Deja Vu (7)

29 14 0
                                    


-

Memang, orang bermuka dua lebih menyeramkan daripada hantu bermuka rata.

-100 Likes 100 Lives.

--

Akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu tiba. Sekarang hari Senin yang artinya Alin akan pindah ke Almeta. Alin masuk ke gerbang besar SMA Almeta. Ia menghebuskan nafas. Kehidupan baru dimulai. Alin menegak salivanya. Berubah. Satu kata yang ingin Alin lakukan. Apakah Alin bisa melakukannya?

Setelah keluar dari mobil putihnya, Alin berjalan perlahan menelusuri pohon palm yang menemani perjalanan untuk sampai ke loby utama. Sma Almeta terkenal dengan gedungnya yang ditutupi tanaman merambat. Tanaman itu terlihat hijau jika musim hujan dan cokelat tua sewaktu musim kemarau. Walau terdengar menyeramkan, tapi justru itulah daya tarik tersendiri dari Sma Almeta. Pasokan matahari juga masuk sempurna dari jendela-jendela sekolah.

Semua mata memandangnya, berbeda dengan tatapan sebelumnya. Tatapan ini seolah berkata 'Gila cantik banget' wajah Alin memang sayang untuk dilewatkan. Rambut panjangnya digerai. Alin persis seperti tokoh di dunia virtual.

Alin menuju ke kerumunan laki-laki sedang gosip. Jaman sekarang cowok aja gosip. Lama-lama mungkin cowok main barbie.

"Permisi... ruang kepala sekolah gimana?"

"REJEKI PAGI HARI" pekik seorang pria yang benar-benar jauh dengan pertanyaan Alin. Alin terkesiap. Ia sedikit terpental tapi... harus jaim.

"Lurus aja. Ntar paling ujung. Pokonya di ruangan yang ada kaca-kacanya, ntar liat aja ntik" jelas seorang pria lainnya. Alin mangut. Kemudian pergi menuju arah yang sudah dijelaskan. Tau kenapa Alin milih nanya ke cowok? Ya siapa tau dikerumunan itu ada Algar. Tapi ia salah. Sudah seharusnya dia tau bahwa kulkas kayak Algar gak mungkin banget jadi biang gibah.

--

Alin menunduk memberi hormat kepada kepsek, selanjutnya, ia melangkah keluar. Alin sekarang siswa kelas 11 MIPA 2. Dan dikelas inilah.... kehidupan Alin dimulai. Ia melangkah, koridor yang mulai terpantau sepi, para siswa sudah duduk manis di dalam kelas. Dikanan-kiri Alin tedapat loker berjajar rapi.

Krekkk.... Alin membuka daun pintu putih itu, matanya mengeliring ke segala arah, demi apapun kelas ini sangat bersih. Kursi meja yang telihat berbaris rapi bak prajurit sedang paskib. Dibelakang terdapat sofa yang amat nyaman Ditambah pengharum ruangan yang amat sopan masuk ke hidung, tidak terlalu menyengat. Kelas serba putih yang membuat mata adem melihatnya.

"Eh? Anak baru? Masuk yuk" intrupsi seorang guru yang tengah sibuk menjelaskan pelajaran matematika. Ia menutup sepidolnya dulu, kemudian tersenyum kearah Alin. Semua mata memandangnya. Sepintas, Alin dengar ada yang genit berkata "Gila lekukannya pas" jijik banget ga si? Tak hanya itu yang cewe juga melihat Alin dengan seksama. Yah siapa tau mereka takut kalo doi mereka disabet oleh Alin?

"Perkenalkan diri nak" lanjut sang guru ramah, guru itu tampak sudah tua, terlihat dari keriputan di wajahnya. Tapi... dirinya sangat pantas ketika memakai rok span se- lutut.

"Halo semua... aku Amarilis Saffralin, bisa dipanggil Alin" Alin memperkenalkan diri tepat di tengah kelas.

"Oh ya... Alin kamu duduk di belakang Mina"

Mina, yang merasa terpanggil mengangkat tangannya. Sumpah demi tuhan dia cantik banget! Kulitnya kecoklatan. Guratan matanya teduh, adem diliahtnya.

"Hai" sapa Mina sepintas ketika Alin duduk dibelakangnya, Alin menyunggingkan senyumnya. Inget imej ratu bully harus melesat jauh saat ini. Camkan itu!

Likes For Lives.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang