Algar Berubah (39)

14 8 1
                                    


heyyyyyyy~

Welcome to my world~.

Hope u enjoy this part readersss....

--

Ditemani semburat matahari kuning yang masuk lewat jendela. Ditemani air mata kesakitan yang hanya bisa di pahami Alin. Ditemani angin yang berhembus lembut. Alin pingsan tak kuasa menahan cobaan yang ditimpakan semesta kepadanya.

"Wah napa tuh?" seisi kelas MIPA-2 dan MIPA-1 keluar. Alin pingsan diantara kelas-kelas itu. Semua memandangnya, tapi tidak ada yang mau mendekatinya. Menolongnya. Ini adalah balasan bagi wanita picik seperti Alin. Katakan bahwa ini pantas!.

Mereka bahkan tidak peduli. Se sakit apa luka yang dihadapi Alin saat ini. Memang benar adanya. Kertas putih jika terkena noda sedikit saja sudah berbeda makna. Dari konteks ini apakah kalian bisa mengerti?.

"Napa nih woy?!" Keenan datang berusaha masuk diantara segerombolan orang-orang yang hanya bisa menganga melihat nasib Alin.

"Alin?" katanya kemudian segera menghampiri tubuh lemas itu.

"Alin...Lin bangun Alin... Lin bangun!" digoncangkan kepala Alin berharap, Alin tersadar. Namun tidak. keenan memandang Algar yang baru saja datang bersama Mina. Memandangnya dengan tatapan tajam yang Algar bisa artikan 'Brengsek!' kira-kira begitulah arti dari tatapan itu.

--

Keenan membaringkan tubuh Alin di kasur empuk UKS. Suasana UKS persis seperti rumah sakit. Bau-bau menyengat dari obat-obatan menyambut hidung sewaktu baru masuk kesana. Diselimutinya tubuh Alin dengan lembut.

Saat dokter memeriksa. Keenan menunggu di balik tirai. Takut jika privasi Alin terganggu. Ketahuilah Drakeenan walau namanya mirip Drakula tidak akan coba-coba mengambil kesempatan dibalik kesempitan. Percayalah!.

"Teman kamu demam Kee. Sama kayaknya kecapean juga. Badannya 40 derajat... jadi kalo sakitnya nanti berlanjut bawa aja ke RS yah"

"Iya dok.... terimakasih ya... saya boleh nemenin dia disini kan?"

"Halah modus kamu! Bilang aja karena cakep" goda sang dokter kemudian pergi ke mejanya.

Keenan tak menghiraukan kemudian masuk kedalam tirai 5. Disanalah Alin beristirahat. Ia mengelus punggung tangan Alin dengan lembut. Tubuh itu pasti lelah sekali. Berapa cacian yang ia terima padahal sudah berusaha diam?.

--

Alin membuka matanya. Dengan saru ia melihat bayangan laki-laki sedang berdiri khawatir melihatnya. Sudah Alin khayalkan itu adalah Haris yang panik melihat anaknya tersungkur lemas tak berdaya.

"Alin lo sudah sadar?" saat suara itu dengan sopan menyambut Alin. Ia tersadar bahwa itu adalah suara Keenan. Alin tersenyum penuh arti sungguh berharganya sosok Keenan saat ini.

"Iya..... sekarang jam berapa?" tanya Alin mengucek matanya kemudian mencoba bangun dibantu Keenan.

"Jam 11 Lin...."

"Gue mau balik ke kelas" ujar Alin dengan suaranya yang parau.

"Lo yakin?" tanya Keenan khawatir.

"Iya.... " Alin mangut yakin sambil tersenyum kearah Drakeenan. Penyelamatnya.

"Lo harus kuat Lin...." Keenan merengkuh Alin. Setidaknya ia paham betul Alin butuh itu.

"Gue ga akan lari lagi.... gue akan membalikkan kata-kata mereka" lanjut Alin. Setidaknya dengan begitu ia tidak terlihat seperti pengecut.

"Iya.... apapun yang buat lo nyaman Lin.." Keenan duduk di kursi samping nakas kemudian menyentuh rambut hitam malam Alin dengan lembut.

"Tapi lo janji bakal sama gue terus kan Kee?" Alin membutuhkan tameng. Setidaknya walaupun itu bohong Alin butuh kebohongan itu sekarang.

"Janji" Keenan menujukan senyum termanisnya kemudian mengenggam tangan Alin beriringan menuju kelas.

--

Alin duduk di kursinya. Semua mata memandangnya aneh. Entah kenapa tatapan itu serasa berbeda dari sebelumnya. Tatapan yang tadinya penuh benci kini menjadi tatapan penuh rasa iba.

Wajar, manusia mana yang tidak iba melihat kondisi miris Alin saat ini? Ia baru saja pingsan. Dihina habis-habisan. Dicaci dan bahkan tercap sebagai orang yang memiliki itikad baik. Alin menelan semuanya. Tanpa perlawanan. Seolah ia mengerti, inilah balasan dari perbuatannya dulu.

Jam sedang kosong. Entah guru pada kemana. Tapi rata-rata kelas MIPA sedang jamkos. Penikmat jamkos pasti tau gimana rasanya kan?. Alin ogah mendengar suara haha-hihi dalam kelas. Jadi, ia berjalan disekitar koridor. Dengan mengeratkan jaket hitamnya. Jujur suasana terasa dingin karena Alin demam.

Brakk.... tubuhnya tertabrak wanita tembem yang sedang melahap roti kukus. Tubuh itu begitu besar Alin nyaris saja gepeng tadi.

"Liat-liat dong woy!" teriak wanita itu suaranya seperti lelaki. Mungkin, karena mulutnya tengah penuh dengan gigitan roti kukus.

"Woy tuli lo ya?" ketusnya lagi. Alin membasahi bibirnya kemudian berbalik. Please... sebenarnya dia tidak mau melakukan ini.

"Imutnya...." balas Alin mencubit pipi wanita tembem itu.

"Woy! Yaelah sinting lo ya?!" acara nge gas terjadi. Dan Alin tentu tidak mau kalah. Ini kan bidangnya.

"Lo yang sinting!" balas Alin tak mau kalah.

"Wah-wah seisi sekolah juga ga ada yang suka ya sama lo!"

"Lo pikir ada yang suka ma lo?" sarkas Alin yang dibalas tamparan.

"Anjing lo!" Alin mengayunkan tangannya hendak membalas. Namun, tangan itu tertahan diudara. Algar.... lagi-lagi menghentikan pergerakannya.

"Bisa ga si lo berhenti jahat sama orang?" dengan kasar Algar melepaskan tangan Alin.

"Ga puas lo nyakitin adik gue?" lanjutnya.

"Bukan urusan lo Gar! jangan pernah ikut campur lagi!"

"Alin!" bentak Algar menghentakkan kakinya kasar.

"Cuma cowok brengsek yang mempermalukan cewek di depan umum" jawab Alin kemudian pergi meninggalkan kerumuman. Entahlah sejak kapan dirinya begitu diminati. Sampai ada yang dokumentasiin! Memang brengsek!.

Alin hanya tidak tau. Ia sudah habis-habisan meminta maaf kepada Algar. Mengapa ia menyakiti Alin seperti ini?. mengapa Alin yang dulu sempat Algar pandang sebagai gadisnya kini dipandang sebagai sosok yang sangat ia benci? semudah itukah manusia berubah?.

Tapi memang..... Alin harus dapat pelajaran.{}

:

:

Alin pantas kan disiksa wkwk.... kalo inget pas Alin lagi jahat2 nya pasti pada teriak PANTASSSS.... wkwk

Likes For Lives.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang