2# Karena Jus Jeruk

271 31 0
                                    

**Hal pertama yang kita lihat saat bertemu orang adalah penampilan. Tapi, bukan berarti kita harus menilai orang dari penampilannya.**

****

Mata Zara kembali berkaca-kaca saat melihat makam Malik. Sagara yang di samping wanita itu hanya bisa diam mendengarkan curahan hati seorang anak perempuan yang terdengar sangat menyesakkan dada.

"Papa, apa kabar? Zara sekarang udah baik-baik aja, mungkin besok Zara akan kembali bekerja di rumah sakit. Padahal baru kemarin Zara ke sini tapi Zara udah rindu sama Papa. Papa tenang, ya di sana."

Ucapan Zara terdengar pilu, Sagara teringat dengan bundanya yang sudah lama meninggal. Dia tahu betul bagaimana rasanya kehilangan orang yang paling dicintai. Butuh waktu bertahun-tahun untuk Sagara bangkit.

"Kehilangan orang yang paling dicintai memang menyakitkan. Itulah kehidupan, kadang memberikan cobaan yang begitu berat tapi, cobaan itu bertujuan untuk membuat kita menjadi orang yang lebih kuat dari sebelumnya," cetus Sagara.

Zara terdiam mendengar perkataan Sagara kemudian bertanya, "kamu pernah kehilangan orang yang kamu cintai?" Bibir Sagara terangkat mengingat kejadian kelam yang menimpanya.

"Pernah. Dan itu sakit sekali." Kehilangan sosok ibu dalam kehidupan Sagara membuat pria itu merasa bahwa cerita hidupnya telah berada di epilog.

"Aku laper. Boleh kita makan dulu sebelum kembali ke rumah sakit?"

Mendadak Zara bangun dari tempatnya berjongkok dan berkata demikian pada Sagara. Bukan terkejut lagi, Sagara juga heran mengapa sangat tiba-tiba?

"Kamu masih sakit nggak boleh makan sembarangan," tegur Sagara.

"Aku dokter, aku tau mana yang baik buat aku makan. Boleh, ya?"

Perkataan Zara seperti sihir yang membuat Sagara menuruti saja keinginannya sejak awal. Sagara menuntun Zara berjalan karena kaki Zara belum sepenuhnya pulih. Mereka makan di salah satu restoran dekat dengan pemakaman. Kebetulan sekali Sagara belum sarapan, biasanya dia sarapan saat di pelabuhan.

Sagara memesan satu porsi chicken dan jus jeruk favoritnya. Sedangkan Zara hanya memesan roti tawar dengan selai nanas serta air putih. Mereka menghabiskan makanan masing-masing. Tidak ada perbincangan selama mereka makan yang ada hanyalah keheningan.

"Kamu belum sarapan?" tanya Zara penuh pengertian karena melihat Sagara menikmati pesanannya. Zara akhirnya mulai kembali menjadi dirinya sendiri setelah beberapa kali Sagara membujuknya untuk berbicara walau hanya menjawab pertanyaannya.

Sagara tersenyum mendengar Zara sedikit peduli padanya. "Belum, biasanya aku sarapan di tempat kerja," balas Sagara dengan enteng.

"Ini udah jam sepuluh pagi, sarapan yang wajar itu dari jam enam sampai jam delapan. Selambat-lambatnya itu jam sembilan."

"Ini jam sepuluh pagi, kan? Bukan malam? Berarti masih pagi. Jadi sebutannya sarapan. Sama aja udah."

Zara menghembuskan napas kasar mendengar jawaban Sagara yang benar-benar menjengkelkan. Sepertinya Zara harus ekstra sabar saat menghadapi pria itu.

"Kenapa kamu ke rumah sakit terus? Mamaku udah baik-baik aja, aku juga udah sembuh."

"Ada orang lain yang aku temui di rumah sakit."

Mendengar respon Sagara, Zara hanya menganggukkan kepala. Dia sempat curiga bahwa Sagara datang ke rumah sakit terus menerus karena ingin mengambil hati mamanya, siapa tahu dia menyukai Luna karena beberapa kali dia berkata bahwa Luna cantik. Sekarang kan sudah zamannya di mana menikah tidak memandang umur atau status.

Lembayung Sagara | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang