Aku menggeleng dan tersenyum sembari memasukkan buku ke dalam tas. "Enggak. Gue ada urusan di klub fotogragi."
Astrid melipat tangannya dan memandangku. "Hmm. Klub terus deh. Tiap kita ngajakin lo buat nongkrong, ada aja alasan."
"Iya. Jawaban lo pasti antara ya ada urusan klub lah, disuruh nyokap pulang lah, nemanin bokap ke mana lah, pelajaran tambahan lah, dan banyak lagi," timpal Alya merangkul bahu Astrid.
Aku meringis. Memang benar. Tiap mereka mengajakku entah jalan-jalan, nongkrong atau bergosip bahkan ke kantin bersama, aku selalu menolak halus dan menyertakan alasan yang masuk akal. Alasannya adalah yang disebutkan oleh Alya tadi.
Kenapa? Bukannya sudah pernah kubilang, ya? Aku tidak suka bergaul dengan mereka. Mereka adalah anak-anak orang kaya dan populer. Pergaulan mereka luas. Aku tahu, walau pun pergaulan bebas tapi pasti ada dari mereka yang bisa membedakan mana yang benar dan yang salah.
Mataku melirik Sasha yang sedang berbicara dengan Yasmine. Aku baru ingat jika dia berteman baik dengan Astrid, yang hobi mengajakku untuk ikut bergabung bersama mereka. Dulu kukira Sasha adalah yang paling normal di anatara tiga gengnya. Dia pendiam, sabar dan baik hati. Aku sering melihat foto-foto mereka yang sedang party dan aku tak pernah menemukan wajah Sasha dalam satu foto mana pun. Bahkan tutur bahasanya sangat terjaga.
Yah. Tak kukira ternyata diam-diam dia berhubungan dengan seorang guru. Ah, aku teringat kejadian yang membuat mataku ternodai. Sampai sekarang aku masih tak menyangka itu adalah Sasha. Aku sangat menduga jika tiga temannya tak ada yang tahu soal hubungannya dengan Pak Gusti.
"Malah ngelamun." Astrid menjentikkan jemari ke depan wajahku. Membuatku mengerjapkan mata.
Aku menyandang satu tali tas ke bahu kananku. "Gue ke ruang klub, ya. Bye."
"Eh, bentar!" seru Yasmine langsung menghadangku dengan rentangan kedua tangannya.
Aku melangkah mundur sedikit dan melototinya. "Apaan? Kaget gue!"
Yasmine terkekeh pelan. "Maaf, maaf. Lo mau ke ruang klub fotografi? Di sana ada Romi gak?"
"Romi? Enggak tahu," sahutku cepat dan jujur. Benar-benar jujur. Aku tak pernah saling mengirimkan pesan dengan Romi. Dia jarang muncul di grup klub. Hanya muncul sesekali bahkan hanya menyampaikan hal penting saja. Aku juga jarang menemukan dia di ruang klub. Romi bisa sesukanya datang ke ruang klub karena dia juga memegang kunci ruang klub. "Kenapa?"
"Yah. Sayang banget. Padahal kita mau nganterin Alya ke sana!" jawab Yasmine dengan nada semangat.
"Apaan sih lo!" Alya memukul lengan Yasmine. Dan yang dipukul hanya membalas dengan tawa.
"Mau daftar ke klub fotografi?" tanyaku mengangkat alis.
Mereka berempat terdiam dan memandangiku seakan-akan aku ini alien aneh yang baru turun dari langit. Kemudian mereka saling pandang dan tawa mereka seketika meledak. Memenuhi kelas yang hanya tinggal kami berlima. Aku hanya memandangi mereka satu per satu dengan raut kebingungan. Aku salah ngomong, ya?
Astris tiba-tiba merangkulku. "Sayang, aduh aduh. Ini nih lo tuh kalau main kurang jauh pasti. Yakin gue."
Aku meliriknya. Apa sih arti dari 'main kurang jauh'? Kemarin-kemarin Aji mengatakan itu padaku. Sekarang Astrid. Dan oh, Aufar dan Gretta bahkan pernah mengatakan itu padaku.
"Lo bener-bener polos banget deh. Gemes gue," kata Yasmine terkekeh sambil menepuk pelan puncak kepalaku. Aku dengan cepat menampik tangannya. Dan melepaskan rangkulan Astrid.
"Sini deh. Gue kasih tahu. Gue lagi baik nih. Temen gue ini, Alya," kata Yasmine menunjuk Alya, "suka sama Romi, ketua klub lo itu. Baru-baru ini sih sukanya. Ya enggak, Ya?"

KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Keeper
Ficção Adolescente[Paraduta Series #1] - COMPLETED Namaku Nadine. Aku anak baru di SMA Paraduta namun sudah mengetahui dan memegang rahasia beberapa orang yang cukup penting dan populer di sekolah baruku. Wanna know their secrets? Tapi jangan menyebarkan rahasia mere...