22# Akankah Kamu Membenciku?

107 19 0
                                    

Sagara tidak punya alasan untuk menolak kemauan Zara yang hendak membawanya ke rumah sakit tempat Zara bekerja-tidak jauh dari restoran. Sejak tadi Sagara menundukkan kepalanya agar tidak menjadi pusat perhatian orang karena lebam yang ada disekitar wajahnya. Bisa-bisa banyak orang yang mengira jika Zara memergoki Sagara yang tengah berkelahi dengan pria lain. Apalagi status mereka berdua sekarang sudah banyak orang yang tahu.

Pria itu sangat pengertian, tidak mau membuat rumor macam-macam apalagi ditempat Zara bekerja, takut jika Zara tidak akan nyaman bekerja di sini. Awalnya Sagara juga tidak berniat mengunjungi Zara di rumah sakit namun kebetulan dia lewat dan ingin melihat keadaan Zara, baru semalam mereka bertemu namun Sagara merasakan rindu yang teramat dalam pada calon istrinya itu.

Langkah kaki Zara begitu gesit, seolah-olah dia sangat khawatir begitu melihat wajah Sagara yang babak belur sehabis dipukuli oleh Aksa. Sejujurnya, Zara merasa amat sangat bersalah karena dia juga sudah tahu alasan dibalik Sagara mengalami perlakuan yang tidak baik, tentunya karena Zara.

"Luka kamu ada lagi?" Zara menuntun Sagara untuk duduk di kursi pasien dan mulai mengoleskan obat pada bagian yang lebam di muka Zara. Di ruangan itu tidak hanya Zara dan Sagara namun ada satu perawat yang biasanya membantu Zara melayani para pasien dan dialah satu-satunya perawat yang Zara percaya bisa menjaga mulutnya.

Sagara tidak percaya selain Athaya dan Ana akhirnya dia memiliki orang lain yang akan mengkhawatirkannya mulai hari ini hingga selamanya, tentu saja wanita itu Zara. Sagara tidak pernah lelah untuk menunjukkan senyum tulusnya pada wanita itu.

Dengan gelengan pelan Sagara menjawab, "Nggak ada, Dok. Aku baik-baik aja. Semalem juga udah aku kompres pake air dingin. Lagian cuma luka kecil nggak perlu khawatir."

Zara menghembuskan napas lega begitu selesai menempelkan plester obat. "Ayah kamu bilang apa?" tanya Zara seraya membetulkan letak kotak P3K untuk menghindari kontak mata dengan Sagara.

"Nggak ada kok," singkat Sagara.

Kedua mata Zara terangkat menatap lekat bola mata tajam Sagara yang sangat mirip dengan tatapan yang sering ditunjukkan Aksa, namun milik Sagara ini sedikit berbeda karena tampak tenang. Pandangan Zara semakin dalam untuk mencari celah kebohongan dari perkataan Sagara. Dan Zara menemukan hal itu, Sagara membohonginya.

"Jujur Sagara," desak Zara.

"Oke aku jujur. Ayah tahu kejadian yang ada di pelabuhan semalam. Dia juga masih nggak setuju tentang kita. Kamu jangan pikirin hal ini, aku akan berusaha dan aku yakin kali ini nggak akan nyerah. Kamu harus percaya sama aku."

Penjelasan Sagara membuat Zara banyak diam. Rupanya kisah cintanya memang ditakdirkan begitu rumit dan tidak pernah mulus. Kali ini Zara akan berusaha lebih bersabar dan menunggu Sagara. Zara juga yakin Sagara tidak akan menyerah begitu saja apalagi untuk penantian selama itu.

Zara mengangguk mantap mendengar kalimat terakhir Sagara agar pria itu tidak merasa terbebani.

"Kalo kamu nggak sehat ngapain sih ke sini? Kan di rumah bisa istirahat. Terus, kamu mau ngirimin aku donat tiap hari? Kamu mau aku kena diabetes karena tiap hari makan donat sebanyak ini?" Zara berusaha membicarakan topik lain dengan pria dihadapannya.

"Yaudah aku kirimin bunga aja tiap hari."

"Kamu pikir aku udah meninggal?"

"Astaghfirullah, nggak begitu Zara. Maksud aku baik biar kamu seneng, eum.. tapi aku lupa kamu nggak suka bunga. Yaudah kamu maunya apa?"

"Kamu pulang, aku mau lanjut kerja, ada banyak pasien yang nunggu di depan."

Sagara memanyunkan bibirnya beberapa saat, dia datang ke sini baru sekitar lima belas menit namun Zara sudah mengusirnya lebih dahulu. Apalagi mereka belum banyak berbicara. Namun, Sagara sangat menghargai pekerjaan hebat milik Zara dan tentunya bangga.

Lembayung Sagara | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang