Memutuskan (37)

11 9 4
                                    

Haloowwww~

Welkam~~~~

Terimakasih sudah membaca sejauh ini~.

--

Alin berdigik ngeri. Ia melihat seseorang yang tergelincir dihadapannya kemudian mati. dengan segenap tenaga Alin mengumpulkan nyali untuk mendekati Weni. Dirinya begitu takut. Rasanya seolah-olah melihat insiden pembunuhan.

Alin menuruni anak tangga perlahan dengan kakinya yang gemetar hebat. "Wen....." sapa Alin. Saat tidak ada jawaban, Alin kembali mendekat, lebih dekat dari sebelumnya. Ia memangku wajah Weni dengan tangan yang gemetar ketakutan.

"Wen....weni...wen bangun! Wen...." nafas Alin tersenggal-senggal. Demi apapun seribu kata takut pun tidak bisa mewakilkan perasaan Alin saat ini. Jika ada kata yang menyamakan sangat,sangat,sangat takut maka Alin akan memakainya untuk menggambarkan perasannya.

Ia memegang nadi Weni. Berharap itu masih berdetak normal. Saat nadi itu tidak ada. Alin merasa kalut. Dia merasa seperti penjahat. Gadis itu menyentuh hidung Weni berharap desiran nafas masih terasa. Namun NIHIL!. Weni sudah pergi.

"Wenn...Wen!" Alin menggoncang tubuh Weni dengan hebat. Berharap itu akan membangkitkan jenazah Weni. Alin rela menukarnya dengan nyawanya sendiri. Asalkan..... Weni hidup.

Saat atmosfer dingin menyapa. Alin mendongakkan kepalanya keujung tangga. Disana terdapat Algar yang memandang Alin dengan tatapan benci. Algar meremas tangannya dengan erat se erat mungkin.

"Algar.....?" ucap Alin pelan. Algar mendekatinya membuat bulu kuduk Alin meremang. Tatapan Algar kosong. Ia membidik tatapan mengerikannya itu kearah Alin.

"Alin?..... Weni kenapa?" Algar bertanya yang terdengar seperti mantra kutukan bagi Alin. Pelan.... namun itu bisa membuat jantungnya nyaris meloncat keluar.

"Al.....Al...Algar?" terbata-bata. Alin tak bisa menahan isakannya.

"Weni kenapa?....... kamu bunuh dia ya?" ucapan itu terdengar seperti tuduhan namun Alin ingin mengiyakannya dan memohon ampun pada Algar.

"Alll...." perkataan Alin terhenti. ia terbangun dari mimpi buruknya. Mimpi yang serasa amat nyata itu, nyaris membuat Alin mati ketakutan.

Iya..... semuanya hanya mimpi, Alin berada dikamarnya sekarang. Ia masih menggunakan baju seragam. Entah kapan dirinya tertidur. Nafas Alin sesak. Keringat dingin mengucur. Demi apapun itu adalah mimpi paling menakutkan yang pernah ia alami.

--

Alin melangkah keluar kamar meminum air mineral untuk menenagkan dirinya yang sangat tegang. Pikirannya kacau. Jadi, ia memijat pelipisnya perlahan. Memainkan HP nya berharap sesuatu yang menarik bisa menghiburnya.

Halo mbak kami dari Requts beauty. Ingin membatalkan kontrak brand ambasador dengan mbak Alin. Konflik yang baru-baru ini terjadi membuat kami terpaksa melakukan tindakan ini. Kami harap mbak dapat maklum dari keputusan yang kami buat.

Alin menghela nafasnya kasar sewaktu membaca DM pembatalan kontrak dengan salah satu brand ternama. Tidak hanya satu brand. Beberapa brand mulai membatalkan kontrak yang membuat Alin semakin frustasi.

Ia memberanikan diri membuka komentar di post terbarunya. Post yang ia buat sewaktu kematian menyerangnya. Dia menegak salivanya berat setelah melihat komentar yang persis seperti bak sampah untuk setiap umpatan.

@Her**** Gila muna banget.. gua baru liat di lambe nyai sumpah no respect.

@Vi*** Orang-orang kayak gini pantes mati tau gak!.

@Gib*** Sumpah gue dapet kabar kalo salah satu siswa bundir ga kuat di bully ma dia.

@Jun**** KOMUK ANJENG!.

Likes For Lives.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang