Pengungkapan (17)

23 12 11
                                    

Welcome to new part~

Enjoy~

Terimakasih sudah membaca sejauh ini~

Kawal sampe akhir ya~

Vote nya dund~

Big luv from Bigbee.

--

Dunia menjadi tempat yang keji. Tidak semua orang seperti baja. Tidak semua orang sanggup terluka. Namun semesta tidak akan bijaksana. Ia terus membuat para penghuninya sakit tapi tak berdarah. Lantas jika ada pilihan untuk pergi... mengapa tidak memilih itu saja?.

Alin pulang ke apartnya. Suasana sepi serasa menyegrap. Lebih-lebih hal menyakitkan tadi siang membuatnya tidak berselera melakukan hal apapun saat ini. Dibukanya kenop pintu dari salah satu ruangan yang jarang di injak oleh Alin. Ruangan yang jika ia masuk akan mengeluarkan suasana amat menyakitkan seolah hal itu terputar lagi bagai sebuah kaset.

"Kak Zizaa..." katanya masuk ke dalam ruangan yang sudah berselimut debu.

Air matanya menetes tanpa pinta, air mata memang begitu mengerti bagaimana perasaannya saat ini. Perasaannya serasa diiris-iris. Terbelah-belah. Di pandaninya foto kakak perempuan Alin yang meninggal 3 tahun lalu.

Amarilis Aliza adalah nama almarrumah kakak kandung Alin. Seorang kakak tangguh yang tak pernah menunjukkan rasa sakitnya.

"Kakak jahat ya sudah pergi ningalin Alin" gumamnya. Ia mengedarkan pandangan keseluruh ruangan, percayalah ruangan ini sudah seperti 'dunia lain' bagaimana tidak? wallpaper bunga yang sudah usang. Terdapat tempat tidur yang tampak akan roboh sewaktu kita menidurinya.

Tidak hanya itu meja yang berselimut debu turut menemani. Aliza adalah kutu buku, jadinya.. tepat di depan tempat tidurnya terdapat rak buku yang menjulang tinggi. Semua berisikan buku-buku bacaan Aliza.

Lantai parket yang kecoklatan seolah berubah menjadi keabuan karena tempat ini lama sekali tidak dihuni.

"Maafin Alin kak. Alin seperti Olif... Alin sudah bunuh orang karena bully kak" Alin terduduk di lantai yang bersimbah debu itu. perlu diceritakan sedikit, Aliza meninggal karena tidak kuat dibully oleh kakak kelasnya. Olif. Olif bagi Alin amat terkutuk tidak ada bedanya dengan penyihir, tapi kondisi Alin sama dengan Olif. Dia membunuh Hannah karena bully- annya. Tidakkah kalian pantas menyebut Alin seorang PENYIHIR?.

Mata Alin tertuju pada pigura yang sudah usang. Disana menampakkan Kakaknya Aliza sedang tersenyum. Diraihnya pigura yang terletak di jendela belakang tempat tidur itu.

"Alin jahat kak... makanya semesta mengutuk Alin. Orang yang Alin suka pun ga suka sama Alin" kata Alin tersenyum perih. Memang brengsek. Dia saja membenci dirinya sendiri, lantas siapa yang bisa menerimanya.

Semua perbuatan ada balasannya dan pembalasan itu terjadi di Alin sekarang.

Alin membuka lemari kakaknya yang terletak di samping rak buku. Disana dia menemukan sebuah buku yang masih rapi belum tersentuh. Walau terdapat bubuk kayu karena lemarinya sudah tua. Alin mengambil buku yang berwarna coklat itu. membukanya perlahan. Disana bertuliskan.

Dear, duniaku.

Aku terlalu dusta berkata aku baik-baik saja. Aku terlalu munafik berkata aku tidak apa-apa. sesungguhnya dibalik tawa. Aku terluka lebih dari biasanya. Seandainya dunia lebih memihakku. Namun nyatanya tidak. semua orang menganggap aku pengecut. Tidak ada yang meraih tanganku dan bertanya apa aku baik-baik saja?. Tapi karena kebohonganku. Aku pantas menerima ini semua. Tidak seharusnya aku berpura-pura tertawa saat ribuan belati menusuk dada. Seseorang tolong aku, tolong selamatkan aku. Aku takut, aku takut. Dan aku tidak mau melihat Papa dan Alin sedih karenaku. Duniaku, pihaklah aku sekali saja... aku ingin menangis. Aku ingin berteriak, memberi tahu semesta bahwa aku sedang tidak baik-baik saja.

Likes For Lives.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang