#08

3.2K 364 21
                                    

"Ayo buka mulutnya," kataku dengan antusias yang berlebihan dan pura-pura sambil mengarahkan sendok berisi bubur bayi pada Zacky.

Adikku itu malah tertawa sambil mengemut mainan action figure Hulk milik Aufar ke dalam mulutnya. Dia tidak memedulikanku yang sibuk melayangkan sendok bagaikan pesawat terbang di sekitarnya.

Aku mendengus melihatnya yang kini malah memukul-mukulkan kepala Hulk ke meja khusus tempat Zacky untuk makan di dapur. Lalu mulutnya entah berbicara apa namun membentuk suara tawa khas bayi.

"Habis enggak makannya?" Bunda tiba-tiba muncul di dapur seraya membuka kulkas.

Aku bangkit dan meletakkan mangkuk berisi makanan Zacky ke meja makan. "Bun, Zacky tuh enggak mau makan lagi. Cuma empat sendok makan aja tadi."

Bunda melirik sekilas mangkuk bubur di meja. "Kamu enggak rayu-rayu dia sih."

"Aku udah rayu dia, Bun. Pake pesawat-pesawatan atau kereta gitu. Eh dia malah sibuk sama Hulk," tukasku menatap Zacky bermain dengan Hulk. Bukan bermain tepatnya, namun mengemut dan membanting. Aku jadi kasihan dengan Hulk milik Aufar itu.

Bunda memasukkan makanan ke dalam kotak makan. Tadi pagi Ayah mengatakan jika Ayah, Bunda dan Zacky akan mengunjungi Sarah di Malang yang sedang dirawat di rumah sakit. Sarah adalah anak Ayah dan istrinya dulu yang sudah bercerai. Otomatis itu membuatku dan Sarah menjadi saudara tiri. Sarah kuliah di Malang. Kalau tidak salah sudah masuk ke tahun kedua.

Sarah tinggal di rumah ibunya yang sudah menikah dengan orang lain. Jikalau liburan tiba, kadang dia ke Jakarta untuk menghabiskan liburan bersama kami.atau dia mengundangku dan Aufar ke rumahnya di Malang.

"Bunda, kapan berangkat?" tanyaku. Sekarang sudah jam 7 malam. Aku tahu Ayah memang suka bepergian di malam hari walau pun menurutku itu sedikit berbahaya.

"Bentar lagi. Itu Ayah lagi manasin mobil." Bunda sibuk menyusun kotak makan berisi makanan yang sudah dia siapkan sejak siang tadi.

Aku membantu Bunda memasukkan kotak makanan ke dalam tas khusus. "Berapa lama di Malang?"

"Paling cepat besok malam udah balik lagi ke sini. Soalnya Ayah bilang ada urusan di rumah sakit," kata Bunda. "Itu ada daging sama ikan di kulkas. Kalau mau makan, tinggal digoreng aja."

"Lho Ayah udah mau kerja lagi?" Aku menutup resleting tas. Aku ingat jika Ayah mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai dokter forensik di kepolisian Bandung karena lelah. Beliau bilang mau beristirahat sejenak sambil memikirkan bisnis kecil-kecilan.

Bunda tersenyum. "Mana bisa Ayah kamu kalau enggak kerja yang berbau medis gitu. Mau buka bisnis, bisnis apa coba? Lagipula Ayah kamu mau kerja di rumah sakit dan sengaja enggak ambil yang full banget."

Aku mengangguk mengerti. Bunda menyuruhku menggendong Zacky menuju ke depan rumah karena Ayah memanggil untuk pergi. Aku menggendong Zacky dengan erat dan berjalan ke teras rumah. Kulihat Ayah sedang memasukkan tas-tas berisi baju dan sebagainya.

"Bun, kok Zacky makan dulu sih tadi? Entar dia muntah lho," kataku menyerahkan Zacky pada Bunda.

Bunda tersenyum dan menggendong Zacky di depan dada. "Soalnya dia dari pagi enggak mau makan. Ya udah. Bunda sama Ayah pergi dulu. Kamu sama Aufar baik-baik di rumah. Jangan berantem. Titip salam sama Aufar."

Aku mengangguk sambil menyalim tangan Bunda. Aufar sedang berada di tempat bimbel karena malam ini adalah jadwalnya bimbel. Aku berjalan mendekati Ayah dan menyalim tangannya. "Ayah jangan ngebut-ngebut. Kalau capek, istirahat aja."

"Gimana Ayah mau istirahat dengan santai kalau ada anak Ayah yang lagi dirawat dan Ayah belum lihat keadaan dia?" Ayah tersenyum sambil mengacak rambutku.

The Secret KeeperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang