14# Hukuman Cinta

149 19 2
                                    

Hamparan pasir putih tampak berkilau dari tempat Zara berdiri bersama dengan Sagara. Ombak kecil terdengar begitu menakutkan di telinga Zara, rasanya seperti kejadian itu terulang kembali. Memori-memori kelam itu berkeliaran dibenak Zara. Dadanya terasa sangat sesak, keringat mulai bercucuran serta kedua tangannya gemetar.

Sagara fokus menikmati pemandangan indah lautan di sana, ombak-ombak saling berkejar-kejaran di tengah sana. Dia melupakan pobia yang dialami Zara.

"Lihat, pemandangannya indah kan?" Sagara melirik Zara dengan tatapan berbinar, bukannya merasa senang Sagara berakhir panik melihat wajah Zara berubah pucat pasih seperti mayat. Keringatnya berceceran dimana-mana. Disaat itulah Sagara menyadari bahwa Zara masih belum bisa berbaikan dengan laut. Sagara menyalahkan dirinya atas tindak bodohnya.

Sagara membawa Zara duduk di depan rumah pondok yang berisi banyak pepohonan besar. Segelas air putih Sagara berikan pada Zara lalu membantunya untuk meneguknya karena tangan Zara masih bergetar hebat. Setelah keadaannya cukup membaik, Zara menangis tanpa suara. Sagara merasa sangat bersalah karena membawa Zara ke tempat yang paling dia benci.

"Zar, maafin aku, ya? Aku cuma berusaha bantu kamu bangkit dari pobia kamu sama laut. Aku pikir kamu nggak akan kayak gini, aku minta maaf, jangan bikin aku khawatir." Ingin sekali Sagara menghapus air mata yang tersisa di wajahnya namun Sagara tidak bisa. Zara bukan wanita yang dengan mudah disentuh orang lain, apalagi peran Sagara di sini bukanlah siapa-siapa.

"Jangan nangis lagi aku mohon, aku minta maaf, aku bakal lakuin apa aja supaya kamu maafin aku."

Zara tak menggubris permintaan maaf Sagara karena Zara masih terbayang dengan kejadian saat itu, dimana dia juga hampir menjemput ajalnya karena tidak bisa berenang, kapal terbakar dan terbalik itu menjadi memori yang sangat Zara takuti sekaligus benci.

Dua jam sudah Sagara berada disisi Zara tanpa melakukan apapun selain memperhatikan wanita itu yang sedang berusaha baik-baik saja. Sagara hampir frustrasi karena Zara tak kunjung berbicara padanya, namun akhirnya Zara membuka suara dan itu membuat Sagara bernapas lega.

"Sagara, kalo misal orang tua kamu meninggal karena rencana seseorang, apa yang kamu lakuin?"

Sagara diam sejenak, pasalnya Zara baru saja tenang namun pertanyaannya sudah macam-macam yang Sagara tak mengerti apa maksudnya. "Dibunuh?" Zara mengangguk pelan menatap lekat mata Sagara. Tatapan itu, Sagara sangat lemah. Tatapan menyedihkan yang pernah Sagara lihat saat Zara mengalami titik terendahnya yaitu kehilangan seorang ayah.

"Aku mungkin bakal benci kalo liat wajah pelakunya seumur hidupku. Siapapun pelakunya harus membayar nyawa yang telah dia ambil tanpa rasa bersalah. Kenapa kamu tanya itu?"

"Aku hanya berandai, seandainya papa meninggal karena seseorang, aku pasti akan melakukan seperti yang kamu katakan. Mereka nggak layak menikmati hidup kan? Terus gimana pendapat kamu soal pelaku yang kabur menikmati hidup damai dan menghancurkan bukti pembunuhan?"

Kali ini Sagara benar-benar tidak mengerti kemana arah pikiran Zara, wanita ini sulit sekali ditebak.

"Mungkin aku makin benci sama pelakunya dan nggak akan segan buat mukul kalo ketemu biar aku puas. Lagi, meskipun pelakunya kabur, mau dia tinggal dimanapun, dia nggak akan pernah tenang, dia akan selalu dibayang-bayangi sama rasa bersalah. Semua perbuatan akan ada balasannya. Kebusukan yang ditutup rapat-rapat pada akhirnya juga akan terbongkar."

Zara tersenyum tipis lalu menghapus sisa air matanya. "Aku nggak papa, makasih ya udah mau bantuin aku biar nggak pobia sama laut lagi. Aku yakin suatu hari nanti aku bisa menikmati keindahan laut tanpa takut, setelah aku berhasil menemukan pelakunya." lanjutnya dalam hati.

Lembayung Sagara | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang