8# Perpisahan Manis

174 26 0
                                    

Setiap manusia semasa hidupnya pasti pernah mengalami titik terendah, titik dimana dirinya merasa putus asa dan tak ingin melanjutkan hidup. Merasa bahwa dunia sudah tidak perpihak padanya lagi. Merasa tidak ada yang peduli dengan semua masalah yang di alami. Ada satu hal yang membuat manusia itu istimewa, yakni mereka yang mampu bertahan dan melewati masalah terberat mereka dengan penuh keikhlasan dan selalu berprasangka baik kepada Allah.

Ibadah salat maghrib telah selesai dilaksanakan, Zara menunggu kedatangan Sagara di depan pintu masuk masjid namun pria itu tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Hampir sepuluh menit Zara berdiri di sana dan sudah tidak ada lagi orang di dalam masjid kecuali marbot masjid.

Dari celah-celah jendela Zara mengintip mencari keberadaan Sagara, takut bila nantinya pria itu kabur lewat pintu belakang.

"Maaf Mbak menunggu siapa, ya?" Zara merasa malu tertangkap sedang mengintip jendela masjid di tempat salat pria.

"Maaf, Pak. Teman cowok saya masih didalam kayaknya. Daritadi saya tungguin nggak keluar-keluar soalnya," ucap Zara dengan jujur.

"Kalo gitu masuk aja nggak papa saya temenin."

Bapak marbot masjid tersebut mengantar Zara untuk menemui Sagara yang ternyata betul masih berada di sana dengan tangisan yang terdengar begitu pilu dan menyesakkan. Zara kemudian menahan bapak tersebut untuk tidak mengganggu Sagara.

"Maaf Pak, teman saya baru kehilangan orang yang dia sayang, mungkin dia butuh waktu untuk ketemu saya, saya tunggu disini aja."

"Baik. Bapak pergi ke samping masjid dulu, ya."

"Makasih, Pak." Zara memperhatikan Sagara yang terus-menerus menangis di sana sendirian. Kakinya terasa berat untuk masuk, Zara tak ingin mencampuri keputusan Sagara. Berharap setelah ucapan Zara yang panjang lebar itu membuka mata Sagara untuk tetap bertahan.

Dari balik pintu Zara hanya bisa melamun mengingat sosok Sagara yang penuh tawa berbeda dengan saat ini yang dipenuhi dengan rasa sedih dan terluka. Bola mata Zara kembali melirik Sagara, sudah sekitar dua puluh menit Zara menunggu namun pria itu tak kunjung menemuinya.

"Zara?"

"Akhirnya kamu keluar juga. Aku udah nunggu dua puluh menit, lama banget kamu ngapain aja?"

Sagara tersenyum tipis melihat Zara dengan wajah yang marah. "Ngobrol sama malaikat untuk bernegosiasi, matinya aku ditunda dulu. Aku mau tobat dan ikutin kata kamu. 'Tujuan setiap manusia adalah Allah' terima kasih untuk semua kebaikan kamu."

Jawaban Sagara terdengar seperti candaan namun, Zara bersyukur usahanya tidak sia-sia.

"Pulangnya habis isya, ya. Tanggung sebentar lagi azan. Aku mau ngaji dulu didalam."

Zara mengangguk dengan tubuh yang membeku. Pasalnya beberapa waktu lalu Sagara menangis tersedu-sedu di dalam sana tapi saat dia keluar menemui Zara dia tampil dengan wajah yang begitu ceria.

Sagara terdengar melantukan surah Al-Baqarah dengan suara yang sedang. Zara tak menyangka jika Sagara punya kualitas suara yang bagus apalagi saat melantukan surah tersebut meskipun masih belum terlalu lancar.

"Masyaa Allah, sudah ganteng, suaranya bagus banget. Kamu akan terlihat sempurna dengan balutan akhlak yang mulia."

Setelah melakukan kewajiban sebagai seorang muslim. Wajah Sagara tampak berbinar tak seperti sebelumnya yang kusam dan penuh banyak mata kesedihan. Zara yang melihat secara langsung bagaimana pria itu tersenyum ke arahnya seolah mengatakan 'terima kasih banyak.'

Mereka berdua sampai di ujung jalan dimana mereka sepertinya harus berpisah karena Zara meninggalkan mobilnya didekat pemakaman sedangkan Sagara mobilnya berada didekat jembatan.

Lembayung Sagara | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang