ingat kalau gue nabrak pohon. Selebihnya gue lupa. Gue cuma ingat kalau gue ke pesta ulang tahunnya Yunita terus gue bawa mobil tengah malam gitu dan berakhir sengan menabrak pohon. Udah itu aja," jawab Regi memijit pelipisnya di sisi lain yang tak ada luka.

Apakah aku lebih baik memberitahu jika Galang-lah yang menabrak mobilnya Regi? Untuk apa aku memberitahu Regi? Apakah Galang akan ditangkap polisi? Untuk apa juga aku tak memberitahunya? Tapi lebih baik aku membicarakan semuanya ke Galang. Regi bilang jika dia ingat samar-samar. Antara dia menabrak atau dia tertabrak. Sebaiknya dia bicara dulu ke Galang. Untuk memastikan.

"Nadine," panggil Regi.

Nadine tersentak dari lamunannya dan menatap Regi. "Ya?"

Regi menundukkan kepala sesaat. Lalu dia menatapku. Gerak-geriknya mulai aneh dari pandanganku. Seperti gelisah. Dia bahkan menatapku takut-takut. Dia berdeham beberapa kali. Selanjutnya dia menghela napas panjang.

Aku hanya dia memperhatikannya yang bertingkah aneh tiba-tiba. "Kenapa?"

Regi mengembuskan napas beberapa kali. Dia mengusap-usap kain arm sling. "Waktu... lo nolongin gue. Itu... uhm..." dia mengusap hidungnya dengan tangan kanan, "apa lo... uhm... lihat sesuatu?" Matanya takut-takut melihatku.

Aku mengerutkan kening. Tak paham dengan ucapannya yang terputus-putus dan tak jelas. Bahkan dia seperti hampir berbisik.

Regi mengusap wajahnya. Dia menatapku dengan tatapan... takut? Cemas? "Nadine, apa waktu itu... lo... err... lihat sesuatu? Uhm... di mobil gue?"

Oh. Aku mengerti. Apa dia sedang membicarakan penemuanku atas bubuk putih dalam plastik kecil bening di mobilnya saat aku menolongnya? Kenapa dia membicarakan itu padaku?

"Oke. Lupain. Maaf gue nanya yang aneh-aneh," kata Regi dengan cepat lalu tertawa pura-pura dan canggung.

Aku menegakkan tubuhku. Lalu menatapnya dengan tajam. "Regi, gue ngerti apa yang lo bicarain."

Mendengar itu, mungkin seperti mendengar suara petir besar yang datang tiba-tiba. Regi kini menatapku dengan horor. "Nadine, lo... lihat?"

Aku mengangguk mantap. Lalu mencoba bersikap tenang. "Gue lihat plastik kecil isinya bubuk putih--"

The Secret KeeperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang