"Emangnya video sama fotonya mau lo apain?" tanyaku mematikan ponsel dan memasukkan ke saku celana.
Aji tersenyum misterius. Jenis senyuman misterius yang tidak membuatku bergidik. "Buat pegangan aja. Kalau mereka macam-macam, ya tinggal sebarin aja. Kemaren lo dijemput sama Galang, kan? Diapain lo sama dia?"
"Ngajak gue ngopi terus ngobrol bentar," jawabku jujur.
Aji memiringkan kepalanya. Menatapku dengan lekat. Bibirnya terangkat sebelah, membentuk senyum tipis. "Ngobrol? Jenis-jenis laki macam Galang mana ada yang main aman begitu."
"Tapi emang beneran kok," kataku cepat.
"Kemaren pas lo dijemput sama dia, lo kelihatan takut, benar?"
Aku menyipitkan mata. "Takut?"
Aji mengangguk.
"Sedikit." Benar. Aku sedikit takut kalau sudah berhadapan dengan Galang. Lelaki satu itu bagai punya aura yang mengintimidasi. Bahkan dia pernah muncul di dekat rumahku tiba-tiba.
Aji menjentikkan jarinya. Matanya berkilat-kilat. "Nah! Kalau lo diapa-apain sama dia, lo bisa ngancam dengan video dan foto itu. Bilang aja bakal lo kirim ke Indah. Lo tahu Indah gimana, kan? Dia pasti enggak bakal cuma diam."
Aku mengangguk. Berpikir jika idenya masuk akal juga. Sebenarnya aku agak takut memegang bukti berupa foto dan video. Tapi mau bagaimana lagi.
"Lo ke sini mau ngapain sebenarnya?" tanya Aji membenarkan letak kacamatanya. "Pake acara nyumput segala tadi."
Aku menelan ludah. Wajah Rendra dengan senyuman menakutkannya itu mulai kubayangkan. "Mau ketemu teman. Tapi gue malas ketemu dia, jadi gue nyumput," jawabku berusaha meyakinkannya.
"Oh." Aji mengeluarkan kunci motor dari saku celananya. "Lo mau pulang? Mau gue antar?"
Pulang malam begini biasanya aku minta jemput Ayah atau Aufar. Kadang naik ojek online. Tapi kalau ada tawaran, ya sudah. Lagipula menurutku Aji adalah orang yang meyakinkan. Aku mengangguk menyetujui tawarannya.
Aku dan Aji melangkah menuju motornya yang diparkir di dekat minimarket seberang jalan.
"Lo sebelumnya sama sekali enggak kenal gue, ya?" tanya Aji.
Aku menoleh. "Enggak. Gue enggak pernah lihat lo dan tahu nama lo."
"Sebenarnya kita pernah ketemu loh."
"Ketemu? Kapan?"
Aji menengadahkan kepalanya. Menatap langit tanpa bintang. "Pas lo berantem sama Indah. Gue yang narik lo."
Aku mengernyitkan kening. Mengingat-ingat. Namun nihil, tak ada yang bisa kuingat kecuali amarahku dan kekesalanku saat itu. "Sori. Gue enggak ingat."
"Gue emang jenis orang yang gampang dilupakan, ya," katanya sedikit berbisik, seperti berkata pada diri sendiri.
Aku ingin menyahutnya namun bingung harus berkata apa. Aji memasukkan kunci motor ke slot. Dia mengenakan helm dan menduduki jok motor. Dia menolah padaku sembari memundurkan motor. "Gue enggak bawa helm buat lo."
"Enggak apa," jawabku sembari menunggunya menghidupkan mesin motor. Lalu aku duduk di belakangnya.
"Gue lihat lo deket sama Regi. Sama Galang juga." Aji memulai pembicaraan saat kami di atas motor.
Aku memutar bolamata. Jadi hanya karena aku berbicara lebih dari sekali dengan mereka, orang berpikir aku dekat dengan mereka berdua? Ya ampun. Pemikiran dangkal macam apa itu. Malah ada yang menuding jika aku diam-diam menyukai Regi dan berusaha mengejarnya. Gosip-gosip kampungan sialan.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Keeper
Roman pour Adolescents[Paraduta Series #1] - COMPLETED Namaku Nadine. Aku anak baru di SMA Paraduta namun sudah mengetahui dan memegang rahasia beberapa orang yang cukup penting dan populer di sekolah baruku. Wanna know their secrets? Tapi jangan menyebarkan rahasia mere...