Alin tiba di depan jembatan. Ia melangkahkan kakinya naik ke pembatas jembatan. LOMPAT! Ia akan lompat. Ketakutan menjalar ke seluruh tubuhnya. Tapi percayalah ketakutan itu tidak mengalahkan ketakutan Alin kepada kutukan. Ia menaikkan kakinya di undak-undik jembatan. Selangkah lagi tujuannya akan tercapai. Lagipula. Ia tinggal lompat kemudian alam yang mengurus sisanya. Tidak susah bukan? Apa Alin akan melakukannya?{}
----
Jika mencintaimu itu salah, lantas katakan pada tuhan izinkan aku melakukan kesalahan itu berkali-kali
-100 Likes 100 Lives
--
Alin menutup matanya... yah... ini saatnya dia pergi, saatnya dirinya merelakan semuanya. Ia merasa, dirinya pantas mati. Tidak pantas ada disini... semakin dekat. selangkah lagi. Maka tubuh Alin sudah menyatu dengan dinginnya sungai. Dan sunyinya kedalaman.
Pet...pet...pet suara bel familiar itu membuat Alin membuka matanya. Tau suara bel apa? bel abang cilor. Cilor paling enak dimakan dicuaca terik kayak gini. Pas aja gitu, apalagi sausnya ekstra pedas. Ngerti kan geregetnya? . Alin menegak salivanya. CI-LOR. Terdengar menggiurkan. Oke, ga lucu kalo Alin mati penasaran hanya karena cilor. Akhirnya Alin berlari mengejar gerobak cilor yang semakin menjauh.
"Bang..!"
"Bangg...!" Alin mengejar sepenuh tenaga. Melambai-lambai agar terlihat.
Woy Lin bundirnya gimana? Sungainya nunggu tuh
---
"Alin pulang pa!" seperti sebuah formalitas, ketika memasuki rumah Alin selalu berkata demikian. Entah ada atau tidak orang dirumah. Kadang dibalas oleh suara tikus yang berlarian mencari makan, semenyedihkan itu kehidupan Alin. Oh ya, Alin pulang kerumahnya, mencari tau apa kelanjutan pindah ke Almeta.
"Ya" balas pria jakung yang berkumis tipis.
"Loh papa sudah balik?"
"Iya tadi kan urus surat pindahmu"
"Gimana jadinya?"
"Kamu bisa masuk senin"
"Senin?" Alin membeo.
"Hm"
"Oke pah thanks yah" Alin berbalik setelah melihat papanya mengangguk tanda menerima terimakasihnya.
--
Dikamar, Alin membuka slot tas nya bagian depan. Ia melihat hansaplast yang sangat berarti baginya. Yap waktu itu dari Algar. Entahlah pria bernama Algar itu serasa menyihir Alin untuk jatuh cinta padanya. Tatapan matanya yang dingin. Suaranya yang berat, rambutnya yang berponi. Ah sempurna! Bisa di bayangngkan wajahnya mirip sangat mirip seperti Cha Eun Woo yang tanpangnya woah bisa membuat sel kulit langsung mati karena minder. Dan sekarang pria seperti Cha Eun Woo itu muncul di depan Alin? Bagaimana ia tidak menggila?.
"Nanti malem ngapel Ah.... babang Algar tunggu Alinnn" kata Alin menatap hansaplastnya memanyun-manyunkan mulutnya. Oh! Alin sudah terkena virus cinta. Alin butuh dokter cinta.
Ia bisa melupakan kejadian menyedihkan yang menerpa hidupnya, kehidupannya yang nantinya bagaimana. Alin tidak tau. Satu hal yang dia tau pasti, semesta sedang mengutuk wanita jahat bernama Alin. Seperti sebuah alkisah dimana jika ia menyakiti sang ratu. Maka penyihir akan menderita sampai mati tak berdaya. Itulah Alin, apa ia akan mati seperti nenek sihir?.
--
Malam tiba, rasa mager menggerogoti tubuh Alin, padahal hari ini Alin akan pergi ke cafe Algar. Tapi sumpah! Rasanya menggerakkan stang stir aja malesnya bikin mau taubat. Otaknya bekerja, mengapa tidak pesan ojek online saja?.
KAMU SEDANG MEMBACA
Likes For Lives.
Teen Fictionblurb: {FOLLOW SEBELUM BACA!} Kalian tau apa itu hidup? Kalian tau kapan kalian mati? Kalian tau... hal apa yang membuat kalian mati? yah... tak ada yang tau kecuali Tuhan pastinya. Namun, Alin selebgram dengan kehidupan sempurna tiba-tiba terken...