Mati (20)

16 10 5
                                    


Halo~

Welcome to new part~

Thanks a lot udah baca sejauh ini~

Hope u like it~

Enjoy~

--

Balasan seorang setimpal dengan apa yang diperbuatnya. Itulah hukum semesta. Alin sudah membunuh 2 orang jadi, haruskah ia bayar setimpal dengan 1 nyawa? Nyawa Alin sendiri?. Sudahlah. Keadilan akan bertengger di pucuk kemenangan, jadi lihat saja apa yang terjadi pada si pembunuh.

Pisau itu diayunkan oleh Ibu Farra. Tanpa Alin menyadarinya, mata pisau sesaat lagi akan melukai punggungnya. Alin sibuk dengan tangisannya. Sehinga tidak sadar, sesat lagi ia mungkin sudah tidak ada di dunia.

Prakkk pisau yang terayun itu tiba-tiba terhempas. Seolah ada yang sengaja menepis tangan ibu Farra. Menyadari suara itu, Alin menoleh ke sumber suara. Melihat yang terhempas itu adalah pisau, Alin gemetar hebat. Memang ... dia layak untuk mati.

"Tante...." Alin menegang. Bagaimana tidak? ia nyaris mati kurang dari satu menit lalu!.

"Saya berubah pikiran.... saya akan membiarkan kamu hidup. Dengan penuh rasa malu dan rasa bersalah kepada adik kelas yang kamu bunuh" ucapan ibu Farra penuh penekanan disetiap baitnya. Matanya merah padam seolah setan bersemayam ditubuh kurus itu.

"Hiduplah dengan penuh rasa malu sampai hal itu membusuk ditulang mu.... itu adalah hukuman saya untuk kamu" ucapnya sambil berdiri.

Alin langsung meraih pisau itu dengan tergesa-gesa. Iya.... dia tau dirinya tidak pantas hidup. Jadi... mengapa tidak mengakhiri ini?. Tangan Alin terayun diudara... beberapa detik lagi ia hanyalah bangkai tidak bernyawa.

Prakkk..... pisau itu kembali terlempar. Ibu Farra yang melakukannya. Ia memandang Alin yang wajahnya sudah pucat pasi sekaligus bengkak karena tangisan dari tadi terus menghampiri.

"Hiduplah Alin.... saya memutuskan kamu untuk hidup mengapa kamu menolak?. Hiduplah jika kamu menyesali perilaku mu yang persis seperti perilaku anjing liar!" suara lembut penuh penekanan dan kemarahan membuat dada Alin sesak tidak karuan.

Hidup seperti orang kehilangan arah memang lebih buruk dari kematian. Itu sama saja seperti kapal layar kehilangan layarnya. Sama saja seperti pesawat tanpa sayapnya. Tidak berarti dan bagaikan sebuah rongsokan!.

--

Alin melangkahkan kakinya keluar dari rumah yang serba usang itu. rasa takut seolah memeluknya. Kini hanya ada kata Lari yang terngiang-ngiang di otak Alin. Sungguh, dia tau dirinya tak pantas disebut manusia. Namun, ia juga ingin berubah. Merubah segalanyanya menjadi lebih baik.

Alin duduk di kemudi stir. Ia menekan gas, dan dalam sejenak. Mobil itu telah melasat jauh dari depan rumah Farra. Alin menangis tersedu-sedu selama perjalanan, tidak ia sangka bahwa hidupnya nyaris berakhir tadi.

"Brengsek" kata Alin memukul stang stir dengan keras.

"Kenapa gue jahat banget sih kenapaaaaaa!" air matanya semakin deras, dirinya merasa lebih rendah dari sampah, lebih rendah dari binatang. Dirinya tidak lain adalah IBLIS, yang bertopeng bidadari.

Bersikap seolah dia bukan ratu bully di sekolah barunya, bersikap seolah dia hanyalah gadis biasa yang suka bercanda. Algar, Mina, Talita, dan Keenan. Serta semua siswa Almeta telah sukses Alin bodohi dengan akting 'Sok baiknya' berubah pun bukan perkara mudah.

--

Alin diam disalah satu tempat yang menjadi saksi bisu persaudaraannya dengan Aliza, disini mereka sering menghabiskan waktu bersama. tempat yang dulunya menjadi tempat Alin berhabagia. Tanpa disangka menjadi tempat Alin berduka.

Likes For Lives.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang