Argh. Kepalaku terasa pusing sekali. Aku menghela napas dan mengucek mataku.
Sekarang aku di UKS. Romi yang membawaku kemari. Seusai aku melihat apa yang terjadi hingga Romi berusaha menyembunyikan itu dariku, aku tak bergerak di tempat. Bagaikan kakiku terasa kaku. Lidahku kelu. Mataku berkunang-kunang lagi. Kepalaku berdenyut menciptakan rasa pusing yang benar-benar membuatku terhuyung.
Sebelum terjatuh, Romi menggamit lenganku dan menyeretku untuk mengikutinya. Di sinilah dia membawaku. Sekarang ini dia entah ke mana. Setelah dia mendudukkanku di atas ranjang di UKS ini, dia berkata dia akan keluar sebentar.
Mungkin dia berasalan begitu hanya untuk meninggalkanku sendiri.
Mungkin ada praduga dan prasangka yang langsung tercipta di benaknya mengenaiku setelah membaca tulisan di kertas di depan pintu ruang klub itu.
Mungkin dia ingin menghindariku.
Bukan. Mungkin dia mulai menjauhiku.
Dengan begitu aku mulai sibuk berpikir hal-hal buruk bahkan yang terburuk yang mungkin akan terjadi padaku. Bagaimana semuanya akan bersikap padaku.
Aku menutupi wajahku dengan kedua tanganku. Astaga. Ini benar-benar memalukan. Aku tidak tahu lagi harus apa. Memang hanya beberapa yang melihat itu, tapi... bisa saja ada yang mengabadikan itu dalam foto dan menyebarkan hingga satu sekolah tahu.
Dan bagaimana jika guru-guru mengetahui itu.
Apalagi... Ayah dan Bunda?
Bagaimana ini?
Memang mungkin ada yang berpikir jika rahasiaku itu hanyalah masalah sepele. Memangnya kenapa kalau tidak perawan lagi? Tetapi di Indonesia ini seorang anak SMA, sudah tidak perawan, itu bukanlah hal yang normal. Dan jikalau sudah tidak perawan, orang-orang pasti akan langsung berasumsi, bagaimana aku bisa melepas keperawananku. Yang mana dari asumsi tersebut, gosip buruk mengenaiku bisa saja beredar.
Suara pintu yang tertutup membuyarkanku. Romi muncul dengan membawa segelas teh hangat di tangannya. Dia menatapku khawatir ketika berjalan mendekatiku. Dia meletakkan gelas itu di atas meja besi di samping ranjang. "Gimana perasaan lo sekarang?"
Aku memejamkan mata dan menghela napas. "Kusut," jawabku menggambarkan perasaanku kini.
"Nad, jangan dipikirin."
Aku membuka mata dan menoleh padanya. "Tapi gue takut..."
"Takut apa? Kenapa?" Romi bertanya dengan tenang.
Mataku berair. Kepalaku kembali berdenyut membayangkan apa yang akan terjadi. "Semuanya." Benar. Aku takut akan semuanya yang kupikirkan bisa saja terjadi.
"Nad."
Aku mendongak dan kembali menatapnya. Romi tengah menatapku lamat-lamat. Namun dia tak berkata apapun. Kami berdua sama-sama diam dan saling bertatapan. Aku merasa jika Romi kini sedang memindaiku dari mataku.
Aku mengalihkan pandangan lebih dulu. Apa dia sedang mencaritahu jika apa yang ada di kertas itu benar? Memangnya kalau benar, apa yang akan terjadi? Apa dia akan melakukan sesuatu?
Seperti mulai menhindariku?
Atau mulai menghakimiku? Entah di dalam pikirannya atau langsung di depanku?
"Nad." Romi kembali memanggilku. Namun aku tak mengindahkannya. Aku kini sibuk membiarkan air mata membanjiri pipiku.
Apa bisa aku ditelan bumi sekarang juga?
"Jangan takut. Jangan terlalu dipikirin."
Aku inginnya memang begitu. Tapi bagaimana aku bisa melakukan keduanya? Sekarang ini aku benar-benar takut. Terutama pada kedua orang tuaku. Akankah mereka marah? Kecewa? Sedih?

KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Keeper
Teen Fiction[Paraduta Series #1] - COMPLETED Namaku Nadine. Aku anak baru di SMA Paraduta namun sudah mengetahui dan memegang rahasia beberapa orang yang cukup penting dan populer di sekolah baruku. Wanna know their secrets? Tapi jangan menyebarkan rahasia mere...