1# Pangeran Penyelamat

465 35 5
                                    

**Bahkan dengan hitungan beberapa detik saja Allah dapat mengubah suatu keadaan. Maka dari itu, gunakan waktumu sebaik mungkin bersama orang yang kamu cinta.**

****

Tiga hari setelah kejadian itu, Zara masih bisa diselamatkan dan saat ini terbaring koma di ranjang rumah sakit, dia belum sadarkan diri sedangkan sang papa tidak terselamatkan. Jenazahnya ditemukan tepat hari itu juga dan dimakamkan tanpa kehadiran Zara.

Luna terus memandang wajah putri semata wayangnya dengan perasaan sedih. Ibu dari satu anak itu hanya bisa menerima dengan lapang dada atas kepergian suami tercinta juga keadaan putrinya yang sampai saat ini belum ada kepastian.

"Mimpi kamu terlalu indah ya? Sampai kamu nggak mau bangun. Kamu bertemu Papa di sana, sayang?" ucap Luna dengan pelan memandang wajah putrinya yang terbaring lemah di ranjang.

"Kamu bahagia ya, sama Papa di sana? Lalu bagaimana dengan Mama? Mama nggak punya siapa-siapa di sini, kamu harus bangun, Zar."

Tangis Luna pecah dibarengi dengan pintu ruang rawat yang terbuka.

"Selamat pagi, Tante." Pria dengan setelan kemeja berwarna hitam itu mendekati Luna sembari meletakkan sesuatu di nakas.

"Pagi, Sagara? Kamu datang lagi." Luna menghapus air matanya kasar.

"Sagara tahu Tante pasti belum makan siang. Tante udah janji sama Sagara bakal makan tepat waktu, tapi Tante lupa sama janjinya," protes pria itu.

Luna tersenyum, selama Zara koma, pria itu selalu berada di sisinya. Dia, yang bahkan tidak Luna kenal sebelumnya. Dia, yang menyelamatkan nyawa Zara saat wanita itu hampir tenggelam karena tak bisa berenang. Hingga hari itu membuat mereka menjadi dekat seperti keluarga.

"Makasih, Nak Sagara. Kalo gitu Tante mau ke musholla dulu sekalian bawa makanannya. Kamu bisa jagain putri Tante sebentar, kan?"

"Dengan senang hati."

Sagara memandang sosok wanita yang ia selamatkan tiga hari lalu, meski dia terlelap, kecantikan di wajahnya tidak pudar. Bulu matanya yang lentik dan alisnya yang sedikit tebal membuatnya tampak mempesona.

"Hai, eumm... walaupun kita nggak saling kenal, tapi bisa kan kamu bangun sekarang? Lalu ucapkan terima kasih padaku karena sudah menyelamatkan nyawamu?"

"Satu lagi, jangan ge-er dulu ya, karena tiap hari aku ke sini. Aku ke sini bukan karena kamu tapi aku khawatir sama mama kamu, takut dia kenapa-kenapa, dia sendirian, masa kamu tega sih ninggalin mama kamu sendirian di sini? Nanti kamu jadi anak durhaka," cerocos Saga seperti orang yang sedang berbicara dengan patung.

"Ck, kalo kamu nggak bangun hari ini aku nikahin mama kamu ya, dia kan janda tapi lumayan cantik."

Sagara seketika menyesali ucapannya yang tiba-tiba saja keluar. Mulutnya ini memang tidak bisa dikontrol dan suka ceplas-ceplos. Beberapa kali dia menampar wajahnya sendiri. Karena sadar, Zara tidak akan bangun dalam waktu cepat.

"Pa—pa...." Sagara berhenti menampar dirinya sendiri, senyumnya merekah saat melihat pergerakan dari ranjang. Wanita itu membuka mata pelan diikuti dengan jari-jari tangannya yang bergerak.

"Alhamdulillah nggak jadi nikahin janda anak satu. Eh Astaghfirullah maksudnya nggak jadi nikahin tante Luna. Maafin Sagara ya Allah suka ceplas-ceplos gini," gumamnya pelan.

"Hai, aku di sini," sapa Sagara.

Zara mengernyitkan dahi bingung. Dia lupa dengan apa yang terjadi padanya. Dia tak memedulikan pria yang menyapanya barusan. Dia hanya sedang memikirkan dirinya sedang ada di mana dan apa yang telah dia lalui? Tubuhnya terasa sakit semua seperti sudah tertidur lama sekali.

Lembayung Sagara | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang