9# Sepucuk Surat

170 23 0
                                    

Memang betul surat hanyalah tulisan tanpa arti. Namun, setiap kalimat dalam surat ditulis dengan rasa yang penuh ketulusan.

-Sagara Biru-

*****

Hari itu benar-benar menjadi terakhir kalinya mereka bertemu. Sejak hari itu pula mereka berpisah tanpa saling memberi kabar satu sama lain. Sagara hilang bak ditelan bumi.

Usai Zara mendengar pengakuan cinta Sagara, tidurnya tak pernah nyenyak semalam pun. Dia merasa ada yang mengganjal dalam hatinya tapi dia tidak pernah tahu itu apa. Rasa kecewa? Atau itu pertanda bahwa Zara telah mencintai Sagara namun dia tak menyadarinya?

Satu minggu berlalu begitu cepat, Zara mulai beradaptasi dengan tempat tinggal barunya. Sejak menginjakkan kaki di tanah kelahiran Zara ingin menghubungi Sagara untuk menanyakan kabar namun terus ragu, takut bila dirinya mengganggu waktu Sagara yang teramat sibuk.

Padahal sebenarnya Sagara membutuhkan teman cerita karena dia harus merasa kehilangan secara bertahap tanpa jeda. Zara ingin menanyakan bagaimana hari-hari pria itu setelah ditinggalkan dengan orang-orang yang dia cintai. Apakah dia merasa patah hati yang sangat menyakitkan?

Meski hari itu Zara sudah menyelamatkan nyawa Sagara dari tindakan gilanya, tetap saja Zara masih merasa cemas. Bisa jadi terlintas dalam benak Sagara untuk mengakhiri hidupnya lagi karena tidak ada seorang pun yang menjadi sandarannya.

Luna memang merasa banyak perubahan Zara semenjak dia meninggalkan kota Jakarta. Apalagi sejak dirinya bertemu dengan Sagara. Wanita itu selalu menampilkan raut wajah kesedihan, seperti banyak pertanyaan yang ingin dia tahu jawabannya.

"Zar, sarapan paginya udah Mama siapkan!" seru Luna pelan melihat Zara yang sedang bersender di teras rumah. Rumah yang mereka tinggali sangat sederhana berbeda dengan rumah mewah mereka yang di Jakarta.

Zara kemudian beranjak dari tempatnya duduk dan menempatkan dirinya disalah satu kursi makan.

"Ada apa?" tanya Luna.

"Zara ngerasa bersalah sama Ana dan Sagara, Ma. Gimana ya, kabar dia?" Selama ini Luna selalu mendengar keluh kesah Zara bahkan masalah terkecilnya.

"Kamu punya kontak dia, kan? Kalian ini berteman jangan ragu untuk saling menanyakan kabar. Mama setuju aja kamu temenan sama Sagara karena dia pria yang baik. Makan dulu, habis itu dipikirin lagi saran Mama."

Meski sudah berada di sini cukup lama, Zara belum berniat untuk memasuki tempat kerjanya karena dia masih ingin terus bersantai sebelum hari-harinya disibukkan lagi dengan pasien di rumah sakit.

Kali ini tekad Zara sudah bulat untuk menghubungi Sagara lebih dahulu. Lebih baik jika Zara berinisiatif daripada dia mengalami penyesalan diakhir.

Zara mengambil ponselnya di nakas lalu mencari kontak Sagara untuk dia telpon. Jarinya masih tampak ragu untuk menekan ikon telpon tetapi karena tekadnya sudah bulat Zara pun menekannya dengan menghembuskan napas pelan sebelum memulai percakapan.

Zara terus mengigit bibirnya sembari menunggu telponnya tersambungkan, banyak hal yang sebetulnya ingin Zara katakan tapi dia masih takut. Sayangnya, telpon Sagara tak bisa dihubungi. Zara merasa kecewa yang berat, seandainya dia menghubungi Sagara saat dia baru saja tiba di Bandung pasti tidak akan seperti ini.

Tak ingin menyerah, Zara mencoba menghubungi Sagara lagi hingga berkali-kali tetapi respon dari seberang tetap sama.

"Zara, kamu sibuk?" Mendengar pintu kamarnya diketuk, Zara menyembunyikan ponselnya dan bersikap seolah dia sedang membaca buku.

Lembayung Sagara | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang