Bully lagi? (4)

48 15 0
                                    

Alin shock karena ia merasa Hannah meninggal karenanya, buktinya, Hannah bunuh diri saat hari dimana Alin menebar komentar jahat. Lebih-lebih Alin harus minta maaf kepada Hannah agar bebas dari kutukan sialan!. Bagaimana nasib Alin sekarang?{}

.

.

sebelum lanjut bca klik tombol  bintang dund, gratis loh.

.

.

 Para bedebah sepertinya memang tidak ada bedanya dengan sampah.

-100 Likes 100 Lives

--

Alin membenturkan kepalanya di lemari berkali-kali. Persis seperti orang keusurupan roh jahat di film-film. Ia juga mengigit kukunya. Sampai ujung jarinya berdarah. Perih bahkan tidak terasa. Tangannya seolah mati rasa.

Sumpah! Jika ini mimpi bangunkan Alin. Jika ini bukan mimpi, tolong beri kemudahan Alin keluar dari kutukan sialan ini. Doa itu terus dialunkan oleh Alin. Dirinya takut bukan main. Tanpa sadar hari sudah pagi. Kepalanya serasa berkecamuk. Bahkan, tak mengira pagi akan datang secepat ini.

"Al? Alin? Lin? Sekolah dulu yuk nak." Kata ayahnya mengetuk daun pintu. Alin tersadar dari lamunannya. "Ini sudah pagi?" tanya Alin pada dirinya sendiri. Tak ingin membolos, Alin langsung bersiap menuju sekolahnya.

Setelah berpakaian lengkap. Alin langsung keluar dari kamar, Ayahnya kaget melihat keadaan Alin yang menyedihkan.. ia berjalan dengan tatapan kosong kemudian duduk di kursi dapur. Mata pandanya membengkak, serta jari-jarinya berdarah. Dirinya seperti orang kesurupan IBLIS.

"Astaga Lin? Why? Are u okay?"

"Ya.. gapapa kok" kata Alin mengembangkan senyumannya yang semanis gulali.

"Kamu mau Papa anter aja nak?"

"Nggak Pa.. Alin gapapa kok."

"U sure?"

"Iyaaa papaaa" kata Alin dengan nada meyakinkan. Ayahnya hanya manggut seolah masih ragu dengan pernyataan ayahnya. Alin memakai jam tangan pink yang menunjukkan tempo sisa hidupnya. Modelnya lumayan bagus. Cocok buat gaya-gayaan.

Alin memandangi jam itu kemudian sesuatu terbesit dikepalanya. IYA! Opsi kedua. Dicium oleh cinta sejati. Berarti cinta dari Ayahnya cukup kan? Toh putri Aurora sadar karena kecupan Melafincent yang dipanggil ibu.

"Pah..."

"Hmm?"

"Boleh cium Alin?"

"Cium?" ayahnya memicingkan wajahnya. Cium katanya? Alin biasanya geli akan hal seperti itu.

"Iya CIUM" Ia menekan kata 'cium'

"Okay" Ayahnya mendekat mengecup pipi anaknya. Setelahnya Alin melihat aroloji yang melingkar ditangan kirinya. ZONKKK! Tempo masih berjalan. Alin berdecak kemudian menghentakkan kakinya sebal.

"Kenapa?" tanya ayahnya bingung

"Hah?... nggak..gapapa"

Ia mengetuk meja didepannya. IQ 120, berkerjalah.....

Tringgg muncul sebuah ide emas. Berubah menjadi lebih baik. Opsi ketiga untuk keluar dari kutukan, dan itu adalah pilihan terakhir. Dan... pastimya itu bisa dilakukan jika Alin menjauh dari sasaran empuk yang biasa terkena bullynya. Pindah sekolah. Solusi yang tepat bukan?

"Pah... sebenernya... Alin mau pindah sekolah" kata Alin tiba-tiba.

"Hah? Kenapa?" mendengar itu, Papa Alin melongo dibuatnya.

Likes For Lives.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang