Terimakasih sudah membaca sejauh ini ya~
Semoga betah mengawal sampai ENDING.~
Enjoyyyy~
--
Malam menemani kebingungan Alin, ia tidak tau harus jawab apa. Lebih tepatnya, dirinya tidak tau siapa yang dia cintai sebenarnya? Hatinya tengah terselimuti kabut, tidak bisa memandang siapa yang sebenarnya bertengger dihatinya.
Pemilik nama Amarilis itu hanya menghela nafasnya kasar. Iya.... seharusnya ia tidak dekat dengan Keenan. Seharusnya, sebelum Keenan mendekatinya. Ia menanyakan ke Algar dahulu. Bukan malah menganggap Algar membelakanginya sehingga masalah menjadi lebih rumit seperti benang tanpa ujung.
"Jawab Lin! Pacar lo sebenarnya gue atau Keenan?" Algar mencekal tangan Alin dengan sangat kuat. Hingga Alin sedikit meringis.
"Iya Gar.... pacar gue jelas elo.... maafin gue, tadi Keenan Cuma mampir kok. Maaf ya sudah nyakitin perasaan lo" cakap Alin. Jujur, Alin sebenarnya tidak tulus. Hanya saja. Ekspresi Algar terlihat mengerikan. Sebelumnya, Algar tidak pernah menatapnya dengan tajam seperti itu.
Algar membasahi bibir bawahnya "Yaudah... lanjutin aja dulu selingkuhnya. Besok, kalo lo masih mepet-mepet ma dia. Gue akan kasi Keenan perhitungan" ujarnya kemudian pergi meninggalkan Alin yang menghela nafas. Jadi dia di izinkan untuk dekat sama Keenan hanya malam ini? Itukah maksud perkataan Algar?.
--
Almeta, sekolah yang dipenuhi tanaman ivy inggris. Cantik.. seperti sekolah di negri dongeng. Meltada, sekolah yang bergensi. Dikelilingi bangunan kaca riben biru. Menginzinkan sinar matahari masuk. Kedua sekolah yang diminati ini memiliki perbedaan jelas di bola mata Alin.
Almeta, dimana dirinya menjadi korban bully. Dimana ia dipandang persis seperti ia memandang targetnya dahulu. Meltada, dimana ia menjadi tukang bully. Menampar, menjambak, mencaci, membenci, seolah temannya sehari-hari.
Sekarang. Ia ada di Almeta. Perubahan amat terasa. Dulu, mereka menatap Alin kagum seolah dia adalah sang dewi. Sekarang? Memandang Alin jijik seolah ia adalah bangkai membusuk. Atmosfer yang begitu berbeda. Tentu dirasakan oleh seorang Amarilis Saffralin.
Pikirannya berkelana disebuah padang kesakitan. Disebuah lautan kesedihan. Alin memegang tali tasnya dengan erat, menghela nafas seolah berkata ke dirinya sendiri untuk tetap kuat, untuk tetap tegar. Dan saat pikiran itu jauh berlabuh ke pelabuhan putus asa, seseorang mencekal tangannya yang membuat Alin berbalik.
"Bolos yuk!" ajak Keenan. Bahkan kelas belum dimulai!.
--
Alin memutuskan untuk berganti pakaian di apartnya dulu. Begitupun Keenan, karena aturan kota adalah siswa berseragam tidak boleh masuk Mall. Apalagi saat jam sekolah. Bisa-bisa sekolahnya ditelfon. Memang Kawasan Cempaka sesadis itu.
Tapi karena kebijakan itu berlaku, seluruh penghuni kawasan elite cempaka. Sukses dan menjadi tajir mampus!. Berminat berdiam diri di kota yang bernama 'Cempaka?'. The Diamond, Suite Apart, Gindroms Apart dan jajaran hunian mewah lainnya. Berdiri tegak ditengah kota.
Alin memakai baju sederhana. Dengan baggy jeans abu dan tangtop. Tak lupa ia memakai luaran casual senada dengan warna jeans nya. Rambut sebahunya ia gerai. Memoles bibirnya dengan lipstik merah. dengan seperti ini. Ia akan terlihat seperti tante-tante bukan anak sekolahan lagi.
Setelah siap. Alin turun ke loby, disana sudah ada Keenan memakai jaket kulitnya dan jeans bermerk lea. Persis banget sama nama almarhumah tikusnya. Keenan tersenyum kearah Alin. Katakan bahwa ia brengsek!. Keenan sama saja merebut hak Algar bukan?.
KAMU SEDANG MEMBACA
Likes For Lives.
Teen Fictionblurb: {FOLLOW SEBELUM BACA!} Kalian tau apa itu hidup? Kalian tau kapan kalian mati? Kalian tau... hal apa yang membuat kalian mati? yah... tak ada yang tau kecuali Tuhan pastinya. Namun, Alin selebgram dengan kehidupan sempurna tiba-tiba terken...